Akhirnya pekerjaan hari itu selesai juga. Tepat jam 6 sore, masuk SMS dari Caspar.
[Sudah selesai kerja? Mau kujemput di kantor?]
[Ketemu di kedai bubble tea saja ya. Letaknya kan di tengah-tengah antara kantorku dan rumah sakit. Aku berangkat sekarang.] Finland menuliskan alamat kedai bubble tea favoritnya.
[OK, aku juga berangkat sekarang.]
Finland membereskan tasnya lalu beranjak pergi. Sudah 3 minggu ia tidak bertemu Caspar dan selama ini mereka juga tidak saling kontak. Ia agak waswas membayangkan bahwa pertemuannya nanti akan terasa kaku. Ia mencoba membuat daftar bahan pembicaraan di notes ponselnya, kalau-kalau nanti mereka stuck dan tidak bisa bercakap-cakap dengan baik karena sudah lama tidak bertemu.
1. Bagaimana operasimu kemarin?
2. Operasi apa?
3. Kau kuliah kedokteran di mana?
4. Kalau tidak kerja jadi dokter, kau mau jadi apa?
5. Kamu hobinya apa?
Hm... 5 pertanyaan itu seharusnya cukup untuk menjadi bahan pembicaraan sampai satu gelas bubble tea habis.
Finland menyimpan ponselnya saat memasuki kedai Kakao Bubble Tea dan melihat Caspar sudah duduk di dalam.
"Hei.. sudah menunggu lama?" tanyanya sambil menghampiri Caspar.
"Baru sepuluh menit. Kakiku lebih panjang, jadi aku sampai lebih cepat," jawab Caspar santai. "Mau pesan apa?"
"Aku yang traktir, jadi aku yang bertanya, kau mau memesan apa?" balas Finland.
"Aku minum apa yang kau minum, deh," kata Caspar kemudian.
Finland memesan dua tropical bubble tea dan membawanya ke meja.
"Selamat ya, sudah menjadi karyawan yang menerima gaji. Ayo bersulang!" Caspar mengangkat bubble tea-nya dan Finland mengikuti. Mereka bersulang atas gaji pertama Finland yang membiayai acara minum teh sore mereka.
"Sebenarnya waktu aku memintamu traktir aku minum teh, aku pikir kita akan minum teh betulan... " goda Caspar sambil tersenyum lebar. "Ini bubble tea."
"Aku suka bubble tea. Buatku ini adalah barang mewah. Harganya lebih mahal dari teh, lho. Kalau kau mau minum teh betulan, minum di tempatku saja, aku bisa bikinkan teh untukmu. Lebih murah daripada ke kafe." jawab Finland.
"Boleh. Kapan?" tanya Caspar cepat. Seketika Finland menyadari kesalahannya. Tanpa sengaja ia telah mengundang Caspar untuk minum teh di rumahnya.
Waduh... seharusnya acara minum bubble tea ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Caspar, tapi sekarang ia malah mengundang pemuda itu ke rumahnya.
"Ehm... nanti kukabari. Sekarang aku sedang sibuk," jawabnya buru-buru. Ia berharap nanti-nanti Caspar akan lupa dan tidak meminta diundang minum teh lagi. "Aku sibuk sekali di kantor. Kami sedang mempersiapkan acara peluncuran produk baru dari brand jam tangan asal Prancis."
"Oh ya? Menarik sekali. Kapan?"
"Bulan depan. Sekarang semua orang sedang sibuk mencari venue pengganti karena hotel Starlight yang bisa kami pakai untuk berbagai kegiatan sudah dibooking untuk pernikahan selebriti. Sementara Hotel Continental yang lebih terkenal punya daftar tunggu lebih panjang." Finland kemudian mengerucutkan bibirnya dengan wajah kesal, "Kau tahu tidak, gadis jahat yang waktu itu? Dia sengaja mau mempermalukanku di kantor dengan bilang kalau aku simpanan petinggi hotel itu dan aku seharusnya bisa mendapatkan venue di Hotel Continental."
Sepasang alis Caspar tampak berkerut. Ia tidak suka mendengar Finland diperlakukan seperti itu.
"Dia sekantor denganmu?"
"Iya. Aku belum bilang ya? Ternyata Meilin bekerja di perusahaan yang sama, dan kami juga satu departemen. Aku hanya menunggu masa percobaan tiga bulanku selesai, setelah itu aku akan mencari pekerjaan lain."
"Begitu ya?"
"Iya. Aku tidak suka dengan cara mereka memandangku seolah-olah aku sengaja tidak mau membantu perusahaan demi menjaga reputasiku agar tidak dianggap perempuan simpanan. Kalau memang aku punya koneksi ke Hotel Continental, pasti aku akan gunakan kok. Aku kan tidak bodoh. Aku dijanjikan bonus 800 dolar oleh manajerku kalau aku berhasil. Peduli amat dengan reputasi kalau aku bisa dapat uang tambahan." jawab Finland berapi-api, "Ini sama saja rugi dua kali, bonus tidak dapat, reputasiku juga sudah rusak."
Caspar memandang Finland dengan mata melebar.
"Eh? Kau sungguh tidak peduli kalau orang menganggapmu simpanan petinggi hotel Continental kalau kau mendapatkan venue di situ?" ia menatap sepasang mata Finland lekat-lekat seolah memastikan ia tidak salah dengar. "Kau ini normal apa tidak, sih? Buat orang lain reputasi itu penting lho.."
