Yoona baru saja selesai mandi dan sudah rapi dengan piyama motif macan koleksi terbarunya. Ia duduk di lantai bersandar pada tempat tidur, disampingnya Yong Bin sudah tertidur pulas di atas tempat tidur dengan sesekali mengigau ria—mungkin tengah memimpikan kisah bahagianya bersama teman-temannya. Malam yang sudah semakin larut membuat suasana kamar itu terasa senyap.
`
`
Yoona mulai mengotak atik ponselnya tanpa arah. Membuka sosial media miliknya yang tidak pernah ia gunakan untuk dirinya, hanya sekadar melihat postingan terbaru milik orang lain. Sesuai yang ia duga, hampir dari setiap postingan berupa wajah sang artis senior—ayah Sehun, membuatnya kembali teringat pada kondisi ibu pria itu. Jangan-jangan penyebab ibunya menjadi seperti itu karena sikap buruk ayahnya? Pikir Yoona. Tapi beriringan dengan itu ia juga kembali mengingat perkataan terakhir Sehun untuknya. Kau tahu? Aku hampir saja menciummu. Lagi-lagi Yoona kejang-kejang karena kalimat menjijikan itu.
`
`
Udara dingin perlahan membuatnya gelisah. Ia langsung bangkit lalu melangkah keluar dari kamarnya. kakinya bergerak santai menuju dapur dan siap menyeduh teh hangat. Diatas meja dapur ia mengaduk teh hangatnya yang sudah ia campur dengan beberapa sendok gula. Sedikit termenung, ia angkat sendok dari gelas lalu berbalik menuju wastafel untuk mencuci sendok itu.
"Ini terlalu manis." belum juga selesai mencuci sendok, suara itu lebih dulu membuatnya menjatuhkan sendok dari tangannya. Ketika ia berbalik, tampaklah Sehun disana yang tengah menyesap teh miliknya. "kau bisa terkena diabetes jika minum teh semanis ini." tak menghiraukan raut kesal diwajah Yoona, ia malah membawa cangkir teh itu bersamanya dan berakhir duduk di depan televisi—yang lampu ruangan itu sengaja tak ia nyalakan. Hanya bisa menggelengkan kepala, Yoona pun kembali membuat teh di cangkir lainnya.
`
`
Sepertinya pada malam itu keduanya mengalami kesulitan untuk tidur. Itu karena mereka masih tampak santai menyaksikan siaran televisi. Tanpa cahaya lampu diruangan itu, menikmati tontonan mereka dengan santai. Beberapa kali Sehun mengganti siaran televisi karena tengah memperlihatkan wajah ayahnya. Yoona mencoba menahan mulutnya walau kini sudah sangat banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan.
"Bukankah pernikahannya besok?" tapi mulutnya yang memang sulit dikontrol sudah lebih dulu menanyakannya.
"Oo." hanya itu jawaban Sehun.
"Kau akan pergi kan?"
"Mmm." hening. Yoona tak lagi bertanya. Sehun mengerutkan keningnya. Tak biasanya Yoona diam disaat bertanya ini itu. Sehun alihkan pandangannya ke wajah Yoona, ternyata gadis itu tengah menatapnya. "wae?" tanya Sehun.
"Kau baik-baik saja?" ya, Yoona masih mengkhawatirkan Sehun.
"Memangnya aku kenapa?" Sehun menatapnya dengan tatapan yang, entahlah. Tatapan itu tampak berbeda. Yoona tidak pernah menerima tatapan yang seperti itu sebelumnya. Tatapan itu terlalu tenang tapi menjerat. Yoona menjadi sulit untuk membalas perkataan itu. Tidak mungkin untuknya melanjutkan.
"Tidurlah." Yoona yang berniat bangkit dari sofa kembali terduduk karena Sehun menahan tangannya. Yoona kaget bukan main dan langsung menatap Sehun dengan sorot mata meminta permintaan. Tapi yang ia dapat, Sehun masih saja dengan tatapannya yang tak terbaca, namun semakin menghanyutkan.
