"Apa kau maling?" selidik pria tampan itu. Menatap Yoona sangat dekat dengan matanya yang sedikit disipitkan.
"Tidak." sahut Yoona.
"Tapi, kenapa kau menggunakan pakaian rumahan? Apa kau pembantu baru disini?"
"Tidak." sahut Yoona lagi.
"Aaa, kau pasti sopir baru ibuku kan?"
"Tidak."
"Lalu siapa kau?" tanyanya sambil mengacak pinggang—bingung mau menebak apa lagi.
"Yak Sehun! Kau pulang telat lagi? Sudah berapa kali eomma peringatkan kau!" teriak Mari dari lantai dua. Pria yang bernama Sehun itu hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya melangkah menuju dapur untuk mengambil minuman dari lemari es.
"Aku bukan anak kecil lagi, eomma.." jawabnya sembari meneguk jus jeruknya.
"Umurmu memang sudah tua, tapi pendidikanmu masih sangat rendah!" sindir ibunya, menuruni anak tangga dengan hati-hati.
"Apa kau harus mengatakan itu dihadapannya?" kesalnya sambil melirik Yoona yang masih menatap mereka berdua. "ah.. hampir terlupakan, dia siapa? Kenapa dia ada disini?" tambahnya.
"Kau selalu mencoba mengalihkan topik. Dia anak dari sabahat eomma, bukankah eomma pernah menceritakannya padamu." merebut jus yang ada ditangan putranya.
"Jadi dia orangnya? Kenapa tidak sesuai dengan yang eomma katakan?" katanya sambil melirik Yoona, berharap gadis yang ibunya ceritakan secantik yang ia hayalkan. Namun kenyataan berkata lain. "kenapa yang terlihat malah gadis tampan seperti ini?" Tak sesuai yang ia harapkan. Penampilan Yoona sungguh berbalik. Hoodie bertuliskan adidas dan celana olahraga yang dilipat selutut, ditambah style rambutnya yang tak kalah keren dari rambutnya Sehun, syukur Yoona tidak memotong habis rambutnya.
"Walau rambutnya hampir menyerupai rambutmu, tapi wajah manisnya tidak akan tersingkirkan.." bela ibunya sambil tersenyum kepada Yoona.
"Manis? Hah, terserahmu. Aku istirahat dulu." meninggalkan ibunya dan Yoona yang sedari tadi hanya diam menatap kedua manusia itu.
"Aish, anak nakal!" kesalnya. "Yoona-a.. perkataannya tidak usah didengar, anak itu memang seperti itu. Oh iya, kenapa kau disini? Apa kau lapar?"
"Aku hanya ingin minum."
"Baiklah, kalau begitu baliklah kekamarmu. Kau pasti sudah sangat lelah." Mari mendorong tubuhnya hingga kedepan kamarnya. Sementara Mari sudah melangkah meninggalkannya, Yoona masih saja berdiri didepan kamarnya.
"Apa aku bisa hidup bersama keluarga yang seperti ini?" batinnya sebelum masuk kedalam kamar itu.
--
--
--
Yoona tengah mengamati Mari yang sedang asik menaburkan bubuk cabai merah dan beberapa bumbu lainnya ke atas sawi dan juga lobak. Wanita itu terlihat ahli dalam memasak. Terlihat dari caranya meracik kimchi yang merupakan makanan tradisional korea. Makanan yang kaya akan serat dan vitamin itu membuat Yoona mengingat masa lalunya disaat membantu ibunya membuat kimchi. Dihadapan Mari dirinya hanyut dalam kenangan itu bahkan tidak menghiraukan sapaan yang Mari lontarkan.
"Eomma, kau harus berteriak. Dengan begitu dia baru mendengarkanmu." sambar Somi yang sedang menuruni tangga hendak menonton ibunya.
"Kau ini, jangan pernah memanggil dia seperti itu, jelas-jelas dia lebih tua darimu."
"Hem.."
"Yoona-a.. Kau sedang memikirkan apa?" tanya Mari. Yoona tetap tidak menjawabnya dan masih menatap kosong ke arah tumpukan kimchi. "Yoona-a.."
"Sudah aku katakan, kau harus berteriak, eomma.." Somi tampak tidak sabaran.
"Dwaegeoneun! (tolong jangan bicara lagi)" kata terakhir itu pun berhasil menghentikan omelan gadis cerewet nan bawel itu.
`
`
Tak lama setelah itu Mari kembali dibuat pusing oleh anaknya. Kali ini bukanlah Somi melainkan anak lelakinya yaitu Sehun. Volume musiknya yang maksimal sampai menembus setiap ruangan yang ada dirumah tersebut, termasuk dapur tempat Mari berada. Musik itu juga berhasil menyadarkan Yoona dari lamunannya.
