Download App
27.18% Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 28: Chapter 2 Mesin Telur

Chapter 28: Chapter 2 Mesin Telur

"Well, well, bukankah itu sang Pahlawan! Apa ada yang bisa kubantu hari ini?"

Kami masuk ke tenda, dan si penjual budak dengan sopan menyambut kami.

"Woah...."

Dia menatap Raphtalia dengan cermat dan bergumam terkejut.

"Dia benar-benar sudah berubah. Siapa yang menyangka dia adalah sebuah berlian mentah?"

Dia menatapku dan mendesah.

Dia adalah pedagang budak yang kutemui disaat-saat kelamku. Saat semua milikku dicuri dan reputasiku hancur, saat itulah aku menyadari aku harus naik level tanpa punya cara untuk menyerang, dua muncul dan bertanya apakah aku tertarik pada seorang budak.

Dia adalah seorang pria yang lebih tua, gemuk dan mengenakan pakaian dengan jas berekor. Kalau boleh kubilang, dia kelihatan gak bisa dipercaya.

Tapi dia menyukaiku karena suatu alasan dan bilang dia akan melakukan apa yang dia bisa untuk membantu. Dia adalah orang yang menjual Raphtalia padaku.

"Apa?"

"Kupikir dia seperti kami. Aku nggak menyadarinya kalau dia punya begitu banyak potensi."

Apaan sih maksudnya? Aku hampir memukul dia, tapi aku berhasil mengendalikan diri.

Aku nggak mau menghancurkan hubungan kami. Siapa yang tau kapan aku butuh layanan dia lagi dimasa mendatang? Aku akan mengatakan sesuatu mengikuti arus.

"Entah mereka hidup atau mati, cara yang tepat untuk menggunakan seorang budak adalah cara yang akan meningkatkan kualitas produk."

Aku menanggapi dengan nada mengancam:

"Kurasa semua budak yang kau tau adalah barang sekali pakai?"

"N...Naofumi?"

Raphtalia menatapku, kuatir kalau aku nggak menunjukkan rasa hormat yang tepat.

Aku sudah menyadari hal itu, bahwa aku agak kelepasan. Tapi aku merasa lebih baik daripada saat terakhir kali aku bertemu dia.

"Heh, heh, heh.... Kurasa begitu. Kau membuatku gemetar."

Aku nggak tau apakah dia menyukai tanggapanku atau enggak, tapi dia tersenyum.

"Nah sekarang, adapun untuk tawarannya. Dia tentunya menjadi seseorang yang cantik, tapi kalau dia sudah gak perawan, maka gimana dengan.... 20 gold?"

"Kenapa kau menganggap dia kesini untuk menjual aku?! Dan selain itu, AKU MASIH PERAWAN!"

Si pedagang budak melompat karena pernyataan Raphtalia.

"Jadi begitu! Gimana kalau 30 gold? Tentunya, aku harus memastikan keperawananmu."

"Tuan Naofumi!"

Aku bisa mendapatkan 30 gold dengan menjual Raphtalia?

"Tuan Naofumi! Jangan diam saja!"

Kalau aku punya 30 gold, aku bisa dengan mudah membeli wolfman berlevel 75 itu!

Aku sedang berpikir tentang hal itu saat Raphtalia berteriak padaku dengan penampilan menakutkan sebelum memegang pundakku.

"Tuan Naofumi, kalau kamu terus main-main, aku akan marah!"

"Apaan sih? Kenapa kamu marah kek gitu?"

"Pria ini menawar aku, dan kamu cuma diam aja."

"Kita harus kelihatan acuh tak acuh atau kita akan kehilangan muka."

Itulah yang bisa kupikirkan untuk membuat dia menjauh dari punggungku. Kalau aku nggak menyembunyikan pemikiranku lebih baik lagi, Raphtalia akan mengetahui apa yang kupikirkan. Selain itu, itu nggak seperti aku akan menjual satu-satunya orang yang mempercayaiku.

Akan tetapi....

"30 gold... ya?"

Aku bergumam, dan Raphtalia meremas pundakku semakin keras.

"Ouch! Ouch!"

Kayaknya kekuatan serangan Raphtalia sekarang sudah lebih kuat daripada pertahananku.

Itu bagus. Aku bisa bergantung pada hal itu.

"Kamu mau aku kabur? Sekarang juga?"

"Becanda becanda. Aku cuma terkejut bahwa kamu bernilai sebanyak itu."

"Tapi.... tapi Tuan Naofumi...."

Dia meringankan pegangannya dan terlihat malu.

"Nah begitulah, Pendagang Budak, aku sudah memutuskan untuk nggak menjual dia. Siapa yang akan menjual putri mereka sendiri?"

"Putri?"

"Abaikan saja."

"Huh....?"

Meskipun aku bersikap seperti ayahnya, dia cuma punya dua orangtua kandung. Kalau aku mulai bersikap seperti ayahnya, dia pasti akan marah.

"Yah, sayang sekali. Sungguh disayangkan memang.... Nah sekarang, apa yang bisa kubantu?"

"Apa kau sudah mendengar semua keributan di istana?"

Dia tersenyum pada pertanyaanku.

"Aku sudah mendengarnya. Kutukan budak sudah dihilangkan, bukan?"

"Kalau kau sudah tau maka urusannya akan tambah gampang. Dan kalau kau sudah tau, maka jangan membuang-buang waktu kami dengan memperkirakan harga Raphtalia."

Aku sudah diambang kehilangan Raphtalia.

"Komentar gegabah sang Raja tidak untuk menghilangkan perbudakan di kerajaan ini. Tidak tuan."

Malam kemarin raja begitu marah bahwa aku membiarkan Raphtalia sebagai seorang budak hingga dia hendak mengubah aturan untuk menyita dia. Sepertinya itu cuma pembelaan bahwa Motoyasu nggak menyukai hal itu.

"Huh? Tapi para keluarga kerajaan nggak memelihara para budak, kan?"

"Ha! Para keluarga kerajaan membeli lebih banyak budak daripada siapapun. Mereka menggunakan segala cara untuk memfaatkan mereka. Begitulah tuan."

"Si idiot Motoyasu! Pahlawan Tombak geblek itu, apa dia menganggap dia bisa mengatakan apapun dan nggak berakhir jadi orang munafik terhadap keluarga kerajaan?"

Kalau dipikir-pikir, itu betul-betul sangat lucu, dan itu mungkin akan lebih baik untuk negeri ini pada akhirnya.

