"Tuan Alucard,"
Alucard menghentikan langkahnya ketika mendengar seseorang yang memanggil namanya.
Terlihat sang gadis Elf berlari kecil menyusul dirinya di halaman Mansion.
"Kau mau ke mana?"
"Bukan urusanmu."
Miya menghela napas. "Aku tahu ini bukan urusanku. Aku hanya bertanya. Bisa kan kau menjawab pertanyaanku dengan nada yang baik?"
Alucard terdiam sejenak lalu berkata dengan intonasi yang lebih rendah seperti yang gadis itu minta. "Aku mau jalan-jalan ke desa, aku butuh sendiri."
"Um, kau tidak bersama Ruby?"
"Dia sedang bersama Kagura dan yang lain. Ada apa menghentikanku?"
"Boleh aku ikut denganmu? Ada hal yang ingin kubicarakan."
"Putri Miya, tolong, aku ingin sendiri."
"Di sini aku bukan seorang Putri, jadi panggil aku Miya saja," sahut Miya cepat.
"Baiklah, Miya, kau tidak bisa ikut denganku," tolak Alucard.
"Tapi ada yang ingin kubicarakan denganmu. Biarkan aku ikut."
Alucard melihat keinginan yang besar dari sorot mata Miya. Gadis itu benar-benar keras kepala. Mau tak mau Alucard menimbang-nimbang sejenak lalu memutuskannya dengan menganggukkan kepala.
Senyum Miya langsung merekah menghiasi wajahnya yang polos dan cantik alami. Dia berjalan menemani Alucard keluar Mansion dan memandunya menuju desa terdekat.
Tak lama sampailah mereka di sebuah desa yang agak ramai penduduknya. Banyak orang-orang yang beraktifitas. Terlihat para pedagang berkumpul di satu tempat untuk menjual berbagai dagangan mereka. Mereka menyebutnya pasar dusun. Di tiap-tiap desa memang memiliki pasar tersendiri di dalamnya walaupun kecil.
Alucard berjalan santai sambil mengamati aktifitas penduduk dan seisi di desa itu. Ada pula kedai, tempat khusus bermain kartu, pondok belajar, pendopo, tempat ibadah, toko sandang dan peralatan aneka pekerjaan, dan tempat penempaan. Orang-orang yang berpapasan dengannya dan Miya pun dengan senang hati menyapa mereka karena kunjungan para Nobilium Kerajaan di desa tempat mereka tinggal tidak dapat mereka lihat setiap harinya.
Akhirnya, Miya mengajak Alucard untuk singgah di salah satu kedai. Pemilik kedai melayani mereka dengan ramah. Miya bersikeras memilih duduk di dekat jendela kayu supaya bisa memandangi suasana di luar. Dan dia memesan teh dan roti untuk camilan sepanjang percakapan mereka.
"Tiap kakakku berkunjung ke sini, dia selalu mampir di kedai ini. Rotinya enak sekali, di luar kelihatan keras tapi lembut saat dikunyah. Kau harus mencobanya."
Miya memotongkan sedikit rotinya dan berusaha menyuapkannya pada Alucard. Belum sampai dia menyuapkannya, tangannya mendadak terpaku di udara. Alucard bergeming dan menatap gadis itu dengan wajah datarnya.
"Ah, maaf. Aku tak bermaksud lain," ucap Miya tiba-tiba.
Lalu Alucard mengambil potongan roti dari tangan Miya dan memakannya. Memang benar yang gadis itu katakan. Roti itu memang sangat enak.
Miya merasa senang dan menunggu penilaian pemuda itu tentang pilihan makanannya.
"Kau benar. Ini memang enak," kata Alucard setelahnya.
"Aku yakin kau pasti akan suka."
"Katakan apa yang ingin kaubicarakan."
Miya mengunyah sepotong rotinya lalu menatap pemuda yang duduk di depannya. Pemuda itu memang tidak suka basa-basi. Tapi hal itulah yang membuatnya menarik dan juga misterius. Setidaknya itu yang Miya rasakan dari sosok sang Demon Hunter ini.
"Tuan, apa kau membenciku?"
Alucard menyesap tehnya sebentar lalu mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
"Dari awal kau datang kau nampak tidak suka melihatku. Aku hanya ingin memastikannya lebih dulu apa yang membuatmu begitu membenciku?"
"Kurasa kau keliru. Untuk apa aku membenci seseorang yang tidak punya urusan denganku?"
"Itu yang kulihat darimu. Dari tatapanmu, dari cara bicaramu, sikapmu. Semuanya."
Alucard membuang napas lelah. "Aku tidak membencimu, Miya. Aku memang begini."
"Ya, baiklah. Kuanggap kau berkata jujur. Tapi kuharap apa yang ingin kutanyakan ini tidak akan membuatmu marah."
"Katakan."
