Dengan ceria, Ica menuruni motor milik Ria setelah di parkirankan di parkiran kantor milik kekasihnya, dia memasuki kantor dan menanyakan pada resepsionis di mana ruangan Kevin.
Ica menampilkan wajah imutnya semakin terlihat seperti remaja, karena postur tubuhnya yang pendek namun ideal, persis seperti remaja yang baru masuk SMA, di tambah Ica memakai celana jeans sobek sobek, kaos yang di lapisi jaket kulit pas di tubuhnya, sepatu nike merah dan tak lupa memakai topi yang di balik ke belakang.
"Ada yang bisa saya bantu, Dek?" tanya resepsionis itu.
"Saya mau bertemu dengan Kevin, Mbak. Kevinnya ada?"
"Kevin? Di sini yang bernama Kevin bayak, Dek," ucap resepsionis itu dengan ramah.
"Oh? Em... Kevin Prawitaja."
"Oh, Pak Kevin? Adek ini siapanya ya? Apa sudah membuat janji dengan Pak Kevin?"
"Saya pacarnya Mbak, saya tidak membuat janji dengan Kevin, saya mau kasih kejutan padanya, jadi di mana ruangan Kevin?" Ica masih mempertahankan wajah imutnya, padahal di dalam harinya dia kesal karena wanita di hadapannya ini banyak sekali bertanya.
"Pacarnya? Owalah... Si Kevin masa berpacaran dengan anak SMA, ck ck ck, seperti tidak ada wanita dewasa saja di dunia ini. Em ... Dengar ya Dek, kamu kalau di ajak yang macem-macem sama itu orang jangan mau, lawan aja dia, jangan sampai terpengaruh, haduh... Kasihan kamu Dek, masih kecil udah di manfaatkan oleh Kevin," ujar resepsionis itu.
Ica mengernyit, sepertinya wanita di hadapannya ini kenal sekali dengan Kevin. "Mbak sepertinya tahu banyak ya tentang Kevin."
"Iya Dek, saya kan sepupunya, ah iya, kamu naik saja ke lantai 3, ruangan dia ada di situ, cuma ada satu ruangan kok, di sana juga nanti ada sekertarisnya dan kebetulan Kevin sedang ada klien."
"Tapi tidak papa memangnya aku masuk ke sana, Kevin kan sedang ada tamu."
"Tidak papa, masuk saja. Lagian tamunya sudah dari tadi, mungkin mereka sudah selesai."
"Oh, begitu... Kalau begitu terimakasih, Mbak...." Ica memberikan senyum imutnya pada wanita itu.
"Kyaaaaaa... Ya ampun ... Kau lucu sekali... Sini sini, Mbak mau foto denganmu, sini."
Wanita itu mengeluarkan ponselnya lalu berjalan mendekat ke arah Ica, lalu berselfi dengan Ica, memang wataknya Ica yang ceria, ramah dan petakilan, Ica ikut bergaya dan berselfi ria dengan wanita itu.
🔗🔗🔒🔗🔗
Ica membuka pintu ruangan Kevin, terlihat sepi, katanya tadi Kevin ada di sini, tapi tidak ada, kemana ya? Kok sepi? Tadi katanya ada tamu, tapi mana? Kata sekertaris di depan juga Kevin masih di dalam ruangan.
"Kevin..." panggil Ica, dia masuk dan melihat lihat ke sekeliling, Ica melihat ada pintu lagi, apa mungkin Kevin ada di situ?
Ica membuka pintu itu, dia menahan nafas saat melihat Kevin sedang tidur, tidur bersama seorang wanita, mereka tidur berpelukan dan telanjang! Ica tidak menyangka, dia kira... Kevin itu setia, pria baik-baik. Tapi... Apa ini? Ica mengepalkan tangannya, nafasnya memburu, kepalanya panas, dia tidak suka di khianati seperti ini!
"Aku akan membuat hidupmu menderita, Kevin! Kau sudah menghianatiku!"
Ica berjalan ke arah Kevin yang terlelap tidur bersama wanita, Ica mengedarkan pandangannya mencari tali, aha! Dia melihat ada tali tambang kecil, dengan pelan, Ica mengikat tangan dan kaki Kevin, Ica juga mengikat wanita itu, dia menatap jijik pada mereka berdua.