"Nanananana... Nanananana... Wow, fantastic baby! Dance, wuhu.. I wanna dance dance dance dance dance, fantastic baby! Dance wuhu.. I wanna dance dance dance dance dance! Boom shaka laka, boom shaka laka, boom skala laka! Yeahh!" seru Somi mengikuti irama. Mari tak mampu lagi menahan perilaku anaknya, kini ia hanya bisa diam menatap anak gadis satu-satunya itu. Mengikuti gerakan ala Bigbang yang terlihat asal—mengacuhkan pandangan menjijikkan yang dilayangkan oleh ibunya dan juga Yoona.
"Yoona-a , naik ke atas, lantai tiga kamar paling sudut dekat balkon, itu kamar Sehun. Cabut kabel spekernya." kata Mari tanpa putus. Yoona hanya mengangguk dan langsung melaksanakan tugasnya. Dengan cepat ia menaiki tangga. Sedikit mengendap-endap ia memasuki kamar yang pintunya tidak tertutup rapat itu. Tepat disaat ia masuk kesana, musik berganti lalu terdengar suara Hyorin dan member Sistar lainnya.
"Huhuhuhu.. I don't wanna cry, huhuhuhu.. Please dry my eyes, huhuhuhu.. I'm feelin' down, huhuhuhu.. Without you, i'm fallin' down." Yoona mematung disana. Bukan karena musiknya, tapi dikarenakan makhluk yang ada dihadapannya itu. Melenggak-lenggok mengikuti gerakan ala member Sistar. Bagaikan seorang wanita, ia menggerakkan kakinya kekiri dan kekanan, memasang wajah seksi ala Sistar. Sungguh membuat Yoona menarik kembali perkataannya yang lalu, baginya kini pria itu tak lagi terlihat tampan. Baru saja ia hendak keluar dari sana, pria itu sadar akan kehadirannya dan..
"Wuah! Yak! Sedang apa kau disana?!!" bentak Sehun yang terduduk tegang diatas kasur. Mendengar pertanyaan itu, Yoona memilih melarikan diri dari sana. Dirinya merasa enggan bertemu dengan pria itu.
"Apa dia seorang pria? Aku bahkan lebih jantan darinya." batin Yoona. Tersenyum geli mengingat gerakan yang pria itu lakukan. "pria itu terlihat berbakat, berbakat menjadi wanita." tambahnya. Menuruni tangga masih dengan senyuman gelinya. Tidak habis pikir akan menemukan pria aneh seperti itu.
--
--
--
Tadinya Yoona masih didapur bersama Mari dan Somi—sebelum Mari menyuruhnya keluar untuk berjalan-jalan. Mungkin Mari ingin Yoona lebih bersantai. Tentu, Yoona langsung bergerak santai keluar dari rumah. Melangkahkan kakinya dengan asal. Melewati setiap rumah yang ada disana. Sungguh luar biasa, ia sampai tidak bisa memikirkannya.
"Bagaimana mungkin bangunan sebesar ini disebut rumah?" masih terpesona akan rumah mewah yang ada disana. Tidak hanya itu, lingkungannya begitu bersih. Dijalan yang luas itu terparkir segala macam kendaraan mewah yang tak berani ia sentuh. Begitu mengkilat, bahkan sampai pantulan dirinya pun terlihat disetiap kendaraan mewah itu. Masih terus melangkahkan kakinya, kini ia tahu kemana ia akan melangkah.
`
`
Tidak jauh dari dirinya berada, terlihat sebuah taman. Ada beberapa lapangan olahraga yang sudah dipenuhi dengan remaja-remaja labil –menurut Yoona— ada yang bermain skateboard, bola voli, bola basket dan masih banyak yang lainnya. Ada juga yang sekadar duduk santai di bawah pohon sambil berfoto, membaca buku dan berpacaran.
`
`
Melihat aktivitas anak-anak labil itu membuat Yoona memilih menonton mereka saja. Duduk disalah satu kursi taman, mengangkat kaki kanannya keatas kaki kirinya agar sedikit santai. Suara memalukan terdengar olehnya, baru ia sadari, pagi tadi ia belum menyantap apapun. Ia mulai mengelilingi taman guna mencari jajanan yang dapat mengenyangkan perutnya untuk sementara. Syukur sekali ia menerima uang dari Mari, kalau tidak, ia terpaksa harus kembali kerumah yang besar itu dan menderita kebosanan tingkat tinggi.