"Aku sudah mendengar dari kakakku tentang tujuanmu datang ke sini. Kau dan Ruby memang berusaha menyelesaikan misi, bukan? Dan itu berhubungan dengan peristiwa ratusan tahun yang lalu. Perang besar yang menyerang hingga empat kerajaan terbesar dari masing-masing penjuru dunia. Kau juga sedang mencari keluargamu, kan? Seseorang yang terlibat dalam penyerangan itu."
Alucard terdiam sejenak. Dia sudah berpikir, cepat atau lambat sang gadis Elf pasti akan segera mengetahuinya dari sang raja muda Estes. Sekarang tak ada gunanya lagi dia menutupi sesuatu yang sudah diketahui orang lain.
"Benar," kata pemuda itu kemudian, "tapi yang kucari sudah tiada. Aku memang sudah menduganya, dan aku terlalu berharap dia masih hidup."
"Tuan, ijinkan aku membantumu," ucap Miya serius.
"Maksudmu??"
"Aku tahu apa yang akan kauhadapi nanti. Jika kau berhasil menyelesaikan misimu di sini maka kau akan bisa menyelamatkan semua nyawa yang tak berdosa. Misimu adalah... mencari jawaban dari sebuah pesan keluargamu yang kaubilang sudah tiada. Dari sanalah kau bisa mengetahui semua tentang Dark Witch. Benar bukan?"
"Bukan hanya Dark Witch, tapi semua yang ingin kubinasakan," sahut Alucard.
Miya menatap mata tajam Alucard penuh keyakinan. "Kau dan Ruby tidak bisa menghadapinya sendiri. Harus ada yang membantumu, Tuan."
"Kami tidak butuh bantuanmu. Terima kasih."
"Dan kau pikir penyihir itu hanya masalahmu seorang? Dia masalah bagi semua orang di dunia ini. Dan hanya orang-orang seperti kita yang bisa menolong orang-orang itu."
"Kenapa tiba-tiba kau begitu tertarik dengan kami? Apa yang sebenarnya yang kauinginkan?"
Miya menggeleng. "Kau sendiri pasti tahu, banyak orang dan peri penyembuh lenyap secara misterius. Kami, para Nobilium juga sedang membantu menyelidiki masalah ini tapi kami belum menemukan petunjuk apapun. Dan di sini kau satu-satunya Demon Hunter di Mansion kami, jujur kami juga membutuhkan bantuanmu."
"Omong kosong. Itu hanya kemauanmu saja. Banyak orang yang membicarakan Nobilium dari mulut ke mulut. Yang kutahu mereka istimewa. Mereka juga belajar dan dilatih secara khusus. Mereka kuat dan memiliki bakat yang tak dimiliki oleh orang lain. Kenapa kalian harus sampai meminta bantuanku? Apa kalian tidak cukup kuat?" seloroh Alucard dengan nada menyindir.
"Memang benar ini adalah permintaan pribadi dariku. Dan bukan tanpa sebab aku mengatakannya. Kau adalah sang Demon Hunter, tentu instingmu lebih kuat dari kami semua. Dengan kemampuanmu itu aku yakin kami bisa menemukan petunjuk."
"Memang apa yang kauyakini?"
"Aku meyakini ada iblis lain di sekitar kita yang menyebabkan menghilangnya penduduk dan para peri penyembuh, namun aku tidak bisa merasakan kehadirannya."
Alucard tak menyanggah. Dia akui Miya memang berbeda dan cukup cerdas. Tapi itu tidak akan menggoyahkan niatnya untuk pergi dari Calestine Land setelah bertemu dengan Flavian nanti.
"Untuk itu aku memintamu tetap di sini. Dan kalaupun kau harus pergi, aku akan ikut denganmu. Dengan begitu aku bisa menyelamatkan dan memenuhi janjiku pada para peri yang menghilang. Kakakku sudah banyak memikirkan tugasnya dan aku akan membantunya dengan memenuhi tanggungjawabku pada rakyatku. Para peri itu adalah rakyatku. Hanya dengan cara ini, Tuan. Ijinkan aku ikut bersamamu dan Ruby."
Alucard tercengang melihat Miya menunduk hormat padanya. Tak seperti Putri yang lain, gadis ini bahkan rela memberi hormat pada seorang biasa hanya demi mendapat persetujuan. Sang Demon Hunter tak tahu harus menjawab apa. Rencananya dengan Ruby mungkin akan menjadi berantakan karena gadis ini.
"Kau tidak harus menjawabnya sekarang, kuyakin kita masih memiliki waktu seperti saat ini," tutur Miya. Dia melanjutkan memakan rotinya.
Alucard memandang keluar jendela yang terbuka. Penduduk desa masih dengan kesibukannya masing-masing. Kata-kata Miya masih berputar-putar di kepalanya. Apa mungkin dia dan Ruby tidak cukup kuat jika datang saatnya mereka bertemu dengan Dark Witch?
Merasa pening, Alucard menenggak tehnya hingga tandas. Sepertinya dia akan memikirkan kembali ucapan Miya barusan.