"Mereka tidak bangun sama sekali? Sepertinya mereka melakukan percintaan yang sangat panas sehingga kelelahan?" Ica tertawa miris dan mengusap air matanya yang merembes keluar.
Dia menutup tubuh Kevin dan wanita itu dengan selimut lalu Ica duduk di sofa, sambil menangis, Ica menghubungi kakak kembarnya, Rissa.
"Kenapa, Ca?" suara di sebrang sana terdengar dingin namun ada kelembuatan di nada dinginnya itu.
"Kakak..." Ica mengucap air matanya, dia menggenggam ponselnya erat, dia sangat menginginkan sesuatu saat ini sekarang juga, dia tidak bisa menahannya, tapi Ica berusaha menahannya, dia tidak mau membuat kakaknya marah.
"Ada apa? Dan kenapa dengan suaramu? Kau menangis, ya?"
"Kakak... Bolehkah aku..." suara Ica berubah menyeramkan, dia berbicara pelan namun tajam dan di sebrang sana, Rissa tahu apa yang terjadi pada adik kembarnya ini.
"Siapa?" tanya Risaa dingin.
"Kevin...."
"Kevin kekasihmu? Tapi kenapa?"
Ica mengepalkan tangannya dan mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya, dia menghapus air matanya dan memainkan pisau itu sambil bersenandung.
"Kakak... Kakak... Kakak... Dia ternyata tidak sebaik yang ku kira, dia menghianatiku, aku melihat dia sedang tidur dengan wanita tanpa pakaian, bertelanjang, dia sama saja dengan pria lainnya, dia... Pria... Dia-"
"Oke cukup Sayang... Kendalikan dirimu, kendalikan dirimu, jangan sampai kau membunuhnya."
"Tapi kenapa? Apa Kakak sudah capek mengurusi perbuatanku selama ini?"
"Aku tidak pernah mempermasalahkan tentang itu, sisakan untukku, aku yang akan membunuhnya!"
"Kakak... Jadi aku hanya boleh menyakitinya? Tapi Kakak yakin? Kakak kan sudah tidak pernah mem-"
"Yakin, aku tidak rela separuh dari jiwaku tersakiti, dia telah menyakitimu, aku akan melakukannya seperti yang pernah ku lakukan pada pria tua itu!" suara Rissa di sebrang sana terdengar menyeramkan.
"Kakak... Kau begitu menyayangiku dan juga... Ibu...."
"Tentu saja, kau juga akan melakukan hal yang sama denganku jika aku tersakiti, seperti dirimu sekarang, kau juga ikut membunuh pria tua itu bersamaku demi ibu, kan?"
"Hm? Kau benar sekali, sudah dulu ya Kak, dia sudah bangun," ucap Ica saat melihat Kevin membuka matanya dan mencoba melepaskan ikatannya.
"Baiklah aku tutup."
Tut.
Ica menyimpan ponselnya di saku celananya lalu berdiri dan berbalik membuat Kevin terbelalak.
"I-Ica? Sejak kapan kau... Apa kau yang mengikat kami?"
Ica berjalan mendekati pria itu sambil mengayun ngayunkan pisaunya. "Ya, aku yang mengikat kalian, aku sudah sejak tadi di sini."
"A-aku bisa jelaskan, Ca, ini tidak seperti ya-"
"Ssst... Aku tidak perlu penjelasan darimu, semuanya sudah jelas, aku kira kau setia dan menungguku di sini, tapi apa? Kau malah menghianatiku! Padahal kau sudah melamarku, kan? Kau sudah membuat kesalahan yang fatal, aku tidak akan pernah mengampunimu, aku akan membuatmu menderita!" seru Ica meluapkan emosinya.
Ica melihat wanita yang berada di sebelah Kevin terbangun, Ica menyeringai lalu meletakkan lututnya di lantai dan sikunya bertumpu di kasur, Ica menggoreskan pisaunya di wajah wanita itu membuat wanita itu berteriak kesakitan, sedangkan Kevin menatap Ica ngeri.
"Hentikan, Ca! Apa yang kau lakukan!" bentak Kevin.