"Ya, negeri ini bukanlah monolitik. Ada banyak suara berbeda yang perlu didengarkan. Kalau Raja angkat suara untuk menentangnya, mereka adalah orang pertama yang menderita karena proklamasi tersebut. Begitulah tuan."

"Apa si bodoh itu punya kekuasaan sebanyak itu?"

Ya, penguasa tertinggi memang punya wewenang mutlak—tapi bukan berarti dia bisa melakukan apapun yang dia mau. Kalau raja menentang harapan rakyat, akan ada kekacauan. Dibawah situasi seperti itu, keluarga kerajaan mungkin nggak akan bisa mempertahankan kekuasaan dalam waktu yang lama. Putrinya nggak akan senang kehilangan tahta warisannya.

"Begitulah, ada orang-orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada raja...."

"Um.... Gimana dengan kutukan budaknya? Apa kita melupakan hal itu?"

"Oh, ya, silahkan."

Percakapannya agak melenceng. Selain itu, kalau kami nggak akan bertemu si Sampah itu lagi, siapa yang peduli?

"Ya, jadi kau datang kesini untuk memasang kembali kutukan itu, benar?"

"Ya, kau bisa melakukannya?"

"Tentu saja."

Dia menjentikkan jarinya, dan seorang pelayan muncul sambil membawa wadah yang sama yang kami gunakan untuk pemasangan kutukan yang sebelumnya.

Raphtalia terlihat malu-malu saat dia melepas pelindung dadanya dan menunjukkan dadanya.

"G...Gimana?"

"Apa?"

"Haaaaaah."

Huh? Kenapa dia kelihatan begitu marah?

Dan kenapa dia menghela nafas? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?

Sama seperti sebelumnya, mereka mencampurkan darahku dengan tinta dan menggambar segel kutukan pada dada Raphtalia. Pola tersebut mulai menyala dan bersinar.

"Ugh..."

Raphtalia menggertakkan giginya kesakitan.

Ikon budak muncul di bidang pandangku. Sebuah jendela juga muncul menampilkan peraturan penggunaan secara terperinci.

Kurasa aku nggak perlu membaca secara menyeluruh karena aku sudah membacanya sebelumnya. Raphtalia telah menjadi seorang budak sekali lagi untuk mendapatkan kepercayaanku. Aku harus mempercayai dia juga. Sejujurnya, Raphtalia nggak perlu repot-repot melakukan upacara ini. Itu cuma sekedar syarat doang.

"Nah sekarang."

Aku mulai melangkah ke langkah selanjutnya saat aku melihat tinta itu, aku mengulurkan tangan untuk menyentuhnya, dan perisaiku milai bereaksi.

"Boleh aku membeli tinta ini?"

"Tentu."

Aku menuangkan tinta yang tersisa pada perisaiku.

Perisaiku menyerap tinta itu.

Slave User Shield: persyaratan terpenuhi

Slave User Shield II: persyaratan terpenuhi

Slave User Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian pendewasaan budak (kecil)

Slave User Shield II:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian status budak (kecil)

Slave User Shield? Hm... Yah, kurasa itu masuk akal.

Aku melihatnya pohonnya, dan pohon itu muncul tersendiri, bercabang dari Small Shield yang paling awal. Karena itulah, perisai itu nggak terlalu kuat. Tapi equip bonusnya kelihatan menjanjikan.

Pengaturan pendewasaan....

Padahal aku cuma menuangkan sedikit tinta pada perisai itu, tapi aku masih mendapatkan dua perisai baru.

Jadi yang kuperlukan adalah memakai perisai itu beberapa saat untuk membuka kemampuannya, dan kemudian aku akan bisa menggunakan bonus equip itu selamanya. Itu adalah sebuah sistem yang hebat. Perisai Legendaris memungkinkan aku untuk menggunakan segala macam tipe perisai ini, mempelajari kemampuannya, dan kemudian terus menyimpan kemampuan-kemampuan tersebut saat aku terus naik level. Itu sebabnya kami para pahlawan bisa berkembang lebih kuat daripada orang normal, pohon skill kami terus berkembang.

Kupikir aku cukup handal dalam menangani skill, kemampuan, peningkatan status, dan equip bonus yang diperoleh perisai sejauh ini. Tapi masih ada begitu banyak hal yang nggak kumengerti, dan aku mulai merasa bahwa penguasaanku terhadap perisai akan diputuskan apakah aku bisa bertahan hidup atau enggak.

Dalam diam aku menatap Raphtalia

"Ada apa?"

Itu mengingatkan aku, aku pernah membuat perisaiku menyerap rambutnya. Pada saat itu aku melihat sesuatu tentang sebuah perisai rakun, tapi ini pasti telah memenuhi persyaratan yang lain. Pasti itulah yang membuka Slave User Shield II. Setidaknya, itulah tebakan terbaikku.

Yang mana itu artinya...

"Raphtalia, boleh aku minta darahmu sedikit?"

"Ada apa emangnya?"

"Aku coba sesuatu."

Dia memiringkan kepalanya dan terlihat bingung, tapi ujung-ujungnya dia menusuk jarinya dengan jarum. Dia meneteskan darahnya pada wadah tinta itu, mengaduknya, dan menuangkan sedikit pada perisaiku.

Slave User Shield III: persyaratan terpenuhi

Slave User Shield III:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: penyesuaian pendewasaan budak (medium)

Bagus! Aku betul!

"Tuan Naofumi? Kamu kelihatan seperti sedang bersenang-senang."

"Ya. Yah, aku barusan membuka sebuah perisai yang kelihatan menarik."

"Menakjubkan."

Aku mengubah perisaiku menjadi Slave User Shield dan memutuskan untuk menunggu kemampuannya terbuka.

"Nah sekarang... Hm?"

Kami sudah selesai disini, jadi aku berbalik untuk pergi, lalu aku menyadari sebiah wadah telur yang besar yang terbuat dari kayu disudut tenda. Wadah itu dipenuhi telur.

Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Apaan itu?

"Itu apaan?"

Aku menanyai si penjual budak.

"Oh, itu adalah produk untuk bisnis penutup kami."

"Emangnya apaan bisnis penutupmu?"

"Kami menjual monster."

Matanya berkilauan saat dia menjawab pertanyaanku.

"Monster? Maksudmu ada pelatih monster disekitar sini?"

