Ella menatap hiasan balon dan pita warna-warni yang indah, matanya dibuat takjub dengan dekorasi yang sangat mengagumkan. Makanan yang berlimpah, membuat perutnya berbunyi.
Ella mengambil sebuah puding dari atas meja yang penuh dengan aneka hidangan kue, ia juga mengambil beberapa permen warna warni yang ia selipkan di kantong celananya.
"Ella?!" Laras memanggil sekaligus mengejutkan putrinya yang langsung menegok ke arah ibunya.
"Apa yang kamu lakukan disini, sudah ibu bilang kamu tunggu saja di kamar. Dan kenapa kamu mengambil puding jelly ini? Ini hidangan untuk para tamu." Laras mengambil paksa puding yang berada di tangan Ella.
Ella menatap serius puding yang diletakan kembali ke tempatnya.
"Ayo ikut ibu!" Ucap Laras, menarik tangan putrinya dan mengarahkan ke arah dapur. Situasi di dapur lebih ramai, dibandingkan ruang tamu keluaga Huxley.
"Ella, tolong jangan membuat masalah apapun ok. Ini hari kedua ibu bekerja, ibu tidak mau kehilangan pekerjaan ini. Jadi tolonglah, sedikit bekerja sama." Laras menatap memohon, dan Ella mengangguk perlahan.
Laras mengarahkan Ella untuk berdiri di sudut ruangan, ibunya pun mulai kembali ke kesibukannya. Ella bisa mencium banyak aroma masakan yang menggoda. Perutnya semakin bergetar, rasa lapar mulai menyerangnya.
"Bobby? Apa lagi yang harus ku bawa ke depan. Acara akan segera dimulai, biar aku bantu." Ucap Laras kepada seorang pria gemuk yang mengenakan pakaian cheff berwarna putih. Topinya yang menjulang tinggi, tampak tidak mengganggunya sama sekali.
"Terimakasih Laras, kau benar-benar membantu. Belinda tiba-tiba saja ijin, tapi apa Alvin tidak akan mencarimu?" Ucap Bobby.
"Tenang saja, pekerjaanku di depan sudah selelai. Justru Alvin yang memintaku untuk membantumu dan Frank di dapur." Laras menjawab dengan senyum lebar. "Kami sedikit kerepotan dengan permintaan Mrs. Huxley, bisa kau bawakan daging domba itu." Ucap Bobby memunjuk ke banyak piring yang berisikan daging domba yang siap disajikan.
"Hei Frank, tolong kau aduk supnya. Aku harus membawa hidangan ini ke depan." Bobby melirik temannya pria jangkung yang masih sibuk memotong beberapa letuce dan bawang. "Tidak bisa Bob, aku juga belum selesai dengan saladku." Frank menolak dengan tegas.
"Ahh.. kalau kumatikan, supnya akan mengendap. Kau." Tunjuk Bobby ke arah Ella yang sedari tadi hanya menonton di sudut ruangan. "Ah maafkan, itu putriku." Laras mencoba menjelaskan.
"Bisa dia membantu mengadukkan sebentar, sementara kita membawa semua hidangan ini ke depan?" Tanya Bobby, "Ah bisa, Ella kemari sebentar." Ucap Laras memanggil putrinya.
Malam itu tidak hanya Ella dan laras yang dibuat sibuk, semua para pelayan rumah tangga dan para koki benar-benar super sibuk dan panik. Malam itu merupakan perayaan ulang tahun pernikahan Mr & Mrs Husley.
Keluarga Huxley merupakan keluarga terpandang di Britania, bahkan mereka masih memiliki darah biru yang mengalir di keluarga mereka.
Tamu-tamu yang datang memang tidak banyak, tapi mereka adalah orang-orang penting dan berpengaruh di Britania Raya.
Malam perayaan berjalan dengan lancar.
Ella memperhatikan ibunya yang masih mengenakan pakaian pelayan. Langsung merebahkan diri di atas tempat tidur.
"Ibu?" Panggil Ella, tapi ibunya tidak terbangun. Laras benar-benar kelihatan lelah, Ella pun tidak tega membangunkan ibunya yang tampak nyenak tertidur masih dengan pakaian kerjanya.
Perut Ella kembali berbunyi, ia sudah menahan rasa lapar yang lama. Ia pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya, suasana mansion sudah sangat sunyi. Sepertinya semua orang sudah mulai beristirahat, setelah pesta usai.
Ella masih berjalan mengendap-ngendap, ia masih ingat pesan ibunya untuk tidak membuat masalah. Ibunya bercerita, bahwa keluarga Huxley sangat baik hati mau merima ibunya dan Ella untuk tinggal dan bekerja di kediaman mereka.