"Oh? Jadi kau mencintai wanita ini ya? Ck ck ck, kenapa kau tidak putuskan saja aku dari dulu dan tidak perlu melamarku jika kau mencintai wanita lain, jadi kejadian seperti ini tidak akan terjadi, tapi ... Semua sudah terjadi, aku akan membunuh kalian berdua, hihihihihihi."
Ica menyeringai dan mencekik wanita itu, dia mengernyit dan melepaskan cekikannya, apa ini? Dia bisa merasakannya, Ica meraih tangan wanita itu, dia benar-benar merasakannya, dia tahu tanda-tanda ini, denyut nadi wanita itu.
Untuk lebih memastikan lagi, Ica menyingkap sedikit selimut yang menutupi tubuh wanita itu lalu menyimpan telapak tangannya di perut wanita itu, Ica memejamkan matanya, dia merasakannya, ada kehidupan di perut wanita ini, wanita ini hamil?
Ica tertawa miris dan kembali berdiri. "Astaga... Aku tidak bisa membunuhmu dan juga menyakitimu, aku tidak mau melenyapkan bayi tak berdosa di dalam perutmu, aku tidak bisa... Ini memang bukan hari keberuntunganku," ucap Ica membuat Kevin dan wanita itu kaget bukan main.
"Kalian sudah berhubungan sejak kapan? Sampai-sampai menghadirkan bayi di dalam perutnya, sepertinya kalian sudah lama berhubungan ya?" ucap Ica sinis.
"Aku... Kita... Sudah berpacaran sejak 3 bulan yang lalu, dan aku tahu kau adalah kekasih Kevin yang kuliah di luar negeri itu, kan?" ucap wanita iti mengakui perbuatannya.
Ica mengepalkan tangannya dan menggenggam pisaunya erat,dia berjalan mendekati Kevin. "Oh? Jadi kau sudah tahu Kevin mempunyai kekasih? TAPI KENAPA KAU MASIH MAU BERPACARAN DENGANNYA!!"
"Karena aku mencintai Kevin..." lirih wanita itu.
"Arrrrgghh!" erang Kevin saat Ica meluapkan emosinya dengan menyayat-nyayat perut dan tangan Kevin.
"Jika saja kau tidak hamil, mungkin saja aku sudah membunuhmu, jalang!" Ica mengacungkan pisau yang berlumuran darah pada wanita itu.
"Jangan sakiti Kevin..." lirih wanita itu.
"Tenang saja... Aku tidak akan membunuhnya..." ucap Ica dengan santainya, Ica kembali menyayat-nyayat tangan Kevin dan berkata lagi, "Tapi kakakku lah yang akan membunuhmu!"
"Kau sudah salah bermain-main denganku, kau tidak tahu aku yang sebenarnya. Aku... Claiansa Putri, sang psikopat yang imut, orang-orang tidak akan pecaya bahwa aku adalah psikopat, orang-orang tidak akan percaya kalau aku yang menyakitimu! Tidak mungkin, kan ... Orang orang menyangka gadis seimut diriku ini adalah seorang psikopat..." ujar Ica yang terdengar narsis tapi menyeramkan.
"Aaaarrrrgghh... Ini sangat sa-sakit."
"Hatiku lebih sakit!"
Merasa sudah cukup, Ica berdiri dan pergi ke toilet kamar ini untuk mencuci pisau dan tangannya. Setelah selesai, Ica kembali dan melihat wanita itu menangis sambil berusaha melepaskan ikatannya, Ica juga melihat wajah Kevin sudah pucat, mungkin karena tubuhnya terus mengeluarkan darah.
Ica berjalan mendekati jendela yang ada di situ lalu mengambil ancang ancang, lalu....
PRAAAANG!!
Ica menendang kaca di hadapannya sehingga pecah, pecahan-pecahan kaca itu berserakan di lantai dan berjatuhan keluar, mungkin saja banyak orang yang akan terkena pecahan kaca itu di luar sana.
Ica tersenyum puas lalu menjatuhkan dirinya di pecahan-pecahan kaca itu sehingga tangannya yang tidak tertutup jaket berdarah dan wajahnya juga banyak yang tergores, Ica berdiri sambil meringis dan tersenyum.
🔗🔗🔒🔗🔗
Tbc ....
— New chapter is coming soon — Write a review