"Seperti biasa, kau memang pria yang cerdas. Apa kau sudah berjumpa dengan mereka?"

"Kurasa aku belum pernah bertemu mereka, tapi...."

"Tuan Naofumi." Raphtalia mengangkat tangannya.

"Ada apa?"

"Para Filolial adalah monster yang dibesarkan oleh para pelatih monster."

Aku belum pernah mendengar apaan itu Filolial. Aku nggak tau apa yang dibicarakan Raphtalia.

"Apa itu?"

"Itu lho burung-burung besar di kota. Mereka yang menarik kereta bukannya kuda."

"Oh, yang itu."

Aku melihat mereka di kota. Mereka adalah burung besar yang dimanfaatkan seperti kuda. Kupikir mereka merupakan sejenis hewan yang ada didunia ini, ternyata secara tenknis mereka adalah monster.

"Ada seorang pelatih monster didesaku. Dia memiliki sebuah peternakan dimana dia membesarkan berbagai macam monster untuk diambil dagingnya."

"Betulkah...."

Kurasa di dunia ini, peternak dan penggembala ternak, siapapun yang merawat mahluk-mahluk seperti itu dianggap sebagai pelatih monster. Mungkin mereka nggak mengenal yang namanya "hewan" dan segala sesuatu yang bukan manusia disebut monster.

"Terus telur apaan itu?"

"Kalau monster nggak di besarkan dari telur, mereka nggak akan menganggap manusia sebagai tuannya. Itu sebabnya kami menjual mereka sebagai telur. Begitulah tuan."

"Jadi gitu."

"Apa kau mau melihat kandang monster?"

Dia menjual apapun yang kau inginkan. Penjual budak ini cukup kapitalis.

"Yah, nggak masalah sih sekarang ini. Tapi tanda apa itu yang ada di peti telur itu?"

Aku nggak bisa baca apa yang tertulis disana, tapi ada tanda panah yang mengarah pada kotak tersebut, dan kayaknya itu adalah tulisan angka.

"Itu adalah sebuah lotre! Satu kali coba 100 silver, dan jika kau menang, kau mendapatkan sebutir telur!"

"Mahal amat tiketnya."

Saat ini, kami punya 508 silver, yang mana itu adalah uang yang cukup banyak.

"Yah, mereka adalah monster-monster yang berharga."

"Aku mau tanya buat cari tau sedikit, tapi apa sebutan mereka? Filolial? Biasanya berapa harganya kalau dijual?"

"Yang dewasa? Biasanya sekitar 200 silver, tapi harga itu bisa naik turun bergantung pada kualitasnya. Begitulah tuan."

"Kalau kau membandrol 200 silver untuk yang dewasa, maka kurasa anakannya lebih murah? Dan telurnya lebih murah lagi.... Yah, kurasa kau harus memperhitungkan biaya perawatannya. Aku penasaran apakah itu adalah sebuah bisnis yang bagus."

"Yah tidak seperti itu juga. Telur yang asli bercampur dengan telur-telur yang lain."

"Oh ya, kau menyebutnya lotre."

Jadi kau bisa dapat atau enggak.

Jadi kalau kau nggak beruntung, kau nggak akan dapat apa-apa, dan kalau kau beruntung, kau masih akan berakhir membayar lebih banyak.

"Dan aku menebak disana nggak ada telur yang asli kan?"

"Mana mungkin. Apa kau menuduhku melakukan praktek bisnis tidak sehat? Wahai pahlawanku..."

"Jadi aku salah?"

"Aku sangat bangga pada bisnisku. Aku mungkin menikmati menipu seorang pelanggan, tapi aku tidak suka memalsukan produk-produkku."

"Kau suka mengurangi orang, tapi nggak memalsukan?"

Aku nggak bisa mengikuti logikanya. Aku nyerah deh.

"Dan apa yang didapat kalau mengambil telur jackpot?"

"Aku akan membuatnya mudah untuk kau pahami, sebagai orang asing. Sederhananya, seekor Knight's Dragon."

Woah, seekor Knight's Dragon? Aku penasaran apakah itu adalah kelas naga yang ditunggangi para knight dalam pertempuran?

"Apa itu adalah seekor naga yang ditunggangi orang seperti seekor kuda?"

"Bukan hanya itu, naga ini bisa terbang. Mereka sangat populer, jadi game ini telah populer pada para bangsawan."

"Seekor naga terbang? Kayak mimpi aja."

"Tuan Naofumi?"

"Untuk membeli naga itu di pasar, kau butuh sekitar 20 gold. Mereka adalah salah satu dari naga yang paling murah. Begitulah tuan."

"Berapa kemungkinannya? Beritahu aku berapa peluang mendapatkan telur naga itu."

"Ada 250 telur didalam peti, dan hanya satu yang merupakan telur naga."

Jadi peluangnya adalah 1 banding 250.

"Aku sudah menutupi perbedaan telurnya dengan mantra sihir. Kau pasti setuju dengan gagasan mendapatkan zonk terlebih dahulu sebelum mendapatkan hadiahnya."

"Pemikiranmu betul-betul seorang pebisnis."

"Ya begitulah. Setiap kali ada pemenang, aku mencatat nama mereka, dan mereka cenderung menyebarkan berita ke sekitar yang mana menguntungkan aku."

"Ya, tapi peluangnya sangat kecil...."

"Yah, namanya juga lotre tuan, dan jika kau membeli 10 tiket, kau dijamin menang, setidaknya sekali. Begitulah tuan."

"Jadi, bisa aku anggap disana nggak ada telur naga?"

"Ya, itu benar, tapi hadiahnya bisa dipastikan bernilai setidaknya 300 silver."

Tunggu sebentar, bukankah ini seperti mesin slot online? Ayolah!

Permainan-permainan ini dirancang untuk mendapatkan keuntungan bagi pebisnis yang membuatnya. Dan dia membuatku sedikit tertarik....

"Hmm...."

Kalau dipikir-pikir, aku bertanya-tanya seberapa jauh aku bisa membuat kemajuan hanya dengan Raphtalia yang ada di partyku?

Kira-kira lebih murah mana antara membeli budak lain atau membeli seekor monster untuk bepergian bersama kami?

Mungkin aku harus mencoba Slave User Shield baru punyaku. Raphtalia sudah berlevel cukup tinggi, jadi penyesuaian pendewasaannya mungkin nggak terlalu berpengaruh pada dia.

