Caspar sedang tidak ingin bertemu siapa pun. Hanya Jadeith atau Ben yang diizinkan untuk berada di sekitarnya sejak beberapa bulan terakhir. Setelah memberi tahu Lauriel tentang konferensi pers Jean waktu itu suasana hatinya semakin bertambah buruk.
Tadinya ia hendak membiarkan saja anak itu mati, tetapi setelah merenung beberapa minggu, ia sadar bahwa dirinya tidaklah sejahat itu. Bagaimanapun anak itu memiliki darah Finland dan ia tidak bersalah.
Akhirnya Caspar memutuskan untuk memberi tahu Lauriel apa yang terjadi dan menyerahkan kepada mereka untuk mengambil keputusan. Ia lalu mengikuti perjalanan Finland dari Manaus ke Brasilia lalu Paris, dan sadar bahwa Finland menemui Jean dulu sebelum berangkat ke Singapura.
Caspar belum pernah kembali ke Paris sejak peristiwa itu. Baginya Paris terlalu menyakitkan dan ia tidak memiliki alasan untuk datang ke sana. Urusannya dengan Paris sudah selesai.
Setelah memastikan bahwa Jean bangun dari koma dan ia benar-benar sehat, Caspar meminta Stanis menghubungi beberapa studio film terkemuka di Amerika dan menawarkan untuk mendanai film-film beranggaran besar mereka dengan syarat mereka meng-casting Jean di dalamnya. Ia tahu bahwa ia melakukan kesalahan dengan menghilangkan ingatan Jean dan ini merupakan caranya untuk meminta maaf.
Itulah sebabnya dalam waktu singkat Jean sudah menjadi sangat terkenal. Film demi film yang sukses dengan peran yang mengesankan membuat popularitasnya segera melejit.
Caspar menganggap kini hutangnya telah lunas kepada Jean. Hanya tersisa hutangnya kepada Finland karena melanggar janji dengan menyakiti Jean dan melanggar kepercayaannya. Karena itulah setelah merenung cukup lama, Caspar memutuskan untuk menyelamatkan Terry.
Setelah hari ini, tidak ada urusan lagi di antara mereka.
***
Perjalanan ke Colmar hari ini terasa seperti film yang diputar ulang bagi Finland. Mereka mendengarkan lagu-lagu Billie Yves di sepanjang perjalanan dan menyanyi keras-keras mengikuti musiknya. Kali ini Finland yang menyiapkan lagu karena Jean yang sekarang tidak mengetahui bahwa Billie Yves adalah musisi idola Finland.
"Ternyata seru banget road trip sambil menyanyi keras-keras begini..." komentar Jean sambil tertawa. "Aku suka musik Billie."
"Kau juga berteman dengan Billie Yves, dalam acara tahun baru 3 tahun yang lalu kau menggantikan manajernya, menemani Billie tampil di pesta pribadi di Jerman," kata Finland.
"Pesta pribadi? No way! Billie tidak mungkin bisa dibooking untuk acara pribadi. Dia itu eksklusif sekali..." kata Jean sambil menggeleng tak percaya, "Kau pasti bercanda."
"Aku tidak bercanda. Kau bisa tanya sendiri kepada Billie Yves," kata Finland sambil tersenyum, "Orang yang mengundangnya bukan orang biasa. Namanya adalah Aldebar, dia adalah pewaris formula ramuan abadi kaum alchemist yang hidup abadi, dan waktu itu ia mengundang Billie untuk tampil di perayaan ulang tahunnya yang ke-200."
Jean tertawa mendengarnya. "Kau lucu juga."
"Aku serius."
Jean masih tertawa sendiri, tetapi kemudian setelah menyadari bahwa Finland bicara sungguh-sungguh, ia terdiam.
"A... apa maksudmu? Aku tak mengerti."
"Di dunia ini ada kelompok masyarakat rahasia yang sudah menyempurnakan tubuh mereka secara turun temurun dan berhasil hidup muda selamanya. Mereka dikenal sebagai masyarakat alchemist..." kata Finland dengan nada paling serius yang pernah didengar Jean.
"Itu cuma mitos. Alchemy itu adalah pseudoscience, bukan ilmu sungguhan," bantah Jean.
"Mereka tidak menua karena seluruh sel dalam tubuh mereka sempurna, selalu beregenerasi tanpa henti dan membuat mereka tidak dapat terkena penyakit. Mereka juga tak memiliki disabilitas apa pun, itu sebabnya kau tidak lagi perlu menggunakan kaca mata. Kecerdasan tubuh mereka juga terbentuk sempurna sehingga dapat mengatur bentuk fisik mereka sesuai kebutuhan, kaum alchemist tidak perlu memotong rambutnya karena rambut mereka akan berhenti tumbuh sesuai kebutuhan. Indra mereka juga sangat tajam dan bisa memperkirakan cuaca dengan akurat..."
Tiba-tiba Jean membanting setir dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
Kalimat demi kalimat yang diucapkan Finland tadi seakan sangat mengena pada dirinya. Semua keanehan yang dialaminya selama beberapa tahun ini, digambarkan dengan baik oleh Finland. Apa artinya ini?
