"Yo Rizal. Kau bawa apa yang kupesan bukan." Kata Andika.
"Ya tenang saja. Tolong ambilkan barang yang ku bawa tadi." Rizal berkata ke salah satu pelayannya.
"Baik." Kata pelayan itu, dia bergegas ke bagasi belakang mobil lalu mengambil sebuah kotak berukuran sedang berwarna hitam, dia membawa kotak tersebut lalu diberikan ke Andika.
"Kotak apa itu Andika?" Tanya Maya.
"Akhirnya." Andika membuka kotak tersebut. Isi kotak tersebut adalah novel lama milik Andika dan sebuah novel baru keluaran salah satu novelis terkenal Javaind petualangan seorang perempuan dan dua temannya mengelilingi dunia pararel. Kalian tahulah buku siapa.
"Sebuah novel?"
"Akhirnya, aku bisa membacanya juga." Andika mengangkat bukunya, dia menurunkan kembali bukunya. "Jadi berapa harganya?" Tanya Andika ke Rizal.
"Tidak perlu. Anggap saja itu gajimu kemarin yang belumku bayar." Kata Rizal.
Andika mendekati Rizal lalu menepuk bahunya. "Ternyata kau masih ingat ya". Mereka berdua tertawa.
"Gaji?" Maya semakin bingung.
Mobil lainnya juga ikut parkir di sebelah helikopter. Mobil lain berhenti di samping mereka, salah satu dari jendela mobil itu terbuka. Terlihat seorang perempuan dialah Lail Ayu.
"Hai Andika." Lail menyapa Andika.
Para pelayan membuka pintu mobil. Lail keluar dari dalam mobil.
"Wah-wah seperti biasa, kau selalu terlihat cantik Lail. Apa lagi dengan kebaya mahalmu."
"Masa sih. Sepertinya aku berpakaian biasa-biasa saja. Mungkin kau yang seharusnya menyisir rambut Berantakan mu agar terlihat ganteng.
Andika tertawa. "Calonmu itu bisa saja Rizal." Menyikut Rizal.
Mereka bertiga tertawa. Maya, Yatna, Yatno dan Salsa bingung dengan percakapan mereka bertiga. Maya dan Salsa mendekati Lail, mereka tertarik melihat kebaya yang digunakan Lail.
"Wah bajumu bagus sekali, boleh aku melihatnya." Kata Maya.
"Boleh." Lail mengangguk.
"Maya menyentuh bajunya. Wah bahannya bagus sekali. Terbuat dari sutera ya."
"Ya." Lail mengangguk.
"Wah pasti mahal bukan." Kata Salsa.
"Tidak juga. Kalau kami ke sini lagi, aku akan berikan untuk kalian sepasang."
Yatno dan Yatna menghampiri juga karena penasaran dengan baju Lail.
"Wah kalau begitu aku pesan dua ya. Kalau bisa yang sama modelnya seperti mu." Kata Maya.
"Ya aku juga." Salsa juga ikut memesan. Seseram apapun Salsa kalau dia bertemu Maya sikapnya bisa berubah 180°.
"Kalian yakin ingin beli." Kata Andika.
"Memang kenapa Andika?" Tanya Yatno.
"Kebaya yang dipakai Lail harganya bisa sampai sepuluh juta zila kalau di ubah dari mata uang inter. Kata Karta. Menjelaskan."
"Wah kalau begitu kita bisa makan baksonya mang Kaso seumur hidup." Kata Yatno.
"Karena Megazila adalah kerajaan tertutup, jadi semua barang jika diimpor masuk ke Megazila harganya akan sangat mahal. Karena pada saat pemerintahan sebelumnya Megazila belum pernah menggunakan uang inter.
Uang inter itu apa paman?" Tanya Yatna.
Uang inter adalah uang internasional, uang yang digunakan untuk alat tukar dunia. Uang ini sudah ditetapkan pada saat selesainya perang dunia kedua. Mata uang inter tidak akan dapat diatur oleh pihak manapun kecuali negara atau kerajaan pengekspor besar seperti Mansam dan Taxina.
"Oh seperti itu. Jadi mereka yang mengatur uang inter itu mereka Mansam dan Taxina." Kata Yatna.
