MULUT Chanyeol membuka gede-gede selagi dia menguap. Tangannya bergantian memukul paha sendiri dengan pelan, menahan kantuk.
"Wen," panggilnya, menengok pada Wendy yang duduk mepet di sebelahnya, sedang fokus pada televisi—saking ngantuknya, Chanyeol gak tahu cewek itu lagi nonton apaan di YouTube. "Wen, gue pulang, ya."
Mata Wendy membulat ketika Chanyeol bangkit dari sofa. Dengan lekas, ia mencengkeram tangan lelaki itu. "Kenapa pulang?"
"Gue ngantuk," jawab Chanyeol sambil mengucek matanya. "Repot kalau ketiduran di sini."
Ia kembali duduk di samping Wendy, kala sahabatnya itu terus menarik-narik tangannya.
"Tidur sama gue aja, Chan."
"Lo gila, ya! Gak!" tolak Chanyeol mentah-mentah ketika mendengar usulan Wendy.
"Lah, kenapa? Kita dulu sering tidur sekasur."
"Itu udah tujuh ratus tahun lalu—kita masih SD. Kalau udah gede begini... aneh, tahu gak!"
Pasang mata Wendy menatap wajah Chanyeol. Setelah menimbang-nimbang, ia memutuskan, "Ya udah, lo pulangnya habis satu film, ya? Temenin gue nonton dulu. Plis. Gue belum siap ditinggal sendirian lagi."
Cowok itu membuang napas. "Tapi, gue yang pilih filmnya, ya, Wen?"
"Kalau mau pilih yang serem-serem, lo pulang aja, deh!"
"Enggak, Wen. Gue mau nonton drama."
"Nice."
•••
Di tengah film, Wendy malah ketiduran di samping Chanyeol. Kepala gadis itu menghadap langit-langit dengan mulut yang nyaris membuka, saking lelapnya.
Padahal, tadi, dia yang minta nonton film. Sekarang, malah filmnya yang nontonin Wendy.
"Perasaan, tadi, gue yang ngantuk. Kok, jadi elo yang tidur," cemooh Chanyeol diam-diam, sambil menilik wajah Wendy yang diterpa kedipan cahaya televisi.
Tangan Chanyeol meraih untuk menggeser kepala Wendy pelan-pelan, menuju bahu lebarnya.
Ada senyum di bibir Chanyeol yang gak bisa ditahan.
"Coba aja, lo paham kalau gue beneran serius sama lo, Wen," ujar Chanyeol lirih. "Udah berapa kali gue nembak lo? Sepuluh? Sebelas? Dua belas? Gak diterima-terima."
Sebelah tangan Chanyeol yang bebas menjangkau wajah Wendy dan mengelusnya dengan hati-hati—takut dia bangun.
"Gue tahu, cara nembak gue ngaco. Tapi, niatnya, tuh, gak ngaco." Jemari Chanyeol menyusuri poni Wendy yang berantakan, merapikannya. "Yang bener, Chan?" tanyanya pada diri sendiri–bertingkah seolah dia adalah Wendy. "Iya, bener, Wen. Suwer, deh," lanjutnya.
Menangkap suara Chanyeol yang lagi ngobrol sendiri kayak orang gila, Wendy gak sengaja melepas senyum kecil di bibirnya.
Dia sebetulnya gak tidur.
Belum sadar juga, Chanyeol lanjut ngobrol sendiri.
"Ya udah, Chanyeol, kalau gitu, kita pacaran aja," ujarnya berpura-pura sebagai Wendy. Lalu, dia terkekeh sendiri. "Coba aja, segampang itu, ya, Wen. Lo tinggal jawab... mau. Gitu."
Ada helaan napas berat dari Chanyeol.
"Kalau lo jawab mau, gue, 'kan, jadi gak perlu galauin lo tiap hari." Sekali lagi, ia meneliti wajah Wendy dengan saksama. "Jadi kepikiran. Kalau... gue sekali curi cium, boleh, ya?"
Tak menunggu jawaban, kecup manis lekas menempel di kening Wendy untuk beberapa saat.
Setelah melepas kecupannya, Chanyeol menimbang-nimbang sejenak, sebelum berkata, "Eh, sekali lagi, deh?"
"Udah, dong. Katanya, sekali aja."
Lelaki itu langsung tersentak mendengar suara Wendy yang memasuki gendang telinganya. Ia menjauhkan tubuhnya dan hampir bangkit dari duduk saking kaget melihat Wendy yang kini melek.
"Wen—lo gak tidur beneran?" tanya Chanyeol tergagap kikuk.
"Tidur beneran. Tapi, kebangun gara-gara lo mindahin kepala gue, terus, pakai ada acara berisik sendirian."
Chanyeol kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Aduuh, malu banget."
"Dasar gila. Gini, ternyata kelakuan lo? Hobi ngomong sendiri?" tanya Wendy sambil bersedekap. "Gak sopan lagi, cium-cium sembarangan."
"Maaf, Wen..."
Mereka berkutat dalam diam untuk detik-detik selanjutnya yang terasa panas, dingin, dan menegangkan.
"Padahal, kalau lo izin beneran, ciumnya boleh berkali-kali," kata Wendy.
Chanyeol sempat terkejut, lalu dia tersenyum geli setelah menyadari lontaran kalimat dari Wendy. "Heh, belajar dari mana lo, kalimat alay kayak gitu? Udah mulai jago, ya, ngegodain orang!"
Wendy cuma ketawa canggung sambil memalingkan pandangan. Dia juga baru sadar, betapa beraninya dia mengucapkan hal begituan dengan gamblang.
Dia yakin, semua ke-alay-an ini, tuh, berasal dari Chanyeol!
Mereka ketawa pelan-pelan. Situasi dan suasananya sekarang beda, gak kayak biasanya. Lebih hangat, meski pun tetap ada konyolnya.
"Mau."
Chanyeol langsung menoleh pada Wendy dengan tatapan gak paham. "Kenapa, Wen?"
"Katanya, lo pengin gue jawab mau. Itu, gue jawab."
"Mau apa?" Setelah sadar, Chanyeol hampir melepas kedua bola mata dari rongganya. "Mau jadi pacar gue? Hah? Gak salah?"
Waktu punggung tangan Chanyeol menyerang dahi Wendy seakan-akan sedang mengecek temperaturnya, gadis itu langsung cemberut.
"Gak tahu, ah. Lo, mah, gitu terus," gerutunya sambil menepis tangan Chanyeol.
"Eh, Wen—berarti, ini kita beneran pacaran?" tanya Chanyeol, belum sepenuhnya percaya.
Wendy mendecak lidahnya kesal. "Iya."
"Serius?"
"Iyaaa," sahut Wendy setengah malas.
"Wendy," panggil Chanyeol sambil mengembangkan senyuman. Sejurus kemudian, ia bertanya, "Kalau gue izin cium, kali ini beneran boleh berkali-kali? Eh, sekali aja juga boleh, deh. Takut ngerepotin, kalau berkali-kali."
Pertanyaannya gak dijawab dengan kata-kata.
Tapi, Wendy menjawabnya dengan kecupan kilat yang didaratkan di bibir Chanyeol.
Menyembunyikan kaget, Chanyeol mengulum senyum usil.
"Gak sah, tuh, Wen. Gak berasa ciumnya. Coba, diulang."
"Ogah! Cium aja diri lo sendiri!"
"Yah..."