Namun, aku bisa merawat monster. Bepergian bersama Raphtalia, biaya paling besar adalah memperbarui equipment miliknya. Tapi ada peluang bahwa monsternya bisa bertarung tanpa perlu menggunakan senjata apapun. Aku bisa menggunakan semua uang tambahan yang kami dapatkan untuk Raphtalia.

"Baiklah, aku akan mencobanya sekali."

"Terimakasih banyak! Sebagai rasa terimakasih, aku akan menggratiskan biaya upacara kutukan budak."

"Sungguh baik sekali kau. Aku suka hal seperti itu."

"Tuan Naofumi?"

"Ada apa?"

"Apa kamu membeli sebuah telur monster?"

"Ya, kupikir kita mungkin bisa menggunakan anggota party yang lain. Aku bisa saja membeli seorang budak, tapi mereka cuma akan membuat pembengkakan pengeluaran untuk equipment mereka. Aku merasa bahwa berinvestasi pada seekor monster mungkin cara yang bagus untuk dilakukan."

"Ya, tapi monster bisa betul-betul merepotkan."

"Aku tau itu. Tapi bukankah kamu ingin seekor peliharaan?"

"Apa kamu yakin bahwa kamu nggak berusaha mendapatkan telur seekor naga?"

"Bahkan jika kita mendapatkan seekor Usapil, aku nggak masalah."

Aku menyukai hewan-hewan kecil. MMORPG sering kali mengijinkan kau memelihara peliharaan dan menggunakan mereka dalam partymu. Setidaknya mereka bisa jadi hiburan. Dan kalau aku bisa memberi mereka perintah, seperti seorang budak, maka meraka bisa jadi bantuan dalam pertempuran.

Kamu punya sedikit uang tambahan, dan aku bisa bilang bahwa itu akan mengempeskan dompetku. Tapi tetap aja, itu nggak kelihatan kayak sebuah investasi yang remeh bagiku. Selain itu, kalau ada Slave Shield, berarti ada perisai untuk monster juga.

"Dan jika kita membesarkannya lalu menjualnya, kita nggak akan merasa seburuk seperti jika kita melakukan hal yang sama pada seorang budak."

"Oh oke, kurasa aku ngerti sekarang."

Tentunya, kami mungkin akan merasa terikat, tapi kami butuh uang—hal itu nggak bisa dihindari lagi.

Kurasa menjual seorang budak sangat sulit karena kau tau bahwa mereka adalah orang. Sama seperti Raphtalia yang kembali padaku dengan kemauannya sendiri, kalau budak yang berikutnya melakukan hal yang sama. Aku nggak yakin aku bisa menjual budak yang lain. Setidaknya monster nggak bicara. Jadi meskipun kami jadi terikat, kurasa aku masih bisa meninggalkannya demi keuntungan.

Aku bisa saja menjualnya begitu saja, dan berharap bahwa dia akan jadi monster yang bagus. Kira-kira kayak gitulah.

"Aku yakin kau akan membantuku dalam hal itu, kan?"

"Pertimbanganmu yang mendalam memang menakjubkan, Pahlawan. Ya aku akan membantu!"

Dia menyukai pembicaraan ini.

Aku melihat telur-telur itu. Si penjual budak sudah mengatakan bahwa sudah dipasang mantra agar telur-telur itu nggak bisa dibedakan, jadi kurasa aku cuma perlu memilihnya secara sembarangan.

"Aku pilih yang ini."

Aku cuma mengikuti naluriku dan memilih telur yang ada disebelah kanan.

"Lihat pada simbol yang terlukis pada cangkang telur, dan salinlah ke piring yang ada didepanmu."

Aku melakukan seperti yang dia katakan dan menggambar simbol itu pada piring. Saat aku melakukannya, simbolnya menyala merah, dan sebuah ikon baru muncul di bidang pandangku. Ikon itu menyebutkan pelatihan monster. Sama seperti ketika ikon budak muncul, sebuah jendela juga muncul menampilkan berbagai peraturan penggunaan yang terperinci yang bisa diterapkan pada si monster.

Aku memilih pilihan yang membuatnya mematuhi perintahku atau hukuman langsung. Aku memutuskan untuk membuat hukumannya lebih parah daripada yang kutetapkan pada Raphtalia. Kayaknya itu adalah pilihan yang jelas— gimanapun juga ini adalah seekor monster. Aku nggak yakin apakah monster itu memahami bahasa kami, jadi aku akan memastikan untuk memasukkan lebih banyak emosi dalam kata-kataku saat aku memarahinya. Telur itu masih belum menetas sih.

Si penjual budak menggosok-gosok tangannya dalam kegembiraan dan mengeluarkan sebuah mesin yang kelihatan kayak incubator. Aku menaruh telurnya didalamnya.

"Kalau telur ini nggak menetas, kembalikan uangku."

"Aku salut padamu, Pahlawan! Bertekad untuk mendapatkan kembali uangnya meskipun telah mengambil telur yang salah."

Si penjual budak kayaknya sedang dalam suasana hati yang bagus. Apa dia orang maso? Bukannya aku mau mempermainkan orang lain, tapi... sebenernya kalau dipikir-pikir, aku nggak keberatan melihat para pahlawan lain yang geblek sedikit menderita.

"Meskipun ini adalah persetujuan verbal, aku betul-betul akan memintanya kembali. Kalau kau bertindak seolah percakapan ini nggak pernah terjadi, budakku yang ganas ini mungkin akan menyebabkan kekacauan."

"Hei, kamu mau aku melakukan apa?"

"Kunantikan kunjunganmu lagi, tuan!"

Si penjual budak sedang dalam suasana hati yang sangat bagus.

"Terus kapan telurnya menetas?"

Aku memberikan 100 silver sambil bertanya.

"Itu tertulis di inkubator."

"Coba kulihat...."

Aku melihat sesuatu seperti sejenis angka, tapi aku nggak bisa membacanya.

"Raphtalia, kamu bisa membacanya?"

"Coba kulihat, sedikit sih. Kayaknya angkanya akan menghilang besok."

"Lumayan cepat. Bagus."

Aku jadi bersemangat. Aku nggak sabar pengen melihat monster macam apa yang menetas dari telur itu.

"Aku selalu senang saat kau mengunjungi aku. Begitulah tuan."

Kami berbalik dan meninggalkan tenda itu

***


Chapter 29: Chapter 3 Rasa syukur atas kehidupan

Jadi apalagi selanjutnya?

