Pagi-pagi sekali, semua mahasiswa sibuk membenahi barang bawaan mereka.
"Dit, barang-barang kamu udah beres belum?" tanya Anisa.
"Kalian duluan aja, deh. Aku masih mau mengecek ulang, takut ada yang ketinggalan."
"Ya ampun, Dit. Kamu kan, udah mengecek berkali-kali." keluh Yuni.
"Kalian kan tahu aku pelupa. Kalau sampai ada yang ketinggalan bagaimana? Kan nggak mungkin aku kembali lagi kesini." kata Ditya. "Kalian ke mobil aja dulu, nanti aku menyusul sebentar lagi."
"Ok." kata Niar. Mereka berempat pergi meninggalkan Ditya.
Sesampainya di parkiran mobil, masing-masing senior mengecek kehadiran adik tingkatnya.
"Coba tolong dicek teman-temannya. Ada yang belum naik, nggak?" tanya Dewa.
Desta melihat Yuni, Niar, Anisa dan Triana menghampiri mobil. Namun dia tidak melihat Ditya.
"Yun, kemana Ditya?" tanya Desta.
"Masih di barak, Kak. Dia masih mengecek barang-barangnya." jawab Yuni.
"Ada apa, Des?" tanya Putra
"Kalian tunggu disini, ya. Aku mau menyusul Ditya." kata Desta.
"Ditya masih di barak? Anak itu, selalu saja merepotkan." omel Putra. "Biar aku yang menyusul dia."
Putra kembali lagi ke barak perempuan, dan di saat yang bersamaan Randy juga datang dari arah berlawanan.
"Ditya . . ." panggil Randy dan Putra bersamaan.
"Sedang apa kalian disini?" tanya Ditya sambil berdiri menggendong ransel dan membawa tas jinjing di kedua tangannya.
"Tadi teman-teman kamu bilang katanya kamu masih disini. Sebentar lagi mobilnya akan berangkat jadi aku datang kesini untuk menyusul kamu." kata Putra canggung. Dia tidak menyangka bahwa Randy juga akan datang kesini.
"Mau berangkat?" tanya Ditya panik. "Kalau begitu ayo kita kesana!"
"Dit, sini kakak bantu bawain tas kamu. Barang bawaan kamu banyak sekali." kata Randy menawarkan bantuan.
"Biar aku aja yang bawa, Kak." pinta Putra. "Kami kan satu bis. Putra buru-buru menambahkan ketika Randy menatapnya curiga.
"Udah biar aku yang bawa." kata Ditya sambil mulai berjalan.
"Nggak." kata Randy dan Putra kompak. Mereka berdua langsung merebut masing-masing satu tas yang tadi dipegang oleh Ditya.
"Wow! Kalian kompak sekali." kata Ditya kaget.
"Ayo, Dit, kita pergi." ajak Randy.
Mereka pun beranjak menuju bis. Begitu sampai di parkiran, orang-orang melihat ke arah mereka bertiga.
"Luar biasa Ditya." kata Ade. "Kedua laki-laki itu bahkan rela menyusul dan membawakan tasnya."
"Maaf ya kak, aku terlambat." kata Ditya kepada senior-seniornya.
"Ya, nggak apa-apa, Dit. Ya udah kamu masuk ke dalam, biar tasnya kami letakkan di bagasi." kata Desta ramah.
"Ok." kata Ditya, "Kak Randy terimakasih ya atas bantuannya. Maaf merepotkan."
"Iya, Dit. Take it easy." kata Randy tersenyum. "Kalau begitu kakak pamit duluan ya, Dit."
"Iya, Kak. Hati-hati ya, jangan mengebut!"
'Huh, coba lihat itu. Apa dia lupa kalau aku juga membawakan tasnya? Dan dia justru berterimakasih hanya kepada Kak Randy?' omel Putra dalam hati.
Ditya menoleh ke arah Putra, "Terimakasih juga ya, Kak, udah repot-repot membawakan tas aku."
"Apa kamu bilang? Apa aku nggak salah dengar?" tanya Putra kaget.
"Kenapa? Apa kakak pikir aku itu adalah makhluk yang tidak tahu berterima kasih?" tanya Ditya sinis sambil berlalu pergi ke tempat duduknya.
"Kamu, tuh, Put. Selalu aja cari ribut sama Ditya." keluh Desta.
Setelah semuanya naik ke dalam bis, sang supir menjalankan mobilnya. Semua orang terlihat sangat kelelahan. Karena kondisi bis penuh, jadi beberapa senior laki-laki harus berdiri di dalam bis. Mereka adalah Desta, Putra, Ade, Rama dan Rizal. Kelimanya berdiri dekat pintu belakang bis tepatnya dekat dengan tempat duduk Ditya.
Ditya masih merasa tidak enak badan. Dia mencoba memejamkan matanya agar bisa beristirahat lagi. Putra yang daritadi memperhatikannya berpikir kalau Ditya tukang tidur. Lalu dia berkata pada Niar, "Teman kamu yang super judes itu punya hobi tidur ya?"
Niar tidak sadar kalau Ditya tertidur. Lalu dia menyentuh kening Ditya. "Badannya panas, Kak. Sepertinya dia masih sakit."
"Yang benar? Dia nggak minum obat?" tanya Desta khawatir.
"Kurang tahu saya kak." kata Niar.
"Ternyata dia bisa juga sakit." ledek Putra. Sebenarnya dalam hati dia merasa khawatir kepada Ditya.
Cuaca hari ini cukup terik. Panas matahari yang menembus kaca jendela bis, terasa ke kulit. Sinar matahari itu mengenai wajah Ditya dari arah seberang. Putra yang menyadari hal itu menghalangi sinar matahari dengan badannya diam-diam sehingga Ditya tidak kepanasan.