Bola menggelinding dan menghantam dengan kuat hingga semua pin jatuh. Barric berhasil menjatuhkan deretan pin itu dan kemudian digantikan lagi oleh deretan pin yang baru. Sean dengan bantuan ayahnya pun ikut bermain di sana. Namun sayang bola berat itu melewati lorong yang salah dan Barric dan putra kecilnya yang tampan itu tertawa terbahak-bahak.
Saat giliran Flair yang bermain. Dia menunjukkan gaya terbaiknya di hadapan keponakan kecilnya itu dan mulai melempar bola. Dan mengecewakan masih sisa dua buah pin yang belum jatuh. Dan Flair menunjukkan mimik kecewa kepada Sean.
Suasana di Spinland Bowling Breeze pagi itu masih sepi, hanya ada dua kelompok yang bermain. Salah satu kelompok itu adalah kelompok Flair dan Barric. Biasanya tempat ini akan ramai di sore hari hingga tengah malam.
Bola sudah habis dilempar, ketiganya sekarang duduk beristirahat sambil meminum minuman dingin.
" Ada apa dengan Fayre hingga membuatmu jengkel?" Tanya Barric tanpa basa-basi.
"Dia masih kekanak-kanakan." Sahut Flair tanpa melihat kepada kakaknya itu.
"Bukankah biasanya dia lebih tenang darimu?" Balas Barric.
"Ya, masih tenang tapi menyimpan semua jebakan dalam diamnya." Sahut Flair membuang muka.
"Bagaimana dengan kasusmu?" Flair balik bertanya.
"Chad dan aku masih berusaha menyelesaikannya. Menemukan uang pajak itu, karena jika tidak pihak SWF grup akan meminta bunga lebih jika aku terbukti memakai uang mereka." Jelas Barric.
"Chad pasti bekerja keras untuk ini bukan?"
"Ia tidur di rumahku semalam karena bekerja hingga hampir pagi dengan tim pengacaranya.
" Jelas Barric sambil mengusap bibir Sean yang belepotan dengan air yang diminumnya.
"Chad butuh istri, Barric. Kenalkan ia dengan seorang wanita yang baik. Kamu kenal banyak wanita yang sepadan dengan dia kurasa." Flair dengan nada peduli.
"Iya, sudah terlalu lama dia sendiri. Baiklah aku akan mengenalkannya dengan beberapa orang. Aku rasa aku sudah memikirkan beberapa calon yang tepat." Balas Barric.
" Barric, i love u. Aku ingin Chad bahagia." Ucap Flair sambil memeluk Barric.
*******
Rory masih menemani Fayre di kamarnya. "Kita akan kerumah sakit besok, aku akan menemanimu. Mungkin saja Shandy bisa membantumu, okay?" ucap Rory.
Fayre tidak menjawab dan hanya mengangguk saja. Dan kembali meringkuk di bawah selimut. Hingga Rory meninggalkannya sendiri.
Tak lama kemudian Chad masuk dengan tergopoh-gopoh ke kamar Fayre. Meletakkan tangannya di kening Fayre dan meraba-raba pipi gadis itu untuk memastikan keadaanya.
"Bagaimana keadaamu? Kata bibi Denna kau tidak mau makan apapun seharian ini." Tanya Chad khawatir.
"Aku baik-baik saja. Hanya nyeri datang bulan. Aku akan kembali baik besok." Jelas Fayre masih menyimpan tangannya di balik selimut.
Fayre pun menutupi bagian lehernya dengan rambutnya agar Chaf tidak dapat melihat kissmark yang menuhi lehernya yang jenjang.
Flair tiba-tiba datang menyusul ke kamar Fayre dengan wajah penuh kekhawatiran. Ia melihat Chad yang duduk di kasur Fayre dan menyuapi bubur kepada adiknya itu.
"Biar aku yang melanjutkannya. Paman istirahat saja dulu." Pinta Flair pada Chad.
Chad kemudian memberikan mangkuk kecil berisi sup hangat itu ke tangan Flair dan meninggalkan dua dara kembar itu.
Setelah Chad pergi, Ccllaaangggg!!!
Fayre menampik mangkuk sup yang dipegang Flair hingga jatuh ke lantai.
"Aku tidak perlu kamu!!!! Pergi sana!!!!" Bentak Fayre sinis.
"Fay aku tidak bermaksud buruk padamu!"
"Flair Dengarkan aku. Mulai sekarang kita bukan siapa-siapa. Jadi jangan pernah lagi mengangguku!!" Ucap Fayre sambil mendorong tubuh Flair.