"Bukan begitu maksudnya. Maksudnya adalah apabila negara atau kerajaan yang paling banyak mengekspor barang dan laku di pasar dunia maka negara atau kerajaan merekalah yang mata uangnya paling mahal." Kata Andika.
"Begitu juga bisa." Kata Karta.
"Entahlah, aku tambah tidak mengerti." Kata Yatna.
"Intinya negara atau kerajaan mana yang paling banyak mengekspor dialah yang menang." Kata Karta. Menjelaskan semudah mungkin.
"Oh jadi begitu ya. Tidak jadi deh harganya mahal sekali."
"Ya. Meskipun kau menjual ginjalmu, kau butuh banyak lagi untuk membeli sepasang baju kebaya." Kata Andika.
"Maaf ya. Aku tidak jadi memesan aku tidak punya uang sebanyak itu." Kata Maya, kehilangan semangatnya karena tahu kalau harganya sangat mahal.
"Tidak apa-apa. Lagi pula, nanti kalau kami ke sini lagi akan ku berikan sepasang untuk kalian berdua. Kata Lail.
"Kau serius. Gratis." Kata Maya.
"Iya." Lail mengangguk.
"Tentu saja pembuat baju kebaya yang digunakan Lail adalah produksi Klannya sendiri kalian bisa minta ke Lail jika kalian mau." Kata Rizal.
"Ya dan lagi produk mereka sudah mendunia. Hanya Klan Ayu yang dapat membuat baju sebagus ini." Andika menambahkan.
"Wah terima kasih ya nona Lail."
"Lail saja tidak apa-apa." melihat ke Andika. "Andika kau belum mengenalkan teman-teman barumu kepada kami."
"Oh, aku baru ingat, maaf. Baiklah mereka berdua adalah Salsa dan Maya. Sedangkan dua orang kembar yang cuman beda poni ini Yatno dan Yatna."
"Jadi yang Yatno mana?" Tanya Rizal.
"Yatno yang ini." Andika menunjuk Yatno. "Yang poninya terbelah dua dan sisirannya mengarah ke belakang. Kalau Yatna rambutnya lemas ke bawah." Andika menjelaskan semudah mungkin.
"Oh ya. Aku mengerti. Namaku Rizal Gustri dan wanita di sebelahku ini bernama Lail Ayu. Seperti kata Andika dia adalah tunanganku."
"Tunangan!" Maya kaget.
Ya. Itu adalah tradisi kami sejak lama dari Klan Gustri dan Ayu. Setiap anak pertama laki-laki dan perempuan dari Gustri atau Ayu maka harus dijodohkan.
"Kalau anak pertama tapi sama-sama laki-laki paman?" Tanya Yatno.
"Tentu saja tidak akan terjadi perjodohan, harus diambil laki-laki dan perempuan dari anak pertama." Kata Karta. Karta melihat jam tangannya. "Kalau begitu kalian aku tinggal ya. Kalau mau apapun tinggal beli." Karta meninggalkan mereka dan masuk ke gedung pemerintahan.
"Iya." Rizal menjawab pendek.
"Oke sekarang kita mau ngapain?" Tanya Salsa. "Aku bosan kalau cuman berdiri di sini."
"Hmm. Bagaimana kalau kita jalan-jalan, lalu kita mampir ke warungnya mang Kaso." Kata Yatno.
"Boleh juga idemu. Bagaimana Rizal? Lail?" Andika bertanya kepada kedua teman lamanya.
"Bagaimana Lail kau mau." Rizal bertanya ke tunangannya.
"Baiklah boleh."
"Oke kalau begitu kita mulai dari mana?"
Mereka sibuk menentukan dari mana awal perjalanannya kecuali Lail yang kedatangan seorang ketua pelayan.
"Nona. Nona mau kami temani?" kata pelayan laki laki berseragam hitam itu.
"Tidak, tidak perlu. Kalian aku beri waktu libur kerja dari sekarang sampai rapat para orang dewasa itu selesai." Kata Lail.
"Terima kasih atas kebaikannya nona, tapi tolong bawalah Mariya untuk menemani jalan-jalan anda. Kami takut hal buruk terjadi." Kata ketua pelayan itu.
"Baiklah." Lail menjawab singkat.