Aku sedang bingung mau ngapain, lalu aku teringat obat sisa yang kumiliki setelah gelombang kehancuran itu. Aku membuat obat dalam jumlah yang banyak untuk jaga-jaga, tapi saat ini mungkin akan lebih baik untuk menjual apa yang gak kubutuhkan.

"Ayo mampir ke toko obat dan kemudian pergi ke toko senjata."

"Tuan Naofumi, hati-hati jangan ceroboh mengenai uangmu. Kalau kamu terus melakukan seperti biasanya, itu cuma akan membuat hidup lebih berat."

"Aku tau."

"Equipment kita saat ini masih bagus. Kenapa harus repot-repot memikirkan hal itu, kan masih belum betul-betul butuh."

"..."

Yah, kurasa dia ada benarnya. Tapi dibandingkan dengan para pahlawan yang lain, equipment yang kami pakai kayak sampah. Aku masih menganggap bahwa mendapatkan equipment yang lebih baik untuk Raphtalia dan kemudian melawan monster yang lebih kuat adalah strategi yang terbaik...

"Selain itu, kita baru saja membeli equipment baru beberapa hari yang lalu. Coba bayangkan apa yang akan dikatakan pemilik toko senjata."

"Yeah..."

Dia benar, pak tua itu memberi banyak bantuan pada kami. Dia memberi kami equipment baru dengan tukar tambah dengan equipment lama kami. Apapun yang mungkin akan kami dapatkan dari dia sekarang, kemungkinan nggak jauh beda dengan yang kami miliki sekarang.

Pemilik toko senjata adalah satu-satunya orang yang membantuku setelah orang-orang bangsat itu memfitnahku—aku menyukai dia. Semua yang kami pakai saat ini, senjata milik Raphtalia dan armorku sendiri, kami membeli dari dia.

Jadi aku ingin terus menghormati dia, dan aku ingin membalas untuk semua yang telah dia lakukan.

"Baiklah. Kita nabung dulu untuk sementara waktu."

"Baik!"

Yang jelas, bukanlah ide buruk untuk membeli equipment baru setelah dompet kami agak gemukan dikit.

"Baiklah, ayo ke toko obat."

Aku masuk kedalam toko, dan saat si pemilik melihatku, dia tersenyum.

"Apa? Apaan itu?"

Pria ini biasanya kelihatan cemberut, yang mana aku menganggap itu sejenis strategi bisnis miliknya. Jadi kenapa dia kelihatan senang? Itu membuatku jengkel.

"Tidak ada. Aku sedang menunggu kau mampir. Menunggu kesempatan untuk bilang terimakasih, kau tau."

"Untuk apa?"

Aku menatap Raphtalia. Kami berdua nggak tau apa yang dia bicarakan.

"Aku punya kerabat di Riyute. Mereka mengatakan bahwa kau menyelamatkan mereka. Mereka memintaku untuk membantumu kalau aku bertemu denganmu."

"Hmm... Begitukah."

Gelombang kehancuran terjadi di dekat kota bernama Riyute, dimana aku memusatkan operasiku saat itu. Ditengah-tengah kekacauan, aku mencurahkan energiku untuk upaya evakuasi, dan kota itu berakhir cukup baik karena hal itu. Saat gelombang berakhir, para penduduk Riyute berkumpul dan mengucapkan terimakasih padaku. Sepertinya kerabat pria ini ada diantara mereka.

"Jadi sebagai ucapan terima kasih aku ingin..."

Si pemilik mengeluarkan sebuah buku dari rak buku yang ada dibelakang dia.

"Apa itu?"

"Kau menjual padaku beberapa ramuan tingkat rendah sebelumnya, yang mana membuatku yakin bahwa cuma itu resep yang kau ketahui. Buku ini memiliki resep-resep yang lebih baik untuk ramuan tingkat menengah. Kurasa kau mungkin sudah siap untuk menerimanya."

"....."

Aku membuka buku itu dengan ragu-ragu. Buku itu cukup tua. Dan sampulnya sudah sobek-sobek. Meski begitu aku cuma bisa mengenali beberapa karakter yang tertulis disana.

Tapi aku nggak bisa membacanya.

"Te...Terima kasih. Aku akan berusaha."

Dia sudah bertindak nggak kayak biasanya untuk baik padaku, jadi aku nggak mau membiarkannya begitu saja tanpa setidaknya mengatakan terimakasih. Buku itu mungkin berisikan resep-resep untuk obat-obat yang bisa kujual dengan harga bagus.

"Aku senang mendengar kau mengatakan itu."

Ugh... Aku benci tekanan harus menanggapi kebaikan orang. Aku menyerah membacanya karena aku nggak paham dengan bahasa yang mereka gunakan untuk menulis disini. Kurasa aku harus berusaha lagi.

"Pemilik toko sihir ingin kau mampir kesana juga."

"Toko sihir?"

"Tuan Naofumi? Itu adalah sebuah toko yang menjual buku-buku untuk mempelajari mantra sihir."

"Oh, aku mengerti."

Aku sudah pernah melihat toko itu tapi menganggap bahwa itu adalah sebuah toko buku. Saat itu, aku ingat melihat bola kristal di belakang toko.

"Dimana tokonya?"

"Ada di jalan utama ini. Nggak mungkin kau nggak menemukannya."

Ya, aku ingat pernah melihatnya. Itu adalah toko buku—maksudku toko sihir, yang terbesar atau yang terbesar kedua dari sekian banyak toko.

"Bagus. Jadi apa yang bisa kubantu hari ini?"

"Kuharap kau mau...."

Dia akhirnya membeli obat-obat dariku dengan harga yang lebih bagus dari yang sebelumnya.

Aku membeli beberapa material, dan kemudian pergi mencari toko sihir.

"Oh! Sang Pahlawan Perisai! Aku berterimakasih padamu kerena menyelamatkan cucuku "

"Betulkah..."

Aku nggak tau siapa yang dia bicarakan, tapi itu pasti salah satu warga Riyute. Nyonya tua yang menjalankan toko itu menyambutku di pintu dengan sopan.

Aku menyebut dia nyonya tua, tapi dia seorang wanita gemuk dan pendek yang berpakaian seperti seorang witch (penyihir).

"Kudengar kau ingin bertemu denganku?"