"Aku... tidak mengerti..." Jean menatap Finland dengan pandangan bingung.
Finland memegang tangan Jean dan menenangkannya.
"Jean... dengarkan baik-baik. Kita bersahabat sejak kuliah dan kau selalu mendukungku. Tetapi ada hal-hal yang kusembunyikan darimu untuk beberapa waktu. Tiga tahun lalu aku jatuh cinta pada Caspar, saat itu ia menggunakan nama Heinrich Schneider... Sesudah beberapa lama aku baru mengetahui bahwa ia adalah seorang dari kaum alchemist tadi, ia adalah generasi kedua dan menjadi pemimpin klan menggantikan ayahnya yang meninggal dalam perang. Adiknya Aldebar adalah pewaris ramuan abadi temuan kakeknya dan mereka yang bertanggung jawab atas kelangsungan klan. Manusia biasa yang menikah ke dalam klan akan mendapatkan ramuan abadi itu dan hidup sebagai alchemist bersama pasangannya. Seharusnya aku meminum ramuan dari Aldebar 3 tahun lalu setelah aku menikah dengan Caspar..."
"Lalu apa yang terjadi...?"
"Kau datang ke acara ulang tahun Aldebar menggantikan manajer Billie Yves dan tidak sengaja mendengar rahasia mereka... Karena itulah mereka memutuskan untuk menghilangkan ingatanmu." Finland menggigit bibirnya mengingat peristiwa itu. "Tetapi sesuatu yang buruk terjadi, seorang pengkhianat klan menembakmu dan hampir membunuhku... aku menduga atas perintah musuh Caspar... dan selanjutnya kau sudah tahu apa yang terjadi..."
"Sejak bangun dari koma, aku merasa tubuhku menjadi berubah... apakah itu ada hubungannya?" tanya Jean.
Finland mengangguk.
"Saat itu kau sudah kritis, Caspar mengatakan ia memberimu ramuan abadi sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawamu... Untunglah obatnya berhasil..."
"Jadi, dia yang menghilangkan ingatanku... tetapi dia juga yang menyelamatkan nyawaku?" Jean menggeleng-geleng, "Aku tidak tahu apakah aku harus berterima kasih atau marah kepadanya..."
"Tolong jangan marah kepadanya... Ia hanya melakukan apa yang dianggapnya benar. Dan aku sudah cukup memarahinya selama setahun saat kau koma. Aku sangat marah dan meninggalkannya... Ia bahkan tak tahu bahwa aku mengandung anaknya..." Di titik ini, Finland tak lagi dapat menahan tangisnya. "Aku berharap dapat segera bertemu lagi dengannya dan meluruskan kesalahpahaman di antara kami. Tolong jangan membencinya... dia laki-laki baik."
"Oh, Finland..."
Jean tampak kehilangan kata-kata. Semua informasi ini terlalu banyak untuk dapat dicernanya sekaligus.
Setelah beberapa lama ia akhirnya menghela napas panjang dan mengangguk.
"Aku mengerti," katanya.
"Terima kasih..."
"Jadi... kau sudah punya anak? Di mana dia sekarang?"
"Anakku bernama Aleksis, dia sekarang sedang bersama Lauriel di Brasil, mereka akan menyusul kita ke Singapura minggu depan. Lauriel adalah seorang alchemist yang ahli obat-obatan dan ia pikir ia akan dapat menyembuhkanmu..."
"Ada berapa banyak alchemist yang kau kenal?" tanya Jean tertarik. Ia baru pertama kali mendengar tentang kaum Alchemist ini dan akhirnya ia merasa menemukan jawaban atas banyak sekali pertanyaannya.
"Aku kenal beberapa. Jumlah mereka hanya sedikit, paling beberapa ratus orang saja di seluruh dunia. Mereka bertemu 10 tahun sekali atau kalau ada acara-acara sangat penting seperti pernikahan. Kebetulan bulan depan ada pernikahan besar dan semua kaum Alchemist akan berkumpul. Aku akan menanyakan kepada Lauriel apakah kau dapat menghadirinya, supaya kau dapat bertemu dengan orang-orang sepertimu... Aku yakin ada banyak yang ingin kau ketahui tentang mereka..."
"Apakah... kau juga seorang alchemist?" tanya Jean pelan.
Finland tidak menjawab. Ia tak ingin Jean mengetahui bahwa pemuda itu telah meminum ramuan abadi yang seharusnya untuk Finland, tetapi ia juga tak mau berbohong kepadanya.
"Kau akan menyukai Aleksis... aku menamainya sesuai nama ayahku, Aleksis Makela. Kau yang mencari ayahku selama bertahun-tahun dan kemudian menemukan jejaknya di Colmar." Akhirnya Finland mengalihkan pembicaraan ke tujuan kepergian mereka ke Colmar. "Kau sangat baik kepadaku. Sejak kau pindah ke Paris, kau menghabiskan banyak waktu untuk mencari ayahku... sebagai hadiah ulang tahunku 3 tahun lalu, kau membawaku ke Colmar untuk melihat makamnya..."
"Benarkah?"