"Terima kasih atas waktu yang anda berikan nona. Saya akan memanggil Mariya." Pelayan itu pergi meninggalkan Lail.
Mereka sudah memutuskan akan pergi ke mana terlebih dahulu. Mereka mulai berjalan, mereka hampir meninggalkan Lail yang sedang menunggu pelayannya.
"Lail kau menunggu apa? Ayo jalan nanti kita ketinggalan." Kata Rizal.
"Sebentar aku menunggu pelayan."
"Tenang sajakan ada Andika."
"Rizal." Andika menepuk lengan atas Rizal. "Aku sudah bukan pelayanmu lagi." Andika menatapnya serius.
"Ya, maaf aku lupa." Kata Rizal.
"Aku bukan keluargamu lagi ~
"Kau yakin, tapi kami di sana masih menganggapmu keluarga. Mau kau Andika atau pun Andika Kisana, itu sama saja bagi kami." Kata Mariya, baru datang.
"Terse ~ Andika terjatuh karena terdorong oleh Maya dan Salsa.
"Wah cantiknya." Kata Maya memuji Mariya.
"Terima kasih atas pujiannya." Kata Mariya.
"Kau tidak apa-apa, Andika." Rizal membantunya berdiri.
"Ya tidak apa-apa."
"Tenang saja Andika sekarang kami hanya temanmu yang datang untuk berlibur." Kata Rizal.
"Ya, baiklah. Aku bisa menerimanya. Sebenarnya kalau ada dia mungkin aku lebih senang." Andika menatap ke langit yang biru.
"Ya. Kalau dia masih hidup."
"Oke semuanya sudah siap sekarang kita berjalan menuju perpustakaan." Kata Yatna.
Mereka berjalan menuju perpustakaan, di perjalanan mereka berjalan sambil berbicara. Sesampainya di sana mereka melihat-lihat buku lalu membacanya di meja yang sudah disiapkan. Andika membawa kotak yang tadi diberikan oleh Rizal, lalu dia membaca novelnya.
Setelah selesai membaca, mereka berjalan menuju pasar dekat perpustakaan. Mereka tidak sengaja bertemu dengan rombongan murid-murid kelas S dari sekolah Khusus Militer, di rombongan itu terdapat dua adik Andika.
"Wah-wah. Kebetulan sekali kita bertemu dengan Andika di sini." Kata laki-laki itu.
"Siapa kalian?" Tanya Andika.
"Oh tenang-tenang, namaku Kaguya Gakriya, Penempat bangku pertama kelas S. yang kedua adalah Fadla lalu yang ketiga adalah Salsa."
"Jadi apa mau kalian?" Andika bertanya lagi.
"Kami ingin ikut dengan rombongan kalian."
"Hah."
"Sebenarnya tadi kami bersama pemandu kami tapi tiba-tiba kami terpisah dengannya dan lagi aku tidak tahu daerah ini." Kaguya berbisik ke telinga Andika. "Lagi pula, mereka tamunya bukan?" Kaguya tersenyum.
"Jadi bagaimana Lail?" Andika bertanya ke Lail.
"Boleh, mereka boleh ikut. Tapi kalau kalian membuat sesuatu yang aneh kalian akan tahu akibatnya."
"Ya, aku pegang janjinya." Kaguya mengepalkan tangannya tanda kalau janjinya telan dia pegang.
"Santai sekali mereka ya." Kata Mariya.
"Iya." Kata Andika dan Rizal. Mengingat kembali kesalahannya dulu.
Mereka melanjutkan perjalanannya ke pasar. Mereka belanja beberapa baju di sana, Rizal membelikan baju untuk Andika dan Lail, tapi Andika menolak bajunya. Maya dan Salsa juga belanja beberapa baju, sedangkan Yatna dan Yatno menunggu di luar karena mereka tidak tertarik. Di sisi lain rombongan kelas S juga berbelanja baju, mereka saling menawarkan baju yang mereka lihat.
Setelah lama memilih, akhirnya mereka membeli baju yang telah mereka pilih dan tidak lama mereka bertemu pemandu mereka.
"Sepertinya hanya sampai di sini saja." Kata Kaguya kepada Lail.
"Tidak seperti dugaanku, kalian boleh juga." Kata Lail.