"Kau mengkhawatirkanku?" ia bertanya dengan nada terendah yang terdengar lembut. Jujur, ketika itu tanpa alasan Yoona mulai merasa gugup. Apalagi Sehun masih menggenggam tangannya dan sepertinya tak berniat untuk melepaskannya.
"Ya, aku mengkhawatirkanmu." jawab Yoona bersikap tenang.
"Kenapa? Kenapa kau mengkhawatirkanku?" pertanyaan itu membuat Yoona kikuk. Ia mendadak bingung harus menjawab apa, ditambah Sehun masih menatapnya dengan sorot mata yang sangat sulit untuk dimengerti.
"Itu.. Karena.." ditengah kebingungannya, Yoona mendadak mendapatkan jawaban terbaik. "seperti yang tadinya aku katakan. Karena kita sudah seperti keluarga." sorot mata Sehun melemah.
"Aa, begitu?" Yoona mengangguk. "yasudah, pergilah. Bukankah kau mau tidur." ujarnya yang sudah duduk berselonjor dengan kaki diatas meja, tentu tak lagi menggenggam tangan Yoona. Yoona meliriknya kesal, Sehun memang selalu seperti itu. Ia bisa berubah kapan saja—bahkan dalam sepersekian detik.
`
`
`
--
`
`
`
Pagi itu Yoona tidak melihat keberadaan Yong Bin disampingnya. Mungkin dia sudah berangkat sekolah. Begitulah yang Yoona pikirkan, mengingat selarut apa ia tidur tadi malam. Masih setengah sadar ia keluar dari kamar, masih dengan wujudnya yang sangat kacau. Bahkan wajah manisnya nyaris tersamarkan dengan kondisi kusutnya. Pemandangan di pagi itu tampak asing. Biasanya dirinya akan mendapatkan kelima pria yang tinggal disana sarapan bersama. Tapi yang terlihat hanya Ji Soo seorang.
"Nuna, mari sarapan denganku. Aku buat roti bakar." panggil Ji Soo ketika mendengar suara pintu kamar Yoona terbuka. "aish, kau kacau sekali."
"Kemana yang lain?" tanya Yoona seraya duduk dihadapan Ji Soo dengan tangannya yang aktif menggaruk kepalanya dan siap meraih roti bakarnya.
"Cuci dulu tanganmu! Aish! Kau jorok sekali!" teriak Ji Soo frustasi, sudah lebih dulu menyelamatkan si roti bakar dari tangan Yoona.
"Tanganku tidak kotor!" bentak Yoona sekalian menguap.
"Hah, apa kau wanita? Aku baru tahu ada wanita sekotor ini!"
"Apa katamu! Aku kotor?! Im Yoona yang cantik ini kotor?!! Hah, yang benar saja! Aku ini super—"
"Super kotor." seru empat orang pria yang sedang melangkah menuju meja makan.
"Bahkan super super super kotor." tambah Kwang Soo dengan mimik wajahnya yang semakin mendukung perkataannya. Jun Yeol dan Jong Suk tersenyum geli melihat mulut Yoona yang bergetar seakan sedang memakin dalam hati. Sedangkan Sehun hanya diam, duduk manis dan mengunyah roti bakar miliknya dengan tenang. Tunggu! Sehun mengenakan setelan jas!
"Jam berapa acaranya?" tanya Jong Suk ke Sehun, tidak menghiraukan suara amukan dari Yoona.
"Mungkin jam 9, atau jam 10. Entahlah, aku tidak tahu." jawab Sehun tampak tak peduli.
"Cepat cuci tanganmu.." erang Kwang Soo untuk kesekian kalinya.
"Baiklah.. Baiklah.." Yoona bangkit dari kursinya, gerak kakinya yang malas terseret di lantai. Ia berdiri di hadapan wastafel dapur dan langsung bermain air disana.