"Urusan kita tidak lebih dari sekedar pekerjaan. Dan aku sudah memutuskan, aku akan keluar dari rumah ini. Aku akan tinggal jauh darimu!!!!" Lanjut Fayre dengan mata penuh kebencian.
"Tidak mungkin bisa begitu! Aku tidak ingin kamu sampai harus keluar dari sini. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu dan Chad, itu saja."
"Keputusan sudah aku buat. Jadi sekarang keluarlah!!!" Fayre mendorong tubuh Flair keluar kamarnya. Tapi Flair tetap bertahan.
"Fay, maafkanlah aku! Fay tidak begini!!!" Pinta Flair sambil meremas pakaian Fayre.
Flair tak sengaja melihat banyak luka kissmark di dada Fayre saat piyama Fayre ditarik olehnya. " Fay, apa yang terjadi padamu??!!!!!"
Fayre mulai menangis dan membalikkan badan. Flair pun mengejarnya. "Fay, Ada apa? Apa yang terjadi!!"
Akhirnya Fayre membuka piyamanya dan menunjukkan kondisi tubuhya yang penuh kissmark dan bekas remasan yang membiru di kedua dadanya pada Flair. Flair sontak menutup mulut dengan kedua tangannya dan ikut menangis. Ia memeluk Fayre. Namun Fayre mendorongnya.
"Sekarang keluar dari kamarku!!!!" Fayre mendorong Flair sekuat tenaga" Aku benci kamu!!!!"
"Fay, tunggu!! Maafkan aku!!!" Ucap Flair masih mencoba masuk ke kamar Fayre.
"Aku benci kamu, Flair. Aku Benci!!!!!" Seru Fayre mendorong tubuh Flair hingga jatuh."Mulai sekarang Flar Hannalee Bosley, kamu bukan saudaraku!!!! Aku membencimu!!!!" Ucap Fayre dan membanting pintu.
Flair yang terjatuh di lantai, mencoba berdiri sambik memunguti tasnya dan masuk ke kamarnya sendiri sambil menangis.
Setibanya di kamarnya, Flair melempar tasnya ke kaca rias hingga pecah. Semua benda di atas meja rias tak luput dari sasaran Flair. Ia mendorong semua benda itu dengan kesal hingga terlempar kemana-mana.
Ia merasa kalut, telah gagal menjaga Fayre. Ia tak ingin sesuatu pun terjadi pada Fayre. Ia sangat sedih melihat Fayre yang nampak kacau dan terluka.
********
Di dalam kamarnya Fayre menangis sejadi-jadinya diatas bantal. Ia masih merasa jijik melihat kondisi tubuhnya sekarang ini. Ingin sekali ia kuliti tubuhnya sendiri agar semua noda biru itu terlepas dari tubuhnya.
Ia pun sedih memperlakukan Flair seperti itu. Tapi kekalutannya yang begitu dalam membuatnya merasa lebih baik menjauh dari Flair sementara waktu sampai ia tenang. Sedangkan Chad, ia sama sekali tak ingin memikirkan pria itu. Biarlah Chad tetap dalam ketidak tahuannya.
*******
Biip!! Biipp!! Biiipp!!! Biipp!!
Empat buah pesan masuk ke ponsel Shandy.
Lagi-lagi dari nomer ponsel yang tidak ia kenali.
Aku harap kamu suka bunganya dokter yang cantik.
Bunga itu cantik sepertimu.
Pink seperti pipimu.
Aku ingin bertemu denganmu. Ken-C.
Sumpah, mengapa Kenrick kembali mencarinya??? Ini tidak baik jika Barric mengetahui ini. Bisa saja Barric berpikir buruk atau apa saja yang buruk.
Shandy pun segera membuang parcel bunga mawar pink yang dikirim oleh Kenrick ke dalam tempat sampah di rumah sakit. Tepat setelah itu Barric datang berjalan ke arahnya dan menggandeng tangan kecil Sean.
"Ibu, aku sudah kuat mengangkat bola bowling, kau tahu? Aku sudah lebih hebat dari Aunty Flair." Sean lari kepelukan Shandy dan minta digendong.
.
.
.
*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas
untuk tahu judul Novel saya yang lain
Pagi begitu cepat datang. Pertengkaran dengan Fayre membuat Flair tetap terjaga hingga pagi. Ia tak tidur semalaman. Hatinya sangat sedih, berselimut kalut, dan beku. Ditambah lagi melihat kondisi Hadley yang selama dua puluh empat jam ini kembali tidak sadarkan diri.
Kondisi luka bakar di punggung Hadley sudah membaik. Tapi pendarahan di dalam kepalanya belum juga menunjukkan pembekuan.