"Aku sudah tidak perduli. Apa pun yang kulakukan, kalau orang sudah punya pikiran buruk tentangku, mereka tidak akan berubah. Aku tidak punya teman yang membelaku kalau ada rumor buruk beredar tentangku di luaran sana. Jadi buat apa aku pedulikan? Lebih baik konsentrasi cari uang."
"Kau lebih suka uang?" tanya Caspar kemudian, "lebih daripada reputasimu?"
"Reputasi tidak bisa dipakai bayar sewa," jawab Finland sambil tertawa kecil.
"Jadi kalau aku bilang, aku bisa membantumu mendapatkan venue di Hotel Continental, kau akan menerimanya?" tanya Caspar dengan sungguh-sungguh. "Sekalipun itu akan meyakinkan teman-teman kantormu bahwa kau adalah simpanan petinggi hotel?"
"Kau bisa membantuku mendapatkan venue di Hotel Continental? Ahahaha... jangan bercanda seperti itu. Aku serius kalau ini urusannya bonus 800 dolar," jawab Finland sambil tertawa.
"Aku serius. Aku bisa mendapatkan venue-nya untukmu. Kau tidak malu kalau disebut simpanan pemilik Continental?"
"Aku tidak malu," jawab Finland dengan tegas. "Aku yang tahu kebenaranku. Biar saja orang lain mau menganggapku simpanan, aku tahu bahwa aku bukan simpanan. Aku kan kerja keras dan mencari uang dengan halal."
"Baiklah, kalau begitu. Tanggal berapa kalian perlu venue-nya?"
"Tanggal 10 bulan depan."
"OK." Caspar mengetik sesuatu di ponselnya dan mengirim email singkat. "Sudah."
"Apa itu?"
"Aku sudah menghubungi sekretarisku untuk mengosongkan jadwal ballroom Hotel Continental tanggal 10 bulan depan."
Finland tertawa geli, "Kau lucu sekali."
"Karena aku sudah membantumu mendapatkan bonus 800 dolar, kau harus mentraktirku lagi," kata Caspar sambil menghabiskan bubble tea-nya. "Hmm.. 800 dolar itu uang yang banyak, kita bisa kencan seharian di Universal Studio atau makan malam di Restoran Michelin."
"Hahaha..." Finland masih tertawa terbahak-bahak.
Caspar masih saja bertingkah seolah-olah dia pemilik Hotel Continental.
"Kenapa ketawa? Aku serius. Hotel Continental itu punyaku, dan aku baru saja membantumu mendapatkan venue yang kalian butuhkan. Kalau kau benar-benar menerima bonus 800 dolar, aku berharap kau akan bermurah hati mentraktirku makan malam sebagai ucapan terima kasih."
Melihat pandangan Finland yang masih tersenyum tidak percaya, Caspar akhirnya menggeleng-geleng.
"Habis ini ikut ke Hotel Continental yuk. Biar kau percaya kalau aku adalah pemiliknya. Aku berjanji kau akan mendapatkan bonusmu."
Caspar menarik tangan Finland keluar. Mobil Maybach hitam yang dulu menjemputnya dari bandara sudah menunggu di depan kedai bubble tea dan mereka segera masuk.
"Kita pulang ke hotel," kata Caspar kepada supirnya.
Pelan-pelan senyum Finland memudar mendengar ucapan Caspar kepada supir.. mungkin memang pemuda ini tidak bercanda. Ia menoleh ke samping dan memandang pemuda tampan di sebelahnya yang sebelumnya mengaku sebagai dokter bedah kenamaan dan sekarang sebagai pemilik Hotel Continental. Wajah Caspar terlihat serius dan tidak main-main. Rasanya tidak mungkin dia bercanda soal seperti ini.
Mobil bergerak menuju ke Hotel Continental dan tiba di sana 10 menit kemudian. Supir membukakan pintu dan mereka keluar dari mobil. Saat melihat Maybach hitam itu masuk ke area lobi, Manajer on duty segera datang menyambut dengan penuh hormat.
"Selamat malam, Tuan. Sudah pulang?"
"Ini Miss Finland, dari LTX. Mereka akan mengadakan acara di hotel kita bulan depan, saya sedang membawanya melihat-lihat lokasi," kata Caspar.
"Perlu saya dampingi, Tuan?"
"Tidak usah."
Finland menekap mulutnya dengan desahan tertahan saat mendengar pembicaraan Caspar dan manajer on duty. Caspar tidak bercanda! Ia... ia memang pemilik hotel ini?
Setelah manajer on duty pergi menjauh, Caspar menggenggam tangan Finland dan membawanya masuk ke dalam hotel. "Mari kutunjukkan rumahku. Aku sekarang tinggal di hotel ini."
Finland membiarkan pemuda itu memegang tangannya karena pikirannya seketika menjadi kosong. Bagaimana mungkin? Caspar ternyata serius saat bilang ia membeli hotel Continental...
.
* ballroom = aula
Terima kasih ya, teman-teman sudah membaca sejauh ini. Jangan lupa komen dan reviewnya, biar saya tahu pendapat kalian. Kalau ada yang perlu saya perbaiki, mohon beri tahu saya. Biar saya bisa menulis dengan lebih baik ^^.
...
Kalau suka dengan novel ini, jangan lupa kirim dukungan dengan pilih batu kuasa (vote power stone) biar rankingnya naik yaa...
...
Salam sayang,
Vina