"Pakai sabun!" bentak Kwang Soo ketika melihat Yoona yang hendak pergi tanpa menggunakan sabun. Tampak menahan kesal, Yoona kembali ke wastafel lalu melakukan apa yang Kwang Soo perintahkan. "eish.. Yong Bin jauh lebih mudah dari padamu." grutu Kwang Soo, mulai menikmati sarapannya. Baru saja Yoona duduk, Sehun berdiri dengan raut wajah tak bersemangat.
"Aku pergi dulu." ujar Sehun diakhiri dengan helaan nafasnya. Semua yang ada disana terdiam sejenak mengamati kepergian tubuh atletis yang dibaluti setelan jas itu. Usai mobil Sehun benar-benar meninggalkan rumah, barulah mereka bersuara.
"Kita tidak diundang?" tanya Jun Yeol dengan mulut penuhnya.
"Itu juga yang ingin aku tanyakan." gumam Jong Suk.
"Pasti banyak selebriti yang datang, wah.. Dia tega sekali tidak mengundang kita." sahut Ji Soo menggelengkan kepalanya penuh kecewa.
"Sebenarnya kita diundang.." perkataan Kwang Soo membuat mereka semua menatapnya terbodoh. "tapi lebih baik kita tidak kesana."
"Kenapa oppa? Padahal aku sudah berangan-angan akan seperti apa pernikahannya." yang lain mengangguk mengiyakan perkataan Yoona.
"Bahkan Sehun saja enggan untuk kesana.. Tidak! Pokoknya kita tidak boleh kesana. Kalian tidak lihat tadi? Sehun sama sekali tidak tampak bahagia." mereka kembali mengangguk merasa perkataan Kwang Soo ada benarnya.
"Aa, itu.. Mengenai ibu Sehun." mendadak Yoona teringat pada ibu kandung Sehun. "apa kalian tahu kalau ibu Sehun dirawat di rumah sakit jiwa?" tidak ada satupun dari mereka yang kaget, mereka tampak tenang seakan itu bukanlah berita besar. Mereka diam sejenak menatap Yoona.
"Kenapa? Kau sudah tahu?" tanya Jong Suk setelah meneguk kopi hangatnya.
"Apa? Tunggu. Kalian sudah tahu ini?" lagi-lagi mereka mengangguk. "Apaan ini! Kenapa tidak ada yang memberitahuku!"
"Kau tidak pernah bertanya.." jawab Jong Suk dengan lembut seperti biasa. Yoona merengut sejenak sebelum kembali bertanya.
"Lalu, kalian tau penyebab ibunya seperti itu?" mereka tampak tidak ingin menjawab, atau mungkin ikut bersedih dengan apa yang ibu Sehun alami. "kenapa hanya diam? Jawab pertanyaanku.." mereka masih memilih diam dan berusaha mengunyah sarapan mereka dengan santai. "oppa!!!" Yoona menghantam meja dengan kedua kepalan tangannya. Kontras mereka yang tengah mengunyah terbatuk masal.
"Yak!" Kwang Soo nyaris melempar roti bakarnya ke wajah Yoona.
"Karena ayahnya.. Karena ayahnya!" ujar Jun Yeol menahan kesal.
"Ayahnya? Kenapa begitu?" sepertinya Yoona belum paham.
"Aish, memangnya nuna mau diduakan? Ditigakan?" sambar Ji Soo tak kuat melihat kebodohan Yoona.
"Tepat ketika ayah Sehun memutuskan untuk kembali menikah, pada saat itulah ibu Sehun sakit." akhirnya Jong Suk berniat menjelaskannya. "sebenarnya ini adalah pernikahan keempat ayahnya. Di pernikahan kedua—dimana ibu Sehun adalah istri pertama—ibu Sehun masih bisa menerima keputusan suaminya itu. Tetapi hanya berselang 1 tahun, suaminya kembali menikahi seorang gadis muda. Ketika itulah ibu Sehun merasa sangat terguncang, apalagi selama pernikahan mereka, suaminya tidak pernah bersikap adil padanya, apalagi pada Sehun. Istri keduanya meninggal dunia dikarenakan sakit parah, itu terjadi 2 bulan yang lalu, tetapi tidak ada yang mengetahui itu."