Terdengar oleh Flair dari luar kamar suara kaki melangkah menuju kamar Hadley semakin dekat. Itu lebih dari suara tiga, atau lebih dari empat orang. Bahkan oh tidak, apa yang ada di luar sana. Pikir Flair mendengar keributan di luar sana. Flair membuka pintu kamar Hadley dan melihat ke luar ruangan dan di lorong sudah ada banyak sekali pengawal berbaju hitam dan berkacamata hitam berjalan berbaris dua bagian kanan dan kiri menuju kamar Hadley ada sekitar lima puluh orang. Di tengah barisan pengawal itu berjalan laki-laki paruh baya dengan jas hitam berambut sangat putih dan disisir ke belakang diikuti sekitar empat orang dokter dan sekitar enam perawat laki-laki di belakangnya. Laki-laki tua itu mendorong tubuh Flair hingga mundur dan ia masuk ke dalam ruangan bersama para dokter dan perawat. Sementara para pengawal berbaris berjaga di luar.
Flair masih sangat bingung dengan para laki-laki yang tidak dikenalnya itu.
Terakhir masuklah Erinka Baker, ibu Hadley yang tampak berjalan dengan tidak bersemangat.
"Siapa mereka, Nyonya Baker?? Mengapa mereka melepas semua selang Hadley?" Tanya Flair pada Erinka.
"Kami akan membawa Hadley pulang, Flair. Itu adalah Thomas Rieger, Kakek Hadley. Orang yang bertanggung jawab atas Hadley semenjak aku tidak lagi menjadi Nyonya Rieger dan Ayah Hadley meninggal." Jelas Erinka sambil menangis melihat kondisi Hadley.
"Tetapi kondisi Hadley belum pulih." Kata Flair hatinya perih.
" Kami akan membawanya ke rumah sakit yang lebih baik dari di sini Nona. Aku akan membayar perawatan terbaik untuk cucuku jangan khawatir." Sahut Mr.Rieger tua dari jauh.
"Kau tidak perlu repot-repot lagi menjaganya. Cukup ada aku dan ibunya." Lanjut Mr. Rieger tua itu.
"Aku tidak merasa direpotkan Mister, Sungguh!!! " Sahut Flair lemah.
" Ini tentu demi kebaikan Hadley, aku harap kamu bisa menerimanya." Bisik Erinka di dekat wajah Flair.
Air mata Flair meluncur tak dapat di bendung.
Flair berlari menuju Hadley yang masih tidak sadarkan diri itu dan hendak memeluk dan menciumnya terakhir kali karena mungkin akan lama mereka tidak bertemu lagi. Flair mau tidak mau merelakan Hadley dibawa pergi, Ia tidak bisa egois menahan Hadley demi kesembuhan pria yang dicintainya itu.
Namun keinginannya terhenti. Tangan Thomas menahan lengan Flair dengan erat dan melirik tajam ke arah Flair. Kemudian kepalanya memberi isyarat kepada para dokter dan para perawat untuk mendorong tempat tidur Hadley keluar ruangan perawatan. "Bawa dia keluar sekarang!!!!!" Perintahnya.
Salah seorang perawat membuka kedua daun pintu kamar dan beberapa perawat yang lain mendorong ranjang Hadley dan membawa infus yang terhubung ke tubuh Hadley. Setelah mereka bergerak ke lorong, diikuti pula oleh pengawal berpakaian hitam-hitam tadi.
Ingin sekali Flair mengikuti mereka juga. Flair menatap wajah Erinka. Erinka mengangguk pada Flair dan membalik badannya mengikuti barisan pengawal dan berlalu pergi bersama Hadley. Sementara lengan Flair masih ditahan oleh Thomas.
"Tunggu saja baik-baik di sini!!! Jangan kemana-mana karena aku ingin kamu menjauh dari cucuku. Jangan berani mendekatinya lagi!!!" Ucap Thomas sambil melotot kepada Flair.
Sontak tangis Flair pecah mendengar kata-kata penolakan yang demikian kasar padanya. Penolakan yang keras yang dilontarkan kakek Hadley padanya menunjukkan bahwa sang kakek tidak menyetujui hubungan antara ia dan Hadley.
Setelah berbicara demikian, Thomas melangkah keluar kamar. Tinggallah Flair berdua dengan seorang dokter yang biasa merawat Hadley selama di rumah sakit itu. Dokter itu menghampiri Flair dan memberikan sebuah Amplop panjang kepada Flair.