`
`
Dakkochi adalah makanan jalanan populer yang banyak variasinya. Makanan ini adalah sate sederhana dari ayam panggang. Seringkali disajikan dengan berbagi saus. Yoona memilih menggunakan saus tomat karena rasanya yang manis dan tidak pedas. Duduk manis dibawah tenda yang sudah disiapkan oleh si penjual dakkochi tersebut. Seporsi dakkochi pun sudah lenyap, kini ia bermaksud mencari jajanan lainnya. Kali ini Yoona terlihat senang, akhirnya ia bisa menemukan makanan yang sangat disukainya.
`
`
Mereka dulunya dianggap masakan Kerajaan Korea, tapi saat ini, tteok, atau kue beras, dapat ditemukan di sudut-sudut jalan di seluruh Seoul. Tteokbokki adalah hidangan kue beras berbentuk silinder yang dimasak dengan pasta cabai merah pedas dan kue ikan. Sedikit kepedasan, dengan semangat ia menghabiskan tteokbokkinya, setelah itu membeli cola untuk menghilangkan rasa pedas yang masih menyiksa mulutnya.
`
`
Sejak kecil Yoona tidak dibiasakan memakan makanan yang pedas, dan sampai sekarang ia pun masih memilih makanan agar tidak salah menyantapnya. Perut sensitifnya akan terasa sakit apabila ia memaksa memakan makanan yang menurutnya pedas. Seperti yang saat ini ia rasakan, rasa sakit itu perlahan timbul dan membuatnya gelisah. Melilit diperutnya bahkan hingga mengacaukan keseimbangannya ketika melangkah. Berusaha dengan kuat berjalan menuju rumah yang kini sudah menjadi rumahnya. Memukul-mukul perutnya dan mempercepat langkahnya.
"Aaaa!" teriak seseorang dari lorong kecil yang ada disampingnya. Kontras membuat Yoona menghentikan langkahnya. Suara itu tak terdengar lagi, Yona pun lanjut melangkah. Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya, suara itu kembali terdengar. Karena penasaran, perlahan ia melangkah mencoba megikuti arah suara itu.
`
`
Sekumpulan gadis labil sedang memukuli seorang gadis. Melihat itu membuat Yoona menyesal telah membuang-buang waktunya. Ia pasti lebih memilih berlari kerumah agar dapat dengan cepat masuk kedalam toilet. Namun, ia kembali gagal membalikkan tubuhnya dikarenakan wajah gadis yang sedang dipukuli itu mirip dengan gadis labil yang dulunya sering memberikan coklat untuknya. Ia mencoba mengamati wajah itu dari kejauhan. Jelas sekali, gadis itu memang Krystal!
`
`
Sebenarnya dia tidak ingin ikut campur. Bagitunya itu hanyalah masalah remaja saja, namun, melihat banyaknya luka yang ada ditubuh Krystal membuatnya tak bisa berdiam diri. Dengan langkah cepat ia berlari menuju mereka lalu seperti kilat menahan balok yang hendak melayang ketubuh Krystal. Geram melihat ulah mereka, ia mencoba menggertak gadis-gadis labil yang ada dihadapannya.
"Yak! Kau siapa?!!" tanya salah satu dari mereka. Terlihat wajah kaget dari sekumpulan manusia labil itu.
"Kalian tidak lihat? Tubuhnya sudah tak berdaya, apa kalian ingin membunuhnya?" tanyanya datar menyimpan amarah. Dipatahkannya balok itu menggunakan kakinya, hal itu membuat manusia labil yang ada dihadapannya ketakutan dan kabur meninggalkannya. Sambil meremas perutnya yang semakin perih, ia mengangkat Krystal –tak tega memanggilnya gadis labil disaat seperti itu— keatas punggungnya. Tidak ada pilihan lain, ia harus membawa Krystal kerumahnya untuk segera diobati.
`
`
Keringat dingin membasahi wajahnya, sakit yang melilit perutnya semakin menjadi, ditambah ia harus menggendong gadis itu. Sungguh pengorbanan yang besar. Setelah sepuluh menit lamanya ia pun tiba dirumah itu. Mari melihat Yoona membawa seorang gadis dengan luka parah disekujur tubuhnya, ia kaget bukan main. Gadis itu terlihat menyedihkan, nafasnya melemah dikarenakan tak kuat menahan rasa sakit yang kian menyiksanya.
"Yoona-a.. Siapa dia? Kenapa dengan luka-luka ini?" sembari membantu Yoona membaringkan tubuh itu ke atas sofa yang ada di ruang keluarga.
"Dia temanku sewaktu aku masih di Busan. Tadi aku melihatnya dipukul oleh sekumpulan gadis la.. Eh maksudku sekumpulan anak sekolah. Sepertinya mereka temannya, seragam mereka sama." jelasnya masih merapihkan letak kaki Krystal.