"Wah, hanya dalam 2 bulan dia sudah menemukan wanita lain? Haha.. Lalu bagaimana dengan istri ketiganya?"
"Seperti yang pernah Sehun katakan. Sepertinya isterinya itu baik-baik saja, selagi ayahnya lancar mengirim uang bulanan." perkataan Jong Suk membuat semua yang ada ruangan itu menghela nafas, merasa miris dengan tingkah kakek tua itu—alias ayah Sehun.
"Anehnya, kakek tua kempot seperti itu kenapa laku terus?!!" Kwang Soo terbakar emosi. "karena uangnya? Cih!" selain Kwang Soo, mereka mendadak menegang menatap seseorang yang berada di belakang Kwang Soo—yang baru saja masuk melewati pintu samping rumah itu. "kalau saja aku anaknya, aku tidak akan menganggapnya sebagai ayahku! Sangat memalukan!" mereka tampak gelisah, tetapi Kwang Soo seakan belum puas mencaci. "kakek tua itu terlalu—"
"Makan saja rotimu!"
"Makan!" Yoona dan Ji Soo menyumpel mulut Kwang Soo dengan sisa roti bakar miliknya.
"Sehun-a, kenapa kau kembali? Ada yang tertinggal?" sapa Jong Suk berusaha tampak natural.
"Mmm, aku lupa membawa kadonya." sahut Sehun tanpa menghentikan langkahnya yang kini sudah menaiki tangga menuju kamarnya. Kwang Soo diam tak berkutik, tak mampu mengunyah roti yang memenuhi mulutnya. Tak lama dari itu Sehun kembali turun dari kamarnya dengan beberapa macam buku di tangannya. "aku pergi dulu." pamitnya tanpa melihat kearah mereka. Suara kepergian mobilnya meninggalkan suara helaan nafas mereka.
"Kalian ada dengar suara mobilnya masuk ke halaman rumah?" tanya Kwang Soo kesusahan—karena roti didalam mulutnya. Mereka menggeleng serentak.
`
`
`
--
`
`
`
Terlalu memalukan untuk melihat wajah ayahnya, Sehun memilih duduk di paling pojok jauh dari keluarganya. Mengamati senyum bahagia ayahnya dengan miris. Bagaimana bisa dia sebahagia itu? Apa dia benar-benar sudah melupakan eomma? Matanya terasa panas, sesaat ia merasa sesak, amarah membuatnya menjadi gelisah. Terlalu menyesakkan berada di ruangan itu, Sehun segera melangkah keluar dari sana. Berdiri di sebuah koridor dengan dinding kaca yang memperlihatkan bangunan di sekitarnya.
`
`
Ia mencoba menarik nafas dengan tenang, berusaha bersabar walau kenyataannya saat ini ia sangat ingin memukul seseorang, dan jika diperbolehkan, orang itu adalah ayahnya. Mengenai perkataan Kwang Soo tadi? Ya, dia mendengarnya. Marah? Tentu saja tidak, Perkataan Kwang Soo benar 100%. Jika saja ia memiliki keberanian, ia akan mengatakan kata-kata yang sama pada kakek tua itu. Tetapi ia terlalu baik untuk melakukannya. Bagaimanapun juga kakek tua itu tetaplah ayahnya.