"Nyonya Baker menitipkan ini padaku agar aku menyampaikan padamu setelah mereka pergi." Ucap Dokter itu.
"Terima kasih,Dok." Jawab Flair.
"Mereka akan melakukan operasi plastik untuk punggung Hadley di sana. Juga operasi di kepala Hadley. Dan akan memulihkan penglihatan Hadley juga." Lajut sang Dokter.
"Mungkin itu yang terbaik dokter. Pasti sangat baik jika Hadley dapat melihat kembali." Sahut Flair sambil mengusap air matanya.
Dokter berjalan keluar ruangan dan Flair mengikutinya.
" Tapi operasi itu bisa menimbulkan efek yang sangat besar. Tapi aku harap itu tidak terjadi." Ucap dokter sambil melepas sarung tangan karetnya dan membuangnya ke tempat sampah bertuliskan bekas alat medis setelah digunakan.
"Efek seperti apa dokter??? Apa yang mungkin bisa terjadi?" Ucap Flair cemas.
"Kemungkinan besar Hadley bisa saja kehilangan separuh ingatannya bahkan seluruh." Ucap Sang Dokter sambil membersihkan kedua tangannya dengan cairan antiseptik yang disediakan di lorong bagian perawatan.
Amplop yang dipegang Flair jatuh ke lantai tanpa Flair sadari. Ia merasa seluruh dinding dan lampu rumah sakit tiba-tiba lenyap dan tinggal ia sendiri di ruangan gelap tanpa cahaya . Hilang ingatan?? Dan ia sendiri tak bisa mendampingi Hadley. Semuanya akan hilang dari ingatan Hadley.
Lamunan Flair mengosongkan pupil matanya. Sehingga ketika dokter itu melambaikan tangannya di depan mata Flair, gadis itu sama sekali tidak berkedip.
Nolan yang berjalan menuju ke arah Flair membuka kancing long coat cokelatnya dan mengkode dokter itu untuk bersedia meninggalkan mereka. Dokter pun tersenyum dan tahu mereka saling kenal, kemudian pergi dari lorong itu. Sementara Nolan mengambil amplop dari Erinka yang dijatuhkan Flair tadi dan menggenggamkannya ke tangan Flair. Ia juga menarik tangan lembut itu dan mencium bibir mungil gadis itu.
Kesadaran Flair seketika kembali karena ciuman yang didaratkan Nolan ke bibirnya. Sontak gadis itu mendorong tubuh Nolan. Namun Nolan makin mendekapnya dan mendorong tubuh Flair ke tembok. Memegang kedua tangan Flair dengan tangan kanannya dan membuat Flair sama sekali tidak bisa bergerak. Dan melanjutkan lumatannya.
Setelah puas Nolan melepaskan Flair dan PPPLAARRR!!! Flair menampar wajah Nolan dengan keras. Nolan hanya diam dan mengusap pipinya yang panas karena tamparan Flair.
"Aku sudah kecanduan, dan aku akan membuatnya menjadi milikku." Ucap Nolan sambil menyeringai sambil menatap bibir mungil itu.
Brengsek!!!! Batin Flair. Flair memang wajah nolan dengan jengkel dan pandangan tajam.
"Aku ke sini hanya untuk melihat keadaanmu, aku rasa kamu masih tangguh dan kuat walau ditinggalkan Hadley. Pipi ini merasakan sekali betapa tangguhnya kamu." Goda Nolan mengusap pipinya sambil tersenyum nakal.
"Sudahlah Hadley pergi untuk berobat, lagi pula ia pulang ke rumahnya bersama keluarganya. Aku rasa ia pasti baik-baik saja. Justru kamu yang perlu mengkhawatirkan dirimu." Jelas Nolan sambil berjalan mengikuti Flair yang berjalan di depannya.
Mendengar di khawatirkan oleh Nolan, Flair membalikkan badan, " Aku??? Mengapa mengkhawatirkan aku? Aku terbiasa melakukan semuanya sendiri!" Ucap Flair pada Nolan dengan ketus.
"Terbiasa ada Hadley yang menjagamu, aku rasa posisi itu kosong sekarang." Goda Nolan sambil mendekat ke Flair.
"Aku tidak butuh pengganti, aku tetap mau Hadley." Balas Flair sambil membuang muka.
"Tapi aku yang butuh." Ucap Nolan sambil memutar kedua pundak Flair, hingga wajah Flair berhadapan dengan wajahnya.
"Maksudmu??" Tanya Flair.
"Posisi Hadley sudah lama kosong karena ia dirawat di rumah sakit ini. Dan untuk sementara aku menunjukmu menggantikan kekosongan itu sampai Hadley pulih dan bisa bekerja lagi." Ucap Nolan menatap mata Flair dalam-dalam.