Mansion itu layaknya sebuah istana, Mata Ella yang bulat menerawang ke sekelilingnya. Ini baru hari keduanya berada di mansion tersebut, ia masih mengingat-ingat jalan menuju dapur tempat ia bisa memuaskan perutnya yang terus berbunyi.
Sisa-sisa dekorasi masih terlihat, Ella tersenyum lebar. Karena ia sangat mengingat ruangan tersebut, itu berarti ia sudah dekat dengan ruang dapur. Ella membuka sebuah pintu putih yang besar, untung saja pintu itu tidak dikunci sehingga ia dengan mudah untuk menyelinap.
Senyumnya semakin melebar, melihat suasana dapur umum yang sepi dan gelap. Ella menarik kursi dan memanjat diatasnya. Memencet sebuah tombol lampu, seketika ruangan tersebut menjadi terang. Ella semakin menyeringai puas.
Matanya mulai menjelajahi ke seluruh ruangan, dan dia bisa melihat sisa-sisa makanan di atas sebuah landing table. Ella kembali menarik kursinya, mengarah ke arah landing table yang luas, kembali ia berdiri di atas kursi.
Memang bukan sebuah makanan yang baru, tapi setidaknya seperti surga makanan untukknya. Beberapa sisa puding, roti, biskuit, dan bahkan sup yang ia aduk tadi.
Ella mulai melahap pudingnya, mulutnya mulai mengunyah dan menelan dengan cepat.
Tangannya dengan cepat meraih semua sisa makanan yang bisa ia jangkau, perutnya yang lapar sudah mulai ia isi terus menerus.
"Hei?! Siapa kau?" Seorang anak laki-laki sudah masuk ke dalam dapur umum, dan melihat Ella yang mulutnya penuh dengan makanan.
"Aku? Aku Ella." Beberapa serpihan makanan keluar dari mulut Ella pada saat mengatakannya, "Siapa kau?" Tanya Ella.
Ella bisa melihat anak laki-laki itu lebih tinggi dari dirinya, rambutnya yang berwarna cokelat terang, dan matanya yang berwarna hijau. Tapi raut wajahnya, tampak begitu dingin memandang Ella yang masih sibuk dengan menguyah.
Tapi Ella terpesona, memandang anak laki-laki yang berada di depannya. Sepintas ia langsung memikirkan kisah pangeran tampan, yang selalu ibunya ceritakan.
"Apa kau pencuri?" Tanya anak laki-laki itu.
"Aku? Bukan. Ibuku bekerja disini, aku baru saja kemarin tiba." Jawab Ella Polos, "Kamu mau?" Ella menyodorkan makanan yang ada ditangannya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya anak laki-laki kembali.
"Aku? Makan. Aku lapar. Kau tidak mau?" Ella balik bertanya, dan anak laki-laki itu hanya diam dan menatap jijik Ella.
"Cihh.. anak seorang pelayan. Apa kau tau!? kau tidak boleh mengendap-ngendap seperti ini, dan mengambil makanan diam-diam. Kau bisa dibilang seorang pencuri." Anak laki-laki itu menjelaskan dengan panjang.
Ella yang mendengarnya langsung menyadari kesalahannya, ia langsung melempar sisa makanannya ke landing table. Dengan cepat ia melompat dari atas meja, menyeka mulutnya dan wajahnya mulai panik.
"Maafkan aku. Aku tidak tau, aku hanya lapar. Kumohon jangan laporkan hal ini pada uncle Alvin. Ibu pasti akan memarahi ku, kalau tau aku membuat masalah." Ella berjalan mendekati anak laki-laki tersebut.
"Berhenti disitu, aku tidak suka kau terlalu dekat." Teriak anak laki-laki itu kasar, Ella langsung menghentikan langkahmu. Anak laki-laki itu langsung menatap dengan seksama wajah Ella.
"Kau bukan orang Britain? Apa kau seorang campuran?" Tanya Anak laki-laki itu menatap wajah Ella, Ella memang memiliki rambut hitam lurus dengan matanya yang bulat. Hidungnya tidak semancung hidung orang-orang Britain. Bahkan warna kulitnya tidak sepucat, warna kulit anak laki-laki tersebut.
"Aku tidak paham maksudmu." Jawab Ella dengan jujur.
"Aku anak pertama keluarga Huxley, aku majikanmu. Harusnya atas ketidaksopananmu, aku bisa memecatmu dengan mudah." Anak laki-laki berucap dengan sombong.
Ella kembali menunjukkan kepanikan, "Maaf, tolong maafkan aku. Aku janji, tidak akan melakukan hal seperti ini lagi." Ella mulai bersujud dan mulai memohon.
"Cihh.. kali ini saja kau kumaafkan." Ucap anak laki-laki tersebut dengan angkuh, kemudian berlalu meninggalkan Ella yang masih berada di dapur umum.