"Kita akan bertemu Paman Etienne... dan kau bisa mendengar sendiri darinya..."
Akhirnya terjawab juga pertanyaan yang mengganjal benak Jean selama beberapa tahun ini, mengapa ia dulu sering ke Colmar, dan apa yang dilakukannya di sana sebelum ia ditembak. Ternyata ia mencari ayah dari sahabatnya ini, dan akhirnya menemukan makamnya...
Ia menatap Finland dalam-dalam. Kini ia tahu bahwa gadis ini sangat penting baginya, sehingga ia sampai rela bersusah-payah mencari jejak ayahnya.
Karena mereka tiba di Colmar saat hari sudah hampir gelap, mereka langsung menuju ke hotel di tengah kota lama dan check in. Finland mengajak Jean makan malam di salah satu restoran di dekat hotel sebelum mereka beristirahat.
"Kita bertemu di lobi jam 6 tepat ya. Kita cari makan malam di dekat sini. Ada restoran yang enak." kata Finland sebelum mereka berpisah ke kamar masing-masing.
"Baik."
Ketika Finland turun ke lobi jam 6 sore untuk makan malam, ia menemukan Jean sudah menunggunya di lobi, tetapi ia hampir tak mengenali pemuda itu. Jean menutupi separuh wajahnya dengan syal wool tebal dan memakai topi serta kacamata.
"Kok kamu berpenampilan seperti ini?" tanya Finland keheranan. "Tadi aku pikir siapa..."
Jean tertawa kecil dan mengangkat bahu. "Akhir-akhir ini cukup banyak orang yang mengenaliku. Aku perlu privasi..."
"Oh..." Finland menggeleng-geleng. Ia ingat dulu Jean ingin sekali menjadi terkenal. Tetapi sekarang ia sudah benar-benar terkenal, rupanya ia justru merasa tidak bebas, sampai harus menyembunyikan diri sedemikian rupa.
"Selain menghindari gosip, aku juga tidak mau mengundang stalker atau penggemar fanatik yang sakit jiwa... Kau akan ngeri mendengar cerita-cerita para penggemar penguntit yang menggangguku selama ini..."
"Baiklah... aku mengerti."
Mereka berjalan berdua ke restoran dan menikmati makan malam dengan glow wine kesukaan Finland. Semuanya lagi-lagi terasa seperti film yang diputar ulang bagi Finland. Mereka dulu beberapa kali makan malam di restoran ini juga. Sayang sekali Jean tidak mampu mengingat apa pun dari perjalanan mereka ke Colmar sebelumnya.
"Terima kasih sudah membawaku ke Colmar. Kau istirahatlah... besok kita akan mengunjungi Paman Etienne di desa. Dia adalah teman ayahku yang kau temui beberapa kali saat kau datang ke Colmar. Dia pasti senang bertemu kembali denganmu."
"Baiklah. Kau juga istirahat, ya... Sampai jumpa besok pagi," balas Jean.
Finland menelepon Lauriel di lobi selama beberapa menit untuk menanyakan kabarnya dan Aleksis, sebelum ia naik ke kamarnya. Ia senang sekali mendengar suara keduanya yang baru selesai berlayar dan sedang beristirahat di kampung suku pedalaman di Belem. Ia sudah rindu sekali kepada Aleksis.
"Baiklah, kamu jadi anak baik dan jangan menyusahkan Paman Rory yaa... I love you, Aleksis."
"I love you, Mama."
Finland menyimpan ponselnya dan kemudian mandi untuk menyegarkan diri sebelum beranjak tidur. Sejak bertemu Jean kembali, hatinya yang sedih perlahan-lahan mulai sembuh dan ia sudah mulai dapat tersenyum.
Setelah menyelesaikan urusan di Singapura, ia akan dapat bertemu Caspar di Skotlandia. Ia berharap kesalahpahaman di antara mereka dapat segera diselesaikan dan mereka dapat kembali bersama.
Dengan pikiran-pikiran yang dipenuhi harapan, akhirnya Finland dapat tidur dengan tenang.
Ia terbangun ketika merasakan ada tangan yang membelai wajahnya. Saat ia membuka mata, Finland melihat wajah yang sangat dirindukannya, sedang menatapnya dari atas. Sepasang mata biru cemerlang itu tampak sedih.
"Cas... Caspar?"
Tidak ada jawaban.
Finland menyentuh tangan Caspar yang barusan membelai wajahnya dan menggenggamnya erat-erat.
Ini pasti mimpi karena ia kebanyakan minum glow wine.
Finland kembali memejamkan matanya, kali ini dengan seulas senyum di bibirnya.
Caspar menghela napas dengan sangat perlahan dan setelah memastikan Finland benar-benar kembali tidur, ia melepaskan tangannya dengan hati-hati.
Ia lalu berdiri memandangi gadis itu sambil terpaku di tempatnya, berusaha menahan keinginan untuk menyentuh Finland lagi. Tadi ia hampir membangunkan gadis itu.
Saat hari hampir pagi ia segera menyelinap keluar kamar dan menghilang.
Yeay... Babang Casparnya udah muncul tuh... Sayangnya Finland lagi tidur.