"Kapan-kapan kalau ke sini lagi aku akan mengajak kalian ke sesuatu tempat yang mendebarkan." Kaguya menutup matanya lalu tersenyum.
"Ku harap itu bukan lagi di kuburan ya." Salah satu murid kelas S lain berbicara.
"Seharusnya kau tidak berbicara agar saat itu dia terkejut nanti." Dia tertawa.
"Malah lebih bagus kalau dia bilang." Gumam Andika dan Rizal.
"Kalau begitu kita berpisah sampai sini. Kapan-kapan datanglah kemari." Kata Kaguya.
Mereka pergi mengikuti pemandu mereka dan rombongan Andika juga pergi ke tempat tujuan terakhir mereka warung mang Kaso. Mereka berjalan sama seperti sebelumnya dan formasinya juga tidak berubah, Andika dan Rizal di depan. Mariya, Lail, Maya dan Salsa di tengah. Terakhir di belakang Yatna dan Yatno.
Lail melihat ke arah depan yaitu ke arah Andika dan Rizal, dengan tatapan aneh itu membuat Maya penasaran.
"Lail kau kenapa?" Tanya Maya.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
Yang ada di depan mendengar suara percakapan mereka yang ada di tengah.
"Ah. Andika apa kau haus, bagaimana kalau kita ke warung itu untuk minum sebentar." Kata Rizal.
"Ya boleh juga. Aku juga sudah haus." Kata Andika.
Rizal menghampiri Lail. "Lail kau juga hauskan. Ayo kita minum dulu lalu melanjutkan perjalanan."
"Aku tidak haus. Lanjutkan saja perjalanannya."
Mereka berdua mulai bertengkar dan Andika mencoba melerai mereka.
"Mereka kenapa sih?" Tanya Maya.
Mariya tertawa kecil. "Tenang saja hal ini sudah biasa terjadi." Katanya.
"Biasa?" Kata Yatno.
"Andika dulu adalah pelayan pribadi Rizal. Setiap kali mereka berdua bersama mereka selalu berbicara apapun. Bahkan terkadang terjadi kalau Lail datang bertamu, mereka selalu saja membicarakan buku atau hal lain. Sampai Lail geram lalu menghukum mereka berdua." Mariya melihat ke atas. "Sayangnya di sini kurang satu orang." Mariya melihat ke arah mereka bertiga. Lihatlah sedikit lagi hukumannya datang."
"Mana?" Mereka berkata bersamaan.
"Sudahlah Lail perkelahian ini tidak akan berhenti sampai kita minum." Kata Andika.
"Sudahlah aku tidak haus kalian saja yang minum."
"Aku tahu kau juga haus Lail, kau sudah marah-marah." Kata Rizal.
"Ah berisik ini hukuman untuk kalian berdua."
Andika dan Rizal seketika jatuh. Mereka tidak bisa bernafas.
"Mereka kenapa?" Tanya Maya.
Kekuatan milik Klan Ayu adalah dapat mengendalikan darah seseorang yang terdapat di sekelilingnya kecuali sesama klan mereka sendiri. Jaraknya terbatas tapi bila sering dilatih dapat memperluas jarak jangkauannya.
"Mereka tidak bisa bernafas karena aliran darahnya dihentikan oleh Lail." Kata Mariya.
"Bukannya itu sama saja membunuh seseorang." Maya panik.
"Tenang saja mereka pengendali kristal Nebula, tidak perlu khawatir." Kata Salsa.
"Itu sama saja seperti penyiksaan buatku." Maya menghampiri Lail. "Lail tolong berhenti kau menyiksa mereka berdua. Lail."
Lail melihat ke arah Maya dia melihat sosok pelayannya. "Be." Lail tersenyum. "Baiklah akan ku maafkan mereka berdua."
Andika dan Rizal kembali bernafas. Mereka terengah-engah karena nafasnya berhenti selama satu menit. Mereka kembali berdiri.
"Aku minta maaf Lail." Rizal meminta maaf.
"Ya tidak apa-apa, kalau kalian mau minum silahkan. Aku tidak haus."
"Untuk apa minum, sebenarnya sedikit lagi juga sampai." Kata Yatno.
"Itu dia warung mang Kaso." Yatna menunjukkan dengan jarinya.