Aku melihat-lihat toko yang sebelumnya salah aku kira sebagai sebuah toko buku. Rak-rak bukunya dipenuhi dengan buku-buku tua yang berdebu, dan ada sejumlah bola kristal yang berjajar di balik meja etalase. Ada bebarapa staff dan wand... Seperti yang akan kalian duga dari sebuah toko sihir.

Ah betul juga, aku nggak tau gimana caranya mempelajari sihir.

"Sebelum itu, apakah nona muda ini satu-satunya rekan perjalananmu?"

"Huh? Oh... iya."

Tatapanku dan Raphtalia bertemu, dan kami berdua mengangguk.

"Kalau begitu, tunggu sebentar."

Dia berjalan kebelakang meja etalase, mengambil sebuah bola kristal dan mulai merapal mantra.

"Nah sekarang, Pahlawan Perisai, silahkan lihat kedalam bola ini."

"Um... Oke."

Aku nggak tau buat apa itu, tapi aku melihat kedalam bola itu.

Sesuatu bersinar, tapi aku nggak betul-betul bisa melihat sesuatu.

"Ya, ya, nampaknya kau, Pahlawan Perisai, cocok untuk mempelajari sihir pemulihan dan sihir pendukung."

"Huh?"

Apa dia melihat sihir jenis apa yang paling cocok buatku?

Kalau saja dia memberitahuku lebih awal, aku akan tau apa yang terjadi... Oh yah, itu nggak seperti aku punya tempat untuk mengeluh, tapi dia harusnya menjelaskannya sedikit lebih baik.

"Berikutnya aku akan melihat nona muda yang cantik dibelakangmu."

"Baik, nyonya."

Raphtalia melangkah maju dan melihat kedalam bola kristal itu.

"Ya, ya, itu masuk akal. Nona rakun muda ini nampaknya sangat cocok menggunakan sihir bayangan dan sihir cahaya."

"Kenapa kau bilang itu masuk akal? Apakah itu hal yang sudah lumrah?"

"Ya, demi-human tipe rakun dikatakan mengendalikan bayangan yang mengandung sifat bias dari cahaya serta sifat tak berbatas dari bayangan."

Aku mulai paham. Mereka seperti rakun atau tanuki di duniaku. Di Jepang tempatku berasal, orang-orang sering mengatakan bahwa tanukiadalah mahluk yang bisa berubah wujud yang mana bisa berwujud manusia. Sepertinya cara berpikir itu merupakan sesuatu yang sama-sama kami miliki.

"Oke, terus untuk apa apa semua ini?"

"Inilah yang ingin kuberikan padamu."

Nyonya tua itu berkata dan menyerahkan tiga buku pada kami.

Buku lagi! Aku nggak bisa membacanya, sama sekali nggak bisa membacanya meski cuma satu kata saja, tapi orang-orang membanjiri aku dengan buku-buku hari ini.

"Sebenarnya aku ingin sekali memberimu bola kristal, tapi kalau aku melakukannya aku nggak bisa menjalankan bisnis...."

"Kenapa begitu?"

"Apa kau tidak tau, Pahlawan Perisai? Kalau kau bisa melepas sihir yang tersegel didalam sebuah bola kristal, kau bisa langsung mempelajarinya."

Apa?! Jadi aku bisa belajar menggunakan sihir meskipun aku nggak bisa membaca bukunya?

"Beberapa saat yang lalu, kerajaan telah memesan bola kristal dalam jumlah yang banyak untuk keempat pahlawan. Apa kau tidak mendengar apa-apa mengenai hal ini?"

"Nggak sedikitpun."

Nggak diragukan lagi, itu pasti kelakuannya si Sampah. Dia pasti membeli bola-bola kristal itu untuk para pahlawan yang lain setelah aku pergi.

Dia sampai segitunya demi memgucilkan aku... Ugh... Cuma mikirin itu membuatku pengen bunuh tuh orang.

"Buku sihir tidak mudah dibaca— itulah yang pasti. Tapi jika kau bisa menggunakannya, pada akhirnya aku akan bisa mempelajari sejumlah sihir dari buku-buku itu."

Mungkin itu sebabnya cuma ada satu sihir pada satu bola kristal, tapi ada banyak jenis buku sihir. Tentu saja, buku-buku itu ada gunanya kalau kau bisa membacanya.

"Aku minta maaf..."

"Oh buku-buku ini akan jadi bantuan yang besar!"

Raphtalia tersenyum dan menjawab.

"Berapa banyak sihir yang bisa kami pelajari dari buku-buku ini?"

"Yah, buku-buku itu untuk pemula. Untuk tingkat yang lebih lanjut... Kau harus membelinya."

"Oh, tentu."

"Aku mungkin bisa mengajarimu mantranya secara langsung, tapi Pahlawan Perisai sangat sibuk kan? Kurasa kau tidak bisa bersantai-santai di kastil kota."

"Itu benar."

Gimanapun juga, dia punya bisnis yang harus dijalankan. Dia memotong keuntungannya untuk memberi kami buku-buku ini, jadi kayaknya sangat nggak pantas mengeluh tentang hal itu.

"Terimakasih."

Aku agak kesulitan bilangnya, tapi kami menerima buku-buku yang dia tawarkan dan meninggalkan toko sihir.

"Astaga...."

Aku menghela nafas tanpa pikir panjang. Aku nggak betul-betul suka belajar, jadi sekarang apa yang harus kulakukan?

Siapapun yang punya otak setengah tau bahwa tindakan terbaik yang perlu dilakukan adalah bekerja keras, belajar membaca, dan kemudian mempelajari buku untuk mempelajari resep baru dan sihir.

Tentunya itulah yang akan mereka katakan.

Aku bertanya-tanya apakah ada skill yang bisa kupakai untuk membuatnya lebih mudah, sesuatu seperti "penerjemahan bahasa dunia lain". Mungkin ada resep ramuan yang tersimpan di dalam perisai. Kalau aku mencarinya, aku mungkin bisa menemukannya. Tapi apa yang membutuhan lebih banyak waktu? Belajar membaca atau mencari perisai yang akan memberiku resep secara langsung?

Membaca mungkin lebih murah tapi kalau kau mempertimbangkan investasi waktu, maka sama saja bohong. Dan itu juga akan perlu mendapatkan material baru untuk uji coba.

Aku masih tertarik dengan pemikiran mengenai skill penerjemahan, dan setiap kali aku berpikir mengenai hal itu, keinginanku untuk belajar membaca semakin menyusut.