"Kenapa kau tidak membawanya kerumah sakit? Sepertinya lukanya parah.."
"Tidak usah, ini hanya luka biasa." katanya yang beralih kedapur untuk mengambil air dan juga es guna mengompres luka lebam gadis itu. Setelah gadis itu tertidur, barulah Yoona kembali tersadar akan sakit yang sedang dideritanya.
`
`
Tidak jauh dari dapur, Yoona terlihat sedang sibuk memeriksa sebuah kotak yang berisikan obat-obatan. Terus menahan rasa sakit yang masih menggerogoti perutnya. Sambil meremas perutnya ia terus mencari obat pereda rasa sakit. Keringat dingin mulai terlihat, wajah pucatnya semakin memperjelas sakit yang ia rasakan.
`
`
Kini tubuhnya semakin melemah dan tak sanggup berdiri tegak. Hal hasil tubuhnya terperosot kelantai. Sekuat tenaga ia berusaha untuk bangkit, bagaimana pun juga ia harus mendapatkan obat tersebut. Namun usahanya terlihat percuma, rasa sakit yang ia derita seakan merenggut semua kekuatannya. Ia hanya bisa bersandar pada dinding.
"Yak, kau kenapa?" tanya Sehun yang bermaksud ke dapur.
"Tolong carikan aku obat penghilang rasa sakit." ujar Yoona dengan suaranya terdengar serak.
"Memangnya kau kenapa? Kau sakit?" tanya Sehun lagi yang mulai mencari obat tersebut.
"Cepat cari saja." masih meremas perutnya, membuka mata pun sudah tak mampu.
"Apa kau tidak ke klinik saja? Sepertinya meminum obat akan percuma." melihat kondisi Yoona yang sangat menyedihkan, membuat Sehun berhenti mencari obat dan bermaksud membawanya ke klinik yang terletak tidak jauh dari rumahnya.
"Cari saja obatnya, aku hanya perlu obat."
"Tapi kondisimu seperti ini.." Sehun mulai panik ketika Yoona berbicara dengan menutup matanya. Jelas sekali bahwa gadis itu sudah tidak sanggup menahan deritanya.
`
`
Tak ada jawaban dari Yoona. Yang terdengar hanya helaan nafasnya. Tanpa bertanya, Sehun langsung mengangkat Yoona keatas punggungnya dan membawanya ke klinik. Sedikit berlari, pria itu terlihat sangat bersemangat, tapi wajah paniknya tetap tak tersembunyikan. Itu terlalu cepat untuk seorang Sehun, kepeduliaannya terhadap orang akan membutuhkan waktu yang sangat lama, tetapi sepertinya tidak untuk Yoona.
`
`
Bersandarkan bantal Yoona duduk sembari mendengarkan perkataan dokter yang telah memeriksanya. Tidak jauh darinya berada, Sehun duduk ditemani seekor kucing milik sang dokter.
"Apa kamu sering merasakan sakit seperti ini?" tanya sang dokter menatapnya serius. Yoona hanya mengangguk. "dan kau sering mengulangnya?" tambahnya. Melihat Yoona yang tetap bungkam, dokter yang memiliki wajah tampan itu hanya tersenyum. "apa yang kau makan sehingga kau seperti ini? Kau pasti menyantap makanan pedas."
`
`
Tak menjawab perkataan si dokter, ia hanya memperhatikan tingkah laku kucing yang sedang mengganggu ketenangan Sehun.
"Kenapa? Apa itu makanan kesukaanmu?" mendengar itu membuat Yoona menatap dokter tampan itu. Terlihat olehnya senyuman menawan itu. Untuk sejenak Yoona menikmati wajah tampan yang sedang tersenyum kepadanya. Namun teriakan Sehun merusak waktu indahnya.
"Apa aku harus menunggu lebih lama lagi?" wajah Sehun terlihat suntuk. Kucing yang tadinya bersamanya terlalu usil dan terus mengganggunya. Itu membuatnya kesal ditambah harus menunggu proses pemeriksaan Yoona yang terasa lama—menurutnya
"Apa aku sudah bisa pergi?" tanya Yoona dengan ekspresi datar kepada si dokter.
"Oh tentu. Kau hanya perlu menjaga pola makanmu, hindari makanan yang pedas, dengan begitu perutmu tidak akan sakit lagi. Bawalah obat ini, kau pasti akan membutuhkannya." sebungkus obat ia berikan kepada Yoona.
"Obat apa ini?"
"Obat penghilang rasa sakit."
`
`
`
Continued..
`
`
`
Mulai menarik gak nih?