Seperti biasa jalanan menuju sekolah di pagi hari selalu saja macet. Sepeda motor, kendaraan umum, mobil pribadi, bahkan polusi pun ikut berkumpul menjadi satu di jalan itu. Seperti biasa juga, ayah Tata mengantar abang Tata lebih dahulu daripada Tata. Tata sudah terbiasa dengan kata "Terlambat".
Sesampainya di gerbang depan sekolah Tata pun turun dari motor dan meraih tangan ayahnya untuk salim. Dia langsung berlari menuju pagar sekolah belakang, karena gerbang depan sekolah sudah digembok. Tata melihat pintu gerbang belakang yang mulai ditutup oleh penjaga sekolah. Tata langsung menahan gerbang agar tidak tertutup.
"Ngapain kamu hah??" Tanya Bapak penjaga sekolah.
"Jangan ditutup dulu pak, saya mau masuk.....hah.....hah....." Jawab Tata terengah-engah.
"Makanya kalo bangun tuh yang pagi, biar gak kesiangan." Kata Bapak penjaga sekolah sambil membukakan gerbang untuk Tata.
"Makasih pak." Jawab Tata yang langsung berlari menuju kelasnya.
"Jangan lari-lari nanti jatuh!" Teriak penjaga sekolah dari gerbang.
Sesampainya di kelas, Tata berjinjit agar dapat melihat isi kelasnya lewat jendela. Dugaannya benar sudah ada guru di kelasnya. Apa yang harus Tata lakukan? Masuk ke kelas? Pergi ke kantin? Atau pulang ke rumah? Tata diam berfikir sambil menggigit bibir bawahnya. Tata akhirnya memilih untuk masuk ke kelas.
"Assalamualaikum." Tata memberi salam sambil membuka pintu kelas.
"Walaikumsalam." Jawab seluruh orang yang berada di kelas.
"Tata lagi, Tata lagi, kenapa? Kesiangan?" Tanya guru yang sedang berda di kelas itu.
"Ta.....ta.....tadi macet bu." jawab Tata dengan ragu.
"Ibu sudah capek dengan alasan kamu, sudah sana duduk ke tempatmu!" kata guru itu sambil memalingkan wajahnya dari Tata.
Saat jam istirahat, Tata hanya bisa melihat teman-temannya memakan jajanan yang mereka beli. Tata tidak mempunyai uang jajan untuk membeli jajanan. Jam istirahatnya hanya dia gunakan untuk melihat berbagai jajanan yang berjejer di depan sekolahnya. Iya, dia hanya bisa melihatnya tanpa bisa membelinya.
Jam menunjukan pukul sepuluh tepat, tanda waktunya pulang sekolah. Tata langsung mengemas barang-barangnya setelah guru sudah keluar kelas. Para orang tua murid langsung masuk ke kelas dan menghampiri anaknya masing-masing. Beda dengan yang lainnya, Tata mengemas barang-barangnya sendiri tanpa bantuan orang tuanya.
Para orang tua murid senantiasa membawa tas anaknya masing-masing. Beda dengan Tata yang membawa tasnya sendiri tanpa bantuan orang tua. Tata berfikir, mengapa para orang tua teman-temannya mau membawakan tas? Apakah karena mereka sangat mencintai anaknya? Apakah itu memang hal yang wajar? Mungkin Tata terlalu banyak memikirkannya.
Tata langsung berjalan ke luar gerbang sekolah untuk menunggu jemputan. Saat sampai di luar gerbang, Tata melihat temannya dijemput oleh ibunya menggunakan motor. Ibu anak itu mencium wajah anak itu dengan lembut. Tata selalu melihat pemandangan ini berkali-kali tanpa tahu bagaimana rasanya dicium oleh seorang ibu di sekolah.
"Ta." Seseorang memanggil dengan menepuk bahu Tata.
"Eh mama." Jawab Tata sambil menongakan wajahnya ke atas.
"Liatin apaan?" Tanya Mamanya.
"Gak kok. Tadi ada kucing terbang." Jawab Tata.
"Oh..... Hah? Kucing terbang?" Tanya Mama Tata sambil melotot.
"Hehehe boong deh ." Jawab Tata dengan senyum palsunya.
"Dasar ga jelas. Udah ayo pulang Mama capek nih jemput kamu." Kata Mama Tata yang langsung berjalan menuju pertigaan.
Seperti biasa mereka pulang naik metromini. Karena rumah mereka lumayan cukup jauh dari sekolah Tata. Seperti biasa Tata membawa tasnya sendiri tanpa mendapatkan sebuah ciuman dari ibunya. Seperti biasa mereka menyebrang jalan tanpa berpegangan tangan. Tata sungguh ingin merasakan bagaimana rasanya berpegangan tangan saat menyebrang.
"Apakah Ibu beneran sayang aku?" Gumam Tata.