Beethoven No. 15.
Raffi dan Farani di ruang tengah, berusaha menyelesaikan soal di buku. Mereka jarang belajar bersama karena beda kelas. Farani masuk ke jurusan Ilmu Sosial, sedangkan Raffi masuk ke jurusan Ilmu Alam. Memang beberapa pelajaran umum sama, tapi untuk pelajaran yang spesifik memang berbeda, itu sebabnya mereka jarang belajar bersama. Tapi sekali ada persoalan yang bisa dipecahkan bersama, mereka saling akan membantu.
"Raff mo nambah minum nggak? Gue mo ambil minum nih." Farani yang sudah merasa buntu akhirnya menyerah.
"Ya udah, kita istirahat dulu, mata rasanya udah pedes liat tulisan." timpal Raffi seraya bangkit untuk mengisi gelas kosongnya.
Siang ini mereka hanya berdua di rumah. Bunda sedang keluar, menemani nenek Farani pemeriksaan rutin bulanan. Ayah jelas sedang bekerja, abangnya sedang kuliah. Dan tadi sempat telepon, kalau dia akan mampir ke toko buku sebelum pulang.
Drrrttt drrrttt
HP Raffi bergetar, panggilan masuk.
"Iya Ma, gimana?" tanya Raffi kepada si penelpon. Raffi lalu berjalan keluar untuk mengangkat telepon.
Siang ini terasa panas, dan tentu saja akan menyegarkan kalau bisa menikmati es buah yang segar. Sambil menelan ludar karena membayangkan kesegaran yang HQQ itu, Farani kedepan untuk mengajak Raffi beli es buah.
"Raff,.."
"Keknya kita belajarnya udahan, Mama nyuruh aku nemenin pergi." Raffi menyela perkataan Farani.
"Oh, ya udah. Sono gih, jangan sampai Mama nungguin." balas Farani sedikit kecewa.
"Maaf ya, besok kita lanjut lagi belajarnya," Raffi mengemasi barang-barangnya dan segera beranjak pergi. "Bye Adek."
Raffi masuk ke mobil dan melambaikan tangannya, tak lupa senyuman yang menghias di bibirnya ikut mengantarkan kepulangan Raffi. Farani hanya bisa membalas lambaian tangan Raffi dan tersenyum. 'Yah, padahal lagi pengen es buah'
5 menit berlalu setelah kepulangan Raffi, Farani masih galau. Di rumah sendiri, ingin es buah tapi terlalu panas untuk keluar.
"Ah, kenapa nggak kepikiran dari tadi coba. Apa guna punya abang baik." Farani lalu mengirim pesan kepada kakaknya untuk membelikan es buah. Sunggu sebuah ide yang cemerlang.
Pukul 14.00 WIB
Ting tong.
Bel rumah berbunyi.
Dengan girang Farani segera membukakan pintu, 'akhirnya es buahku datang' batin Farani.
"Kok lam.." kata-katanya terhenti setelah melihat siapa yang berkunjung ke rumah. SITA!!
Sita yang mendapat sambutan tak diharapkan, merasa canggung. Lalu dia menyerahkan kantung berisi es buah pesanan Farani. "Tadi Reza titip suruh beliin ini. Nih."
Dengan perasaan yang campuraduk, Farani mengambil kantung dan lalu masuk ke dalam rumah. Tidak bisa dibayangkan, orang asing yang tidak pernah Farani bayangkan membelikan dia es buah, yah walaupun secara teknis dia dimintai tolong oleh kakaknya. Tapi tetap saya situasinya menjadi canggung, bahkan untuk ukuran Farani yang selalu cuek.
Ting tong.
Bel rumah berbunyi lagi.
'Siapa sekarang yang datang?' dengan langkah gontai, Farani membukakan pintu.
"Ya?"
Masih Sita yang menanti di depan pintu.
"Ada apa?" tanya Farani sedikit berusaha cuek. Lalu terlintas dipikirannya soal ess buah, "oh maaf, abis berapa es buahnya?"
