Ujung ekor mata May, menangkap kedatangan Diana sambil berlari kecil mendekati ke arah mereka berdua.
Diana. "Tiket, Pop Corn, Air Mineral sudah beli? "
"Ok Nyonya ready, sambil berbisik May please help me. Kursi yang sisa 22a dan 22b, dengan 30a dan 30b, please jangan menolak yah. Loe duduk dengan Ben... please.. please.
Ben penasaran dan tertarik isi perbincangan kedua wanita yang ada di depannya sehingga ia berusaha membaca ekspresi wajah May, menurut Ben tidak pernah bosan matanya melahap gambaran wajah yang menampilkan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Semenjak dia duduk di belakang May saat pertemuan Komunitas Water, Ben sudah penasaran dengan wanita ini. Banyak wanita yang sudah singgah sementara di hatinya selama ini tidak pernah ada seorangpun yang memperlihatkan aura dingin yang menggetarkan hatinya.
Karena dia tidak lalai mengamati wanita itu, ia melihat dengan jelas dan merasakan ketakutan besar saat tangan kiri wanita itu mengelus dadanya dan ekspresi kesakitan terlihat jelas di wajahnya.
Ketakutan Ben mendorong dia memberanikan diri mencengkeram tangan May yang mengakibatkan getaran listrik 3000 Volt menyetrum punggungnya.
Ben meninggalkan dunia khayalannya saat mendengar suara wanita yang putus asa berseru,
Oke, gw nurut apa mau loe! Puas? " dengan nada tinggi.
Sippp, Diana tersenyum lebar!!!
"Ben, ini tiketmu dan May 30a dan 30b, Pop Corn salty kesukaan My babe plus air mineral" gw tinggal yah.
Nanti kalau filmnya sudah selesai kita ketemuan di parkiran teriak Diana yang sudah lari menjauh dari Ben dan May.
Sesaat May dan Ben terdiam,
kemudian May bertanya untuk mengatasi situasi yang hening ini.
"Ben, judul filmnya apa sih? " spontan Ben membaca judul film yang tertera di kertas tiket tersebut "A Quiet Place"
"Hahhh, sialan tuh Diana. Sudah tau gw penakut kenapa juga harus film horor sih". ketus May, tanpa sadar omelannya dapat didengar oleh telinga Ben.
"Ayo, May. Waktunya tinggal 7 menit".
Dengan terpaksa May melangkahkan kaki ke gedung bioskop sambil berpikir keras dan merasa tidak nyaman dengan reaksinya kalau nanti dia takut, kaget, berteriak dan lain sebagainya sedangkan yang duduk disebelahnya pria asing.
"Bagaimana kalau kita batalkan saja ikut nontonnya lalu kita pindah ke restoran yang di depan Bioskop saja". Ajak Ben karena tidak tega dengan ekspresi khawatir yang jelas terlihat di wajah perempuan yang ada di sebelahnya.
Dengan terbata - bata May menjawab gak uuusaahhh, tiiidakkk apaa - apaaa, sayang tiketnya kebuang.
Sekali lagi Ben tersenyum, melihat kepandaian May, menutupi perasaannya yang sebenarnya. Perempuan aneh, bisiknya sekali lagi tanpa terdengar di telinga May. Sambil tersenyum Ben berharap banyak di kemudian hati ia bisa bertemu dengan May.
Sepanjang pemutaran film wanita itu menutup mata, menggigit bibir bawahnya, terkadang menutup telinga, sesekali tangannya meremas baju bagian depannya.
Ekspresi itu menjadi tontonan mengasyikkan bagi Ben, dengan sengaja dia menempatkan tangan kanannya di kursi sangat amat dekat dengan May, berharap saat May ketakutan dia meraih tangannya. Sampai akhir pemutaran film harapan itu hanya tinggal harapan.
Saat mobil yang mereka kendarai melaju membelah jalanan yang sudah terlihat gelap, Ben menggoda May...
"May, film tadi bagus yah? "
"Hah, iyyya,,, baagguss kok"
"Babe, serius loe nonton?, bukannya loe anti film horor tanya Diana? "
Ben, Wilson, Diana serentak terkikik...
May sadar kalau mereka bertiga tahu ia tidak menonton dari awal sampai akhir.
Wajah May bersemu merah,
"Dinnnnn, awas loe yah.
Gw balas suatu saat teriaknya".
ternyata Diana dan Wilson bersekongkol mengerjai May, ide tersebut tercetus saat ia mendengar pendapat Wilson temannya itu beraura horor seperti film horor.
Setelah May tahu dirinya hanya bahan olok - olokan dari Diana dan Wilson, ia kemudian kembali menarik diri masuk dalam alam khayalnya sampai tidak menyadari Ben dan Wilson sudah turun dikediaman Bramantyo.
Diana mengantar sahabatnya ke kediaman Sharon.
Bye babe...
Love u so much kata Diana...
"Apaan sih Din, kalau orang lain dengar seolah - olah kita pasangan yang disorientasi seksual loh!"
"Bodo amat, EGP... lelah jiwa
Nona Maya Belinda Sharon yang terhormat kalau kita terlalu banyak mendengar apa kata orang tentang hidup kita.
Bye... Babe,,,
hope that we meet in a sweet dream dear
May, tertawa terbahak - bahak sambil mencoba memasukkan kunci ke pintu rumahnya. Sambil berkata "Din, go to hell".
Sebelum tidur ia menjalani rutinitas malamnya membersihkan dirinya di kamar mandi kemudian dengan tubuhnya yang sangat lelah melangkahkan kakinya menuju tempat tidur meletakkan tubuhnya di kasur king sizenya sambil berharap dalam mimpi dia menjemput bundanya.
Saat matanya hampir terpejam ia mendengar notifikasi pesan masuk dari celulernya, membuka sejenak, berpikir akan dapat pesan dari Diana yang mengabarkan kalau dia sudah sampai di rumah dan lain sebagainya seperti kebiasaan aneh lainnya yang sering ia lakukan.
May, membaca dengan seksama...
~Raih bayanganku, biarkan Lonelymu tersinari mentari dari duniaku~
Mungkin pesan salah sambung, batin May. Karena nomor itu tidak tersimpan di draft phone booknya. Rasa penasaran mendorongnya membuka Profile Picture juga tidak ada. Akhirnya Maya menonaktifkan celulernya kemudian masuk dalam alam tidurnya.
Di belahan malam yang lain, dengan sorot mata yang tajam dia memandangi, celulernya sambil menunggu balasan pesan yang dia kirim, ia sangat berharap seseorang disana membalas atau sekedar bertanya siapa kamu, karena ia sadar no teleponnya pasti belum ada di phone book wanita itu.
sampai satu jam menunggu ... Nihil.
Lonelymu teramat dalam girl, bisik Ben.