"Aku sedang sibuk, besok saja." suara seseorang di sudut koridor menyadarkan Sehun dari lamunnya. Sehun lihat seorang pria tengah berbincang melalui ponselnya—tidak terlalu jauh dari Sehun, hanya berjarak 3 meter saja. "terserah kau, lakukan sesukamu. Lagi pula ini sudah sangat lama, kita harus kembali menerornya. Jangan membuatnya lengah." Sehun tidak ingin menguping, tapi wajah pria itu mengingatkannya pada seseorang. "jadi dia masih tinggal di kosan itu?" kening Sehun mengerut. "hah, dia sama saja dengan pelacur itu. Bagaimana bisa seorang wanita tinggal bersama banyak pria. Anak dan ibu sama saja." rahang Sehun menegang. Gairah untuk memukul memburu Sehun. Tadinya ia sudah berusaha mereda amarahnya pada ayahnya, tapi kini, setelah mendengar perkataan pria itu, apalagi kini ia sudah berhasil mengingat wajah itu. Seluruh darah didalam tubuhnya mendidih. Ia gerah akan amarah. Ia buka kancing jasnya, melonggarkan dasinya juga membuka kancing kemeja teratasnya dan tak lupa melipat lengan kemejanya. "adiknya? Maksudmu si Yong Bin? Memangnya apa yang akan kau lakukan pada bocah itu? Menculiknya? Terserahmu. Lakukan apa yang kau—" Brukkk! Perkataan pria itu sudah lebih dulu di bungkam oleh Sehun. Belum juga pria itu menoleh padanya, Sehun kembali melayangkan kepalan tangannya di wajah menjijikan itu.
`
`
`
--
`
`
"Apaan ini, kenapa kalian masih disini? Tidak kerja? Ji Soo, kenapa kau belum berangkat ke kampus!" ujar Yoona setelah menendang kaki Ji Soo lalu duduk di sofa yang kosong. Di sofa lainnya Ji Soo berselonjor malas bersama Jong Suk dan Jun Yeol. Saat itu mereka tengah menonton berita di televisi—karena masih terlalu pagi untuk memutar film.
"Aku sedang tidak bergairah untuk belajar.." mereka berdecak geli mendengar jawaban Ji Soo.
"Lalu kenapa para ahjussi ini tidak kerja?" tanya Yoona ke Ji Soo—bermaksud bercanda.
"Mereka juga sedang tidak bergairah untuk bekerja.." kedua ahjussi itu tertawa kecil mendengarnya—atau mungkin juga mengiyakan jawaban itu.
"Aa, dimana Kwang Soo oppa?" Yoona baru menyadari itu, karena sebelumnya ia berada dikamar untuk mandi dan kini sudah rapi dengan piyama motif anak ayam berwarna kuning cerah.
"Kenapa? Kenapa kau terus bertanya ini itu?!!" sambar Kwang Soo yang baru saja keluar dari kamarnya—sepertinya juga baru selesai mandi—dan kini tengah melangkah menuju ruang keluarga dimana mereka berada. "yak, seharusnya kau itu malu. Kau terus bertanya ini itu pada orang, sedangkan kau tidak pernah ditanya. Kenapa? Karena orang sudah lebih dulu tahu bahwa kau memang tidak akan melakukan apapun." perkataannya memang sedikit menyakitkan, tapi nyatanya Yoona tampak santai-santai saja.
"Kau tidak akan mencoba untuk bekerja?" tanya Jong Suk seraya menyaksikan berita.
"Oppa, bagaimana jika aku kerja denganmu? Kau bisa menyuruhku bersih-bersih di klinikmu, aku juga bisa—"
"Yang benar saja, kau bahkan bisa membeli klinik miliknya!" Kwang Soo menepuk kepala Yoona dengan geram. Ia duduk disamping Yoona dengan tangan terlipat di depan dada.
"Buka coffee shop saja.." sela Jun Yeol, membuat semuanya menatap Jun Yeol kagum. Mereka sama sekali tidak memikirkan itu.
"Aa benar juga! Coffee shop!" seru Kwang Soo semangat.
"Nuna, aku bersedia bekerja denganmu!"
"Yak diam!" Tegur Jong Suk tanpa menoleh. Matanya fokus pada layar televisi. Ia tampak sangat serius.
"Kenapa sih?" ujar Kwang Soo pelan, diikuti lainnya, mulai menyaksikan berita itu. Mereka seakan terhipnotis dengan berita itu, tetapi tak lama, karena semenit setelah itu mereka telah berlarian keluar dari rumah. Langkah mereka terlihat gusar, berlari menuju halte bis terdekat.
°
°
°
°
Continued..
°
°
°
°
Selanjutnya untuk cerita ini saya akan update sehari 2 kali ya kak..