"Buat kamu aja." Sita membalas, masih berdiri di depan pintu rumahnya. "Fareza ..."
"Nggak ada, belum pulang." potong Farani dan bersiap menutup pintu. Dengan sigap Sita menahan pintu agar tidak tertutup.
"Boleh aku masuk?" tanyanya sambil melihat Farani.
Sejenak Farani merasa kaget. 'Apaan nih cowo, tiba-tiba minta masuk rumah. Mana nggak ada orang pula di rumah.'
Farani masih terdiam, dia tidak mengiyakan atau menolak. Yang dilakukannya hanyalah berdiri mematung sambil memegang gagang pintu.
"Ngapain berdua pegangan pintu?" suara Fareza menyadarkan mereka.
Baik Farani maupun Sita segera melepaskan pintu rumah dan tersenyum canggung.
"Nggak, ini tadi..."
"Ada kesalahan, gitu aja." sela Farani lalu berlari ke dalam rumah.
Melihat tingkah aneh adiknya, Fareza lalu melirik ke arah Sita dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Nggak ada apa apa, cuma salah paham aja." jelas Sita sambil membuang muka.
Tanpa ambil pusing, Fareza segera masuk ke dalam rumahnya diikuti Sita. Rere langsung menuju dapur untuk mengambil minuman, lalu perhatiannya tertuju pada kantong plastik yang tergeletak di meja dapur. Setelah dibuka, ternyata es buah.
"Bukannya ini pesenan adek tadi ya?" celutuk Rere sambil memindahkan es buah kedalam mangkuk lalu mengantarkannya ke kamar Farani.
Bukan untuk menarik perhatian atau apa, Rere memang tidak punya saudara, jadi dia merasa senang saat tau pacarnya punya adik. Dan adik pacarnya itu juga menganggap dia sebagai kakak. Apalagi sekarang dia tinggal di kota ini sendirian, otomatis dia merasa sangat senang saat keluarga pacarnya menerima kehadirannya dan menganggap Rere bagian dari keluarga itu.
Tok tok tok.
"Adek boleh masuk?" Rere di depan kamar Farani sambil membawa es buah.
"Masuk Re, nggak dikunci."
"Ini es buahnya kok nggak dimakan?"
Farani mengangkat kepalanya dari layar HP, "oh maaf, lupa."
Menikmati semangkok es buah dengan tenang adalah dambaan Farani untuk hari ini. Ditemani instrumen yang mengalun lembut membuat dia merasa bahwa ini adalah hari yang sempurna. Sampai pada pertemuannya dengan Sita yang sedikit awkward.
"Re, Sita itu siapa?" Farani mencoba mengulik tentang sosok lelaki tadi.
"Temen abang, nggak tau temenan sejak kapan. Dari awal pacaran udah ada dia. Ganteng nggak orangnya?" goda Rere.
Iseng, Rere mencoba menggoda Farani. Selama mereka kenal, Rere tidak pernah tau apakah Farani memiliki kekasih atau tidak diluar sana. Di jaman sekarang ini, rasanya aneh melihat anak SMA yang cukup cantik tapi tidak punya pacar. Yah walaupun sebenarnya itu pilihan.
"Gantengan dia ketimbang gue." jawab Farani sekenanya.
"Ish gitu deh. Etapi, dia belum punya pacar lho padahal banyak yang ngejar-ngejar dia."
"Urusan dia lah, lagian masalah gitu dia nggak punya pacar?"
"Nggak sih, tapi kadang suka kesian aja kalo pas ngumpul pada bawa pacar, dia sendirian."
*
Malam itu entah kenapa Farani tidak bisa memejamkan matanya. Padahal besok harus bangun pagi untuk belajar. Setiap kali memejamkan mata, Farani terbayang akan sosok Sita.
'Nggak ganteng lho, tapi kok seliweran mulu di kepala sih!' batin Farani sambil memukul kepalanya dengan boneka.