"Tidak mungkin semudah itu. Aku tidak bisa, aku bukan orang yang tepat!!" Balas Flair sambil melepaskan tangan Nolan dari pundaknya.
"Aku CEO di SWTV, aku bisa melakukan apa saja yang aku mau di sana. Lagi pula kamu akan kesepian, dengan berada di ruangan Hadley aku rasa akan mengobati rasa rindumu padanya." Seringai Nolan makin lebar.
"Sudahlah jangan bercanda!!" Balas Flair masih menolak.
"Terima saja, aku yakin kamu tidak akan menolaknya. Aku akan menyuruh Heidi mengajarimu. Dan aku sendiri juga akan mengontrolmu di sana." Ujar Nolan sambil memberikan sebuah kunci.
Flair menerima kunci itu dengan wajah bingung.
"Itu kunci ruangan Hadley. Ruangan itu terhubung dengan ruanganku. Jika sewaktu-waktu sedang sedih dan membutuhkan pelukan kamu bisa berlari ke arahku. Kamu pasti akan membutuhkannya." Ucap Nolan kali ini dengan senyumnya yang tampan.
Flair menatap kesal dan berlari pergi dari Nolan. Ia terus berlari menyusuri lorong rumah sakit yang panjang sambil menangis. Kata-kata dokter tentang Hadley yang bisa saja lupa ingatan terus terbayang di matanya. Tersengar jelas di telinganya. Ia khawatir dengan hubungannya.
Sampai di taman rumah sakit, Flair ambruk duduk di sebuah kursi panjang. Dengan isak tangis ia membuka perlahan amplop pemberian Erinka. Setelah itu mulai membacanya.
Terima kasih telah menjaga puteraku dengan sangat baik selama ini. Aku sangat bangga dan mungkin di hari tuaku bisa mempercayakan Hadley padamu kelak. Aku yakin jika kamu wanita yang bisa menjaga puteraku dengan sangat baik.
Pagi ini aku diam-diam menjemput mantan mertuaku di bandara tanpa pamit padamu. Aku dak tahu ia mendengar dari siapa tentang kondisi Hadley. Karena selama ini aku tidak menceritakan bahwa Hadley sedang dirawat di rumah sakit.
Thomas itu orangnya sangat pemaksa. Aku tidak bisa berbuat banyak untuk mencegahnya. Aku ibunya bisa sangat mungkin setiap saat berada di sisi Hadley. Aku pasti akan mengabarimu setiap kondisi terbaru Hadley. Karena aku yakin kamu pasti mengkhawatirkannya.
Yang paling menbuatku khawatir tentang keadaan Hadley adalah operasi di kepalanya. Kirimkan aku fotomu agar kelak Hadley tetap bisa mengingatmu. Aku akan menunjukkan wajahmu setiap hari pada Hadley seusai operasi itu dilakukan.
Salam Erinka Baker.
Isi surat itu begitu menyayat batin Flair. Tangisannya semakin menjadi. Terasa tiba-tiba langit runtuh menimpanya. Begitu banyak kejadian tak terduga akhir-akhir ini. Pertengkarannya dengan Fayre, dan sekarang harus terpisah jauh dari Hadley yang sakit. Ditambah operasi yang beresiko besar. Flair menangis kaku menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tak bisa lagi mempedulikan orang-orang di sekitarnya melihatnya menangis seperti itu.
Tiba-tiba seorang laki-laki memutar badannya. Menenggelamkan wajah Flair ke dadanya yang bidang. Flair ingin menolaknya namun ia dipeluk semakin erat dan tenggelam di dada itu.
"Menangislah sepuasmu"
Suara parau Khas Nolan terdengar di telinga Flair.
Rupanya pria ini dari tadi mengikuti Flair.
"Aku sudah bilang, bukan? Kamu pasti membutuhkannya." Lanjut Nolan.
Flair menumpahkan semua di sana. Long Coat Nolan itu sangat basah di bagian dada. Nolan mengusap rambut panjang Flair dengan lembut dan hanya ingin gadis itu merasa nyaman saat ini. Iya nyaman, rasa nyaman yang mungkin bisa mendekatkan Flair padanya.
.
.
.
*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas
untuk tahu judul Novel saya yang lain
Terimakasih untuk vote... untuk cerita kemarin kami tuliskan sebagai pemanasan dulu.... stelah ini akan dimulai inti cerita... lav yea readers tercinta
diusahakan sehari dua atau tiga chapter agar cepat selesai
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT