"Putri, kakak rasa kamu sudah cukup dewasa dan bisa mengerti dengan situasi saat ini. Orang tua kita...." Roy terhenti dan menatap Putri. "Mereka ingin mengakhiri hubungan mereka." Ucapan Roy langsung membuat telinga Putri seakan tidak mau menerima apa yang ia dengar. Putri tidak tau harus berkata apa, masih bingung dan kaget dengan apa yang ia dengar. "Gak kak.. Itu gak mungkin, Mama papa." Ucap Putri terbata-bata.
"Tegarkan hatimu Put, lebih baik sekarang kamu kembali ke kamar. Dan berhentilah menangis di setiap malam. Kakak bisa dengar tangisan kamu, walau didalam kamar." Ucap Roy yang mengelus kepala Putri.
Roy berlalu menuju ke pintu luar, "Ka Roy mau kemana?" Tanya Putri yang sudah menghentikan tangisannya. "Hanya butuh udara segar." Ucap Roy tersenyum. Wira dan Rian sudah dengan cepat menuruni anak tangga, "Boleh kami ikut?" Tanya Rian yang sekarang sudah berada di belakang, Wira pun sudah menyusul di belakang Rian.
Roy menatap kedua adiknya, dan tersenyum. "OK, Pastikan kalian tidak bikin kaka repot." Ucap Roy, Putri menatap saudara laki-lakinya dengan tertegun. "Kamu mau ikut Put?" Ajak Roy dengan Ragu.
Putri ingin sekali ikut, tapi ia merasa lebih baik ia menjauh dan memberikan ruang kepada saudaranya. Ia kembali mengingat kejadian terakhir saat ia mengunjungi Raja dan Rafa, semuanya berakhir dengan kesalahpahaman.
"Ayo, kalau kamu mau ikut." Ajak Wira yang sekarang memegang pergelangan tangan Putri dengan erat. Putri sontak kaget melihat reaksi Wira yang selalu dingin padanya tiba-tiba menjadi sedikit ramah, tapi ia pun merasakan sakit bersamaan, "Auuuu," Rintih Putri, mencoba melepaskan genggaman Wira, tapi Wira yang terlihat bingung semakin tidak melepaskan genggamannya.
"Kamu kenapa Put?" Tanya Wira yang semakin keheranan. Tapi Putri memperlihatkan wajahnya yang meringis kesakitan, luka sayatan di pergelangan tangannya belum benar-benar kering. Dan Wira memegang pergelangannya terlalu erat.
"Put, are you OK?" Ucap Roy yang terlihat khawatir dan mulai mendekati Putri. Wira belum melepaskan genggamannya, kini Wira sadar kalau Putri belakangan ini selalu menggunakan lengan panjang. Wira langsung mengangkat lengan Putri, dan menarik lengan baju Putri hingga ke siku.
Wira dibuat kaget dengan apa yang dilihatnya, tidak hanya Wira bahkan Roy dan Rian sudah mendekati Putri dan mengamati pergelangan tangannya dengan seksama. Putri berhasil melepas genggaman Wira, dan dengan cepat menarik kembali lengan bajunya yang panjang.
"Putri, kenapa dengan pergelangan tanganmu?" Ucap Rian yang sudah sangat dekat dengan Putri, dan kini kembali pergelangan tangan Putri dipegang. Rian pun menarik lengan baju Putri. "Putri apa yang sudah kamu lakukan?"Pertanyaan Wira membuat Putri takut untuk menjawab. Rian masih memegang pergelangan lengan Putri yang terlihat banyak luka sayatan yang masih baru.
"Apa sih yang kamu pikirkan, Put? Lihat ini." Ucap Roy yang sudah melihat banyak sayatan di pergelangan tangan Putri. Putri sudah tidak bisa menutupinya lagi, dia pun sudah tidak bisa melakukan perlawanan, ketiga kakaknya sudah mengelilinginya. Sekuat apapun Putri menutupinya, mereka sudah mengetahuinya.
Roy langsung merangkul Putri, dan mengarahkan Putri untuk duduk di bangku panjang terdekat. "Rian, tolong ambil kotak P3K di belakang." Perintah Roy, yang masih memperhatikan luka sayatan Putri yang sudah mulai memprihatinkan.
Putri dan Roy duduk bersampingan, Roy masih merangkul adiknya dengan sangat erat. Wira berlutut tepat dihadapan Putri. Kemudian mengambil pergelangan tangan Putri dengan hati-hati.
Wira memperhatikan sayatan yang ada dipergelangan adiknya, setidaknya ada belasan sayatan yang terlihat. Luka sayatan itu sepenuhnya belum kering, beberapa sayatan terlihat masih sangat merah, beberapa mengeluarkan sedikit rembesan darah dan terlihat sangat bengkak.
Putri hanya bisa tertunduk malu, sepertinya dia sudah siap dengan semua amarah kakak-kakaknya akan perbuatannya. Wira menarik bangku kecil, kini Wira sudah tidak berlutut tapi tetap berada di depan Putri. "Putri, bisa-bisanya kamu melakukan hal gila seperti ini?" Tanya Wira masih menatap ngeri ke arah sayatan Putri.
"Maaf ka, maafin Putri." Ucap Putri dengan pelan. Tidak lama Rian muncul dan meletakkan kotak P3K di samping Roy. Roy mulai mencari-cari kapas, dan alkohol. Mulai menuangkan sedikit alkohol ke kapas yang dia ambil.
"Sini Ka Roy, biar Wira saja." Ucap Wira menawarkan diri. "Putri, jangan pernah berpikir untuk melakukan hal ini lagi OK." Rian mulai menceramahi Putri yang masih menahan sakit, ketika kapas yang sudah dibubuhi alkohol bersentuhan dengan luka sayatannya.
"Kamu tau Put, kamu membuat kami semakin khawatir dengan sikapmu ini." Wira menimpali dan masih sibuk membersihkan luka sayatan Putri. "Sekali lagi maafin Putri ya Ka Wira, Ka Rian, dan juga ka Roy. Putri hanya gak mau jadi beban kalian, Putri tau selama ini Putri sudah buat banyak masalah di keluarga ini." Ucap Putri dan mulai menangis lagi.
"Put, kau tidak benar-benar menganggap serius ucapan Raja kan." Wira menatap Putri dengan wajah serius. "Ada apa dengan Raja?"Tanya Roy bingung. Terdengar suara rintihan Putri yang masih menahan sakit, saat lukanya dibersihkan.
"Hanya sedikit kesalah pahaman saja sebenarnya." Rian membantu menjawab. "Aku pikir kau sudah bisa lebih dewasa, setelah masalah Mega dan sekarang ini?" Ucap Wira dengan kesal sekarang sedikit menekan luka sayatan Putri. Dan Putri tau Wira kecewa dengannya.
"Tunggu, sebenarnya ada masalah apa lagi ini?" Tanya Roy yang masih bingung, "Seharusnya sebagai kakak kalian yang paling tua, kalian harusnya bisa info kalau ada masalah." Roy terlihat kesal, karena dia tidak tau menau ada masalah lain yan terjadi.
"Tenang Roy, kita bakal cerita kok." Jelas Rian. Wira memberikan obat betadin di luka sayatan Putri. "Aku rasa ini cukup, dan besok kamu harus ke dokter ya Put. Buat mastiin aja, lukanya tidak menjadi infeksi." Ucap Wira yang mulai merapikan peralatan P3K.
"OK, kita gak akan kemana-mana malam ini, aku rasa kalian semua sudah lelah." Ucap Roy memberikan instruksi. "Dan Kamu Putri, aku akan ambilkan obat penenang milik papa. Itu akan membuat tidurmu lebih nyaman." Ucap Roy melanjutkan dan berlalu meninggalkan ruangan keluarga.
"Put, kamu harus janji. Gak akan pernah melakukan tindakan bodoh seperti ini." Ucap Rian, sekarang merangkul adiknya. Putri Pun bersandar di bahu Rian, menyeka airmatanya. Berkali-kali mengatakan bahwa dirinya sangat bodoh dan terlalu egois memikirkan diri sendiri.
Tidak lama Roy kembali keruangan keluarga, dan membawa obat penenang untuk diberikan kepada Putri, setidaknya Roy sudah mengurangi dosisnya. Mereka bertiga mengantar Putri kekamarnya usai meminum obat, memastikan Putri tidak melakukan tindakan bodohnya lagi. Rian bahkan sudah menemukan pisau carter yang digunakan Putri untuk menyakiti dirinya sendiri, Rian menyita dan langsung menyingkirkan dari kamar Putri.
Obat itu bereaksi dengan sangat cepat, Putri merasakan rasa ngantuk dan lelah pada kedua matanya yang hampir setiap hari menangis. Putri bahkan tidak sadar bahwa dirinya sudah larut tertidur dikamarnya.