"Ayo mempelajari sihir itu!"

Raphtalia berkata padaku.

"Tapi aku nggak bisa baca tulisan disini..."

"Aku tau. Itu sebabnya kita harus belajar bersama."

"Ya... Kurasa cuma itu saja jalannya."

Kayaknya itu memang ide yang bagus untuk mendapatkan resep baru.

"Itu mengingatkan aku—berapa banyak waktu yang kita miliki sampai gelombang berikutnya?"

"Huh? Oh, tunggu sebentar."

Aku memperhatikan ikon yang ada di sudut bidang pandangku.

Sepertinya seluruh sistem ini disebut "status magic" dan semua orang di dunia ini bisa menggunakannya.

Adapun untukku, tingkat seranganku sangat rendah, tapi tingkat pertahananku sangatlah tinggi.

Diantara ikon yang ada disana, ada satu lagi yang cuma bisa dilihat oleh para pahlawan. Aku memfokuskan energiku pada ikon itu, dan sebuah jam muncul yang mengindikasikan jumlah waktu yang tersisa sampai gelombang berikutnya tiba.

Kayaknya 45 hari 14 jam.

"Kayaknya kita punya waktu 45 hari!"

Jadi gelombang itu nggak datang setiap satu bulan?!

Yah, itu nggak seperti kami punya waktu 2 bulan juga sih, tapi itu mengingatkan aku pada sesuatu: kami dipanggil kesini setelah gelombang pertama datang. Itu artinya frekuensinya bisa saja berbeda dari yang kami pikir sebelumnya. Kalau aku menghitung waktu yang kulewati sendirian sebelum bersama Raphtalia, kayaknya memang sekitar segitu.

Lebih dari satu bulan waktu yang tersisa untuk persiapan.

"Yah, punya waktu ekstra merupakan hal yang bagus."

Dan jika aku berpikir tentang semua persiapan yang betul-betul harus kami buat, sebenarnya kami nggak punya waktu luang.

"Apa urusan kita disini sudah selesai untuk sekarang ini?"

"Kurasa begitu. Kita udah memasang kembali kutukan budak, menjual obat kita, dan mendapatkan buku-buku itu dari toko sihir. Harusnya udah selesai."

Aku mempertimbangkan bersama Raphtalia. Kalau kamu lupa sesuatu dan harus kembali, kami akan kehilangan banyak waktu.

"Kalau begitu ayo cari sarapan terus pergi leveling."

"Oke."

Aku terkejut dengan makanannya. Indera perasaku telah sepenuhnya kembali.

Aku sudah hampir lupa seperti apa itu makanan lezat. Ini sungguh menyegarkan.

Mortar Shield: persyaratan terpenuhi

Beaker Shield: persyaratan terpenuhi

Druggist's Mortar Shield: persyaratan terpenuhi

Mortar Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: peracikan baru

Beaker Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: bonus peracikan cairan

Druggist's Mortar Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: skill pengumpulan +2

Kami selesai makan dan memutuskan untuk meninggalkan kastil kota dan menuju ke Riyute. Pasti ada monster di jalan uangr cocok untuk leveling untuk level kami saat ini. Nggak kayak para pahlawan yang lain, aku belum tau dimana tempat terbaik untuk leveling dan tempat berburu. Jadi aku harus mencarinya sendiri atau bertanya-tanya dan melihat apa yang bisa kudapatkan dari yang dibilang orang lain.

Aku membuka peta dan memperhatikannya sebentar. Kayaknya nggak ada tempat yang sangat bagus, tapi sepertinya ada beberapa tempat yang cukup bagus untuk tujuan kami. Mengingat itu bukanlah sebuah balapan—tapi tetap aja, pemikiran tertinggal dibelakang para pahlawan yang lain membuatku jengkel. Dan selain itu, melawan monster yang gak diketahui, terus menang, akan memberiku skill dan perisai baru. Kayaknya itu bukanlah ide yang buruk.

Aku mengabaikan untuk menjelaskannya secara penuh. Ada banyak bentuk perisaiku yang bisa digunakan, dan semuanya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Sayangnya, kebanyakan cuma peningkatkan status dan kemampuan, jadi perisai-perisai itu nggak terlalu banyak membantu.

Kebanyakan perisai-perisai itu memiliki peningkatan defense karena aku pengguna perisai... setidaknya itulah teoriku. Meski begitu, selain peningkatan defense, tingkat agility, stamina, magic, dan SP ku, semuanya selain attack, meningkat. Karena itulah aku bisa melewati gelombang yang sebelumnya tanpa terluka.

Kami berjalan menapaki jalan.

"Aku penasaran apakah aku bisa menyerap musuh dari gelombang kehancuran kedalam perisaiku?"

Kami buru-buru pergi, jadi aku bahkan nggak kepikiran mencobanya. Tapi sekarang aku betul-betul ingin mencobanya, karena aku harus melakukan apapun yang bisa kulakukan untuk membuat perisaiku lebih kuat.

Kami sampai di wilayah Riyute, dan disana terdapat mayat-mayat musuh yang keluar dari gelombang berserakan disana-sini.

Inter-Dimensional belalangLocust Shield: persyaratan terpenuhi

Inter-Dimensional Lower Bee Shield: persyaratan terpenuhi

Inter-Dimensional Zombie Shield: persyaratan terpenuhi

Inter-Dimensional Locust Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: defense +6

Inter-Dimensional Lower Bee Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: agility +6

Inter-Dimensional Zombie Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: resistensi pembusukan persediaan

Aku mencincang monster-monster itu untuk melihat apakah bagian-bagian tubuh mereka akan menghasilkan perisai yang lain.

Tapi kayaknya sebagian besar material yang tersisa nggak cukup, dan aku cuma bisa membuka satu perisai lagi.

Bee Needle Shield: persyaratan terpenuhi

Bee Needle Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: attack +1

Efek Khusus: perisai jarumNeedle Shield (kecil), racun lebah (paralysis)

Aku sudah menduganya, dan kami melanjutkan ke desa.

Dalam perjalanan, kami menjumpai sekelompok penduduk desa yang memindahkan mayat chimera.

"Halo."

"Oh! Sang Pahlawan Perisai."

Nggak diragukan lagi berkat apa yang telah kami lalui selama gelombang itu, penduduk desa menyapaku dengan hangat.

"Apa monster ini boss dari gelombang kehancuran?"

Aku menatap ukuran tubuhnya dan merasa keringat mengalir dikeningku.

Aku nggak tau gimana mendeskripsikannya. Itu adalah seekor chimera, tapi ada sesuatu yang membuatnya kelihatan berbeda dari monster yang lain yang kutemui di dunia ini. Aku nggak tau apakah itu warnanya, atau karakteristik biologis lainnya. Susah untuk mendeskripsikanya dengan istilah yang kongkrit.

"Mahluk yang mengerikan."

"Iya."

Aku setuju dengan apa yang mereka katakan. Kayaknya para pahlawan yang lain dan para knight telah memotong beberapa bagian untuk dijadikan material. Bentuk dasarnya masih kelihatan, tapi kulit dan dagingnya sudah dipotong-potong di beberapa tempat.

"Boleh aku mengambilnya sedikit?"

"Tentu saja. Kami bingung apa yang harus kami lakukan dengan mayat ini. Kami ingin membawanya kembali ke desa dan mengolahnya menjadi equipment. Bagaimana?"

"Bukan ide buruk, tapi kelihatannya sudah nggak banyak yang bisa digunakan."

Kulitnya sudah diambil, jadi mereka nggak bisa membuat armor yang bagus darinya. Tetap saja, mereka mungkin masih bisa menggunakan daging dan tulangnya, dan mungkin ekor ularnya.

Kepalanya sudah dipotong. Kayaknya ada tiga kepala, namun...

Aku dan Raphtalia mulai memotong bagian-bagiannya dan membiarkan perisaiku menyerap apapun yang bisa diserap.

Chimera Meat Shield: persyaratan terpenuhi

Chimera Bone Shield: persyaratan terpenuhi

Chimera Leather Shield: persyaratan terpenuhi

Chimera Viper Shield: persyaratan terpenuhi

Chimera Meat Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: peningkatan kualitas masakan

Chimera Bone Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: resistensi bayangan (medium)

Chimera Leather Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip: defense +10

Chimera Viper Shield:

Kemampuan belum terbuka

Bonus equip:

Skill: Change Shield, Peracikan Antidote meningkat, Resistensi Racun (medium)

Efek Khusus: taring ular beracunSnake Venom Fang (medium), KailHook

Perisai yang terakhir kayaknya punya banyak bonus yang bagus, dan tingkat pertahanannya cukup tinggi.

Tapi untuk memakainya, kayaknya kau harus berlevel tinggi, dan diatas semua itu, kau harus membuka banyak perisai chimera yang lain. Aku nggak akan bisa memakainya untuk beberapa saat, tapi aku merasa bahwa itu akan jadi perisai utamaku saat gelombang kehancuran berikutnya datang.

"Apa yang akan kalian lakukan dengan sisanya?"

"Kami akan menguburnya, jadi ambilah apapun yang kau mau."

"Hm..."

Rasanya itu akan sia-sia, tapi tetap aja... Kayaknya cuma tersisa daging dan tulang saja. Tulangnya sih harusnya nggak masalah, tapi dagingnya? Yang bisa kupikirkan cuna mengerikannya dan membuat daging kering. Belum lagi kayaknya rasanya belum tentu enak.

Tapi, aku yakin itu bisa jadi material untuk ramuan magis, tapi meskipun memang begitu, siapa yang akan membeli ramuan itu dariku? Aku nggak tau. Daging-daging itu akan memberiku masalah kalau sudah mulai membusuk, dan gimana kalau aku menyimpannya dan ternyata malah hidup lagi?

Tentunya, hal yang sama bisa dikatakan mengenai tulangnya, tapi aku masih merasa lebih baik masalah tulangnya daripada dagingnya. Disaat yang sama, apa yang begitu aku kuatirkan?

"Baiklah, kami akan mengambil apa yang bisa kami bawa."

"Jumlahnya cukup banyak, Pahlawan."

"Apa kalian mengijinkan aku menyimpannya di desa?"

"Yah, kalau itu permintaanmu, Pahlawan..."

"Kalian bisa mengeringkannya. Kalau seseorang yang menginginkannya mampir, jual saja. Tapi sisihkan sedikit untukku. Itu mungkin akan memberi kalian uang yang cukup untuk membangun kembali desa. Kalau daging dan tulang yang berasal dari gelombang kehancuran, pasti ada orang yang ingin menelitinya. Kalian bisa mendapatkan uang dengan cara itu."

"Kurasa kau benar, Pahlawan."

Penduduk desa membutuhkan uang untuk membangun kembali desa, jadi mereka mengikuti instruksiku.

Aku membiarkan perisaiku menyerap apapun yang akan membusuk dengan cepat, lalu kami pergi ke desa. Saat kami sampai, hari sudah senja.

Desanya setengah hancur, dan penduduk yang lain tinggal di rumah kerabat yang nggak rusak. Kepala desa menyiapkan sebuah ruangan untuk kami di penginapan, yang mana tampak kondisinya cukup baik, dengan begitu kami bisa beristirahat dengan baik malam itu.

"Aku ingin berada disini dulu dan membantu mereka membangun kembali desa, tapi kurasa kita nggak punya waktu untuk memikirkan masalah ini."

Penduduk desa melakukan apa yang mereka bisa untuk mengurus kami. Aku bisa mengerti itu merupakan rasa terimakasih atas bantuanku dalam memgurus mayat chimera, tapi aku merasa nggak enak mengenai kamar gratisnya.

"Aku tau gimana perasaanmu. Aku berharap kita bisa melakukan sesuatu untuk membantu mereka."

Beberapa penduduk terpelajar memberiku daftar karakter, jadi dengan itu aku mungkin bisa belajar membaca bahasa mereka.

Itu adalah sesuatu seperti huruf A I U E O jepang, atau alfabet dalam bahasa Inggris.

Larut malam, aku minta bantuan Raphtalia, karena dia bisa membaca sedikit. Aku menyuruh dia mengucapkan masing-masing karakter agar aku bisa membandingkannya dengan bahasaku sendiri. Lalu aku menulis persamaannya dengan bahasaku sendiri.

Aku membayangkan bahwa mereka menggabungkan karakter untuk menyusun kata-kata, jadi penerjemahan akan sangat sulit. Meski begitu, itu nggak mustahil.

Aku duduk dan membuat obat, dan sembari aku bekerja, aku berjuang untuk mengingat semua simbol aneh milik mereka.

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C28
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank 200+ Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT