Kami berjalan di padang rumput dan menetapkan operasi kami di hutan dan pegunungan.
Kami bertarung jauh lebih lancar daripada yang sebelumnya. Kurasa kami sudah terbiasa.
Pengumpulan herbal juga berjalan dengan baik. Nggak butuh waktu lama buat memenuhi tas kami dengan herbal dan barang jarahan.
Lalu kejadian itu terjadi.
Selama ini kami kebanyakan melawan monster yang menyerupai benda mati, namun akhirnya monster yang seperti binatang muncul.
Seekor monster besar berwarna coklat... Seekor kelinci?
Usapil.
Kalau kau tanya padaku, itu adalah nama yang aneh.
"Boooo!"
Usapil itu menatap kami beberapa saat sebelum menyerbu kearah kami sambil menunjukkan gigi depannya yang besar.
"Awas!"
Mungkin berpikir dia tampak lemah, monster itu menargetkan Raphtalia. Jadi aku berlari kedepan dia untuk melindunginya.
Kiine! Kiiine!
Si Usapil menancapkan giginya, tapi sama seperti sebelumnya, itu sama sekali nggak sakit. Kayaknya defense milikku betul-betul tinggi.
"Kena kau! Tikam dia!"
"Ahh... Aku..."
"Ada apa?"
"Dia hidup... dan dia... akan berdarah!"
Aku mencoba memahami apa yang ingin dia katakan.
"Lawan saja. Kita akan melawan banyak mahluk hidup."
"Tapi... tapi..."
Si Usapil terus menggigitku lagi dan lagi.
"Lakukan saja! Kalau kamu nggak melakukannya, aku nggak akan bisa melindungimu."
Tentu, kami menghabiskan waktu bersama, dan menjadi sedikit terikat. Tapi aku masih butuh dia untuk bertarung demi aku. Kalau dia nggak bisa melakukannya, aku akan mengembalikan dia dan mencari seorang budak baru, budak yang bisa bertarung.
"Hiya! Hiya!"
Raphtalia mengeluarkan teriakan seperti anak kecil dan menusuk Usapil itu terus menerus dari belakang.
Saat dia mencabut pisaunya, darah menyembur.
"Ah..."
Si Usapil tumbang ke tanah dan berguling-guling. Raphtalia melihatnya, dan kemudian terus menatap darah yang ada dipisaunya. Dia menjadi pucat, dan dia terlihat seperti dia akan lari.
Tapi nggak ada waktu buat simpati. Kami harus melakukan hal yang sama ratusan kali, atau mungkin ribuan kali.
"Booo!"
Usapil lain muncul dari semak-semak dan menyerbu kearah Raphtalia.
"Ah!"
Aku berlari ke antara mereka dan menepis serangan si Usapil.
"Aku minta maaf. Aku tau ini adalah tanggungjawabku, tapi aku cuma bisa melindungi orang lain. Itu sebabnya aku harus melakukannya."
Si Usapil menusukkan giginya pada lenganku saat aku bicara.
"Aku harus menjadi lebih kuat. Aku butuh kamu untuk membantuku."
Kalau tidak, nggak mungkin aku bisa bertahan pada apa yang akan datang. Waktunya sudah ditetapkan. Gelombang kehancuran akan datang kurang dari dua minggu.
Kalau aku harus menghadapinya dengan levelku saat ini, aku nggak yakin aku bisa selamat.
"....Tapi..."
"Kurang dari dua minggu, sebuah gelombang kehancuran yang besar akan datang melanda dunia."
"Apa?!"
"Itu sebabnya aku harus menjadi lebih kuat. Sebelum gelombang itu datang, aku harus menjadi cukup kuat untuk menghadapinya."
Raphtalia mendengarkan sambil diam dan dia gemetar ketakutan.
"Kamu akan melawan gelombang itu?"
"Ya. Karena itulah aku ada disini. Aku melakukannya bukan untuk kesenangan... Kalau kamu memikirkannya seperti itu, kamu dan aku sangat mirip. Aku nggak berada dalam posisi untuk mengatakan hal itu, karena akulah yang memaksamu."
"...."
"Jadi jangan beri aku alasan untuk melepaskanmu."
Aku nggak mau. Nggak akan bagus buat siapapun untuk memasukkan dia kembali ke kandang didalam tenda itu.
Aku nggak punya uang. Jadi kalau aku nggak menjual dia, aku nggak bisa membeli seorang budak baru.
"Aku paham... Master. Aku akan... bertarung."
Wajahnya yang pucat perlahan-lahan mendapatkan kembali warnanya. Dia mengangguk. Kemudian dia berpaling pada si Usapil dan menikamnya menggunakan pisaunya yang berlumuran darah.
Dia tiba-tiba terlihat penuh tekad. Matanya teguh.
Si Usapil berguling-guling di kakinya. Dia menatapnya, dan kemudian perlahan menutup matanya. Dia melangkah maju dan membetulkan pegangannya pada pisaunya. Dia akan menghabisi monster itu.
"Serahkan padaku. Ini bukanlah tugasmu."
"Baik."
Aku mengambil pisau bedah dari tasku.
Ini adalah kenyataan, bukanlah sebuah permainan. Kalau aku bisa, aku akan berpaling. Tapi itu bukanlah pilihan.
Ini adalah pertama kalinya aku membantai seekor binatang, tapi ini adalah sesuatu yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Pertama kali aku melihat darah Usapil di tanganku, aku memahami bagaimana yang dirasakan Raphtalia.
Dan juga, kayaknya aku nggak bisa menggunakan senjata untuk bertarung, tapi aku bisa menggunakannya untuk mengerjakan tugas seperti ini. Mengingat ada banyak saat-saat dalam hidup dimana kau membutuhan sebuah pisau, jadi ini kayaknya wajar saja.
Aku membedah kedua Usapil itu dan membiarkan perisaiku menyerapnya.
kelinciUsa Leather Shield: persyaratan terpenuhi
Usa Meat Shield: persyaratan terpenuhi
Usa Leather Shield:
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: agility +3
Usa Meat Shield:
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: keterampilan pembedahan +1
Aku mengubah perisaiku menjadi Usa Meat Shield dan berdiri.
"Master, um, tolong jangan... tinggalkan aku."
Raphtalia menatapku, memohon padaku. Dia terlihat kesakitan.
Dia pasti betul-betul nggak mau kembali ke penjual budak.
Dia menangis dimalam hari, menderita penyakit, dan kurus. Kalau aku nggak hati-hati, dia mungkin akan mati. Dan itu akan buruk untuk siapapun.
Aku tersenyum pada pemikiran wanita itu sekarat saat bersamaku. Tapi kembali ke realitas. Itu bukanlah skenario yang ideal.
"Kalau kamu mengerjakan tugasmu. Aku nggak akan membuangmu."
Dan aku akan berada dalam keadaan yang sulit kalau dia mati.
...Ya, apapun dengan gender yang sama dengan wanita itu... ugh, wanita itu!
Kepalaku puyeng. Aku harus berhenti berpikir tentang hal. Itu menyakitkan. Sekarang adalah waktunya berpikir gimana menggunakan budak ini untuk menjadi lebih kuat.
Exp 7
Raphtalia exp +7
"Aku ingin.... membantumu... Master."
Raphtalia bertingkat seperti orang yang baru, menyerang dan membunuh para Usapil. Dia bahkan menyerbu untuk menyerang monster bahkan sebelum aku punya kesempatan untuk menahannya.
Ini bagus, bahkan jika itu tampak agak kasar.
Apa yang kulakukan bukanlah hak yang baik. Segalanya hanya untuk aku, dan itu sangatlah egois.
Tapi.... Aku memang betul-betul nggk punya pilihan, kan?
Kami memutuskan untuk menginap di hutan malam ini. Kami mengumpulkan kayu bakar dan membuat api unggun.
Kami mengambil beberapa herbal yang tampak bisa dimakan dan merebusnya dengan daging Usapil untuk makan malam.
Masih ada sedikit daging yang tersisa, jadi kami menusuknya menjadi sate dan memanggangnya.
Aku berencana kembali ke kota besok siang, tapi aku nggak yakin apakah kami bisa menjual dagingnya. Aku bahkan nggak yakin apakah kami bisa memakannya, tapi skill Penglihatan punyaku mengatakan bahwa itu bisa dimakan.
Setelah selesai masak, aku mencicipinya. Nggak ada yang salah dengan masakan ini.
Dagingnya alot dan aku nggak bisa merasakannya. Sungguh nggak mengenakan.
Aku cuma memasaknya dan nggak melakukan hal yang aneh-aneh. Jadi mungkin dia nggak punya selera.
Kemampuan memasakku naik dan memberitahuku bahwa kualitasnya "sangat bagus", jadi harusnya rasanya cukup enak.
"Ini. Makanlah."
Aku menyerahkan semangkuk sup dan sate daging pada dia.
"Nikmat sekali!"
Perutnya bergemuruh penuh antisipasi, dan matanya bersinar saat dia menggigit makanannya. Dia memakannya seolah itu adalah makanan paling lezat di dunia.
Setelah bertarung seharian, aku berlevel 10, dan Raphtalia juga. Dia akhirnya menyusul levelku.
Aku mengalihkan perhatianku pada pekerjaan meracik memanfaatkan penerangan dari api.
Dengan uang yang kuhasilkan dari obat, semoga saja aku bisa mengupayakan agar kami bisa mendapatkan equipment baru. Aku membuat obat yang paling mahal yang aku tau.
Aku menghaluskan herbal menggunakan cobek serta penumbukknya dan memeras cairannya kedalam tabung.
Kamu tekag membuat obat!
Kamu telah membuat minuman bergizi!
Aku membuat semua resep yang aku tau.
Jadi aku mencapai akhir dari kegunaan peracikan. Selain itu kedua resep ini adalah yang kukuasai melalui keberuntungan. Aku kehabisan bahan untuk meracik.
Dan kebanyakan hasilnya nggak terlalu bagus.
"....Uhuk."
Jadi pengaruh obatnya sudah habis. Aku memberi dia sebotol obat lagi, dan dia meminumnya dalam diam. Pokoknya, kami berdua harus menjadi lebih kuat.
"Kita akan bergantian menjaga apinya. Kamu bisa tidur duluan dan... aku akan membangunkan kamu kalau sudah giliranmu."
"Baik."
Dia sungguh jujur dan penurut. Dia bertindak seperti orang yang betul-betul berbeda dari saat pertama kami bertemu.
"Selamat malam."
"Ah... Ya, malam. Oh hei, kita akan menjualnya besok, jadi kau bisa tidur pakai selimut kulit domba mumpung kita masih punya."
Sambil memasak, aku menggunakan api untuk mengasapi kutu busuk dan kutu dari selimut itu, dan aku memberikannya pada Raphtalia. Selimut itu gak tebal, tapi dengan kombinasi dari yang lainnya, selimut itu harusnya cukup hangat.
"Baik."
Dia mencium bulu domba tersebut.
"Apa diasapi?"
"Ya, ini bau asap."
"Ya, kurasa."
"Tapi kayaknya hangat."
Dia duduk dan bersandar pada punggungku. Lalu dia memejamkan matanya.
Aku terus berlatih meracik, dan menjaga apinya. Menunggu teriakan rutin Raphtalia.
Astaga... berapa lama kami harus menjalani kehidupan kayak gini?
Setidaknya, kami harus menjalani kehidupan kayak gini selama satu minggu kedepan.
Aku nggak mau memikirkannya, tapi kalau kami nggak mendapatkan equipment yang lebih baik, mungkin kematianlah yang menanti kami.
....Itu akan segera terjadi. Dihari ketiga, aku semakin baik dalam waktu penangangan.
"....Mmm..."
Raphtalia perlahan-lahan bangun dan mengucek matanya.
"Hmm...?"
"Sudah bangun?"
Dia nggak menjerit.
Oh, jadi begitu. Punggungnya bersandar pada punggungku saat dia tidur, jadi kehangatan itu pasti telah membuat dia berada lebih baik. Kalau dia bisa tidur dan menyentuh orang lain, mungkinkah dia akan baik-baik aja?
"...Aku lapar."
Setelah makan tadi dia masih lapar juga?
"Ini buat kamu."
Aku memberi dia daging panggang yang tersisa, yang rencananya kusimpan buat sarapan. Dia memakannya dan kelihatan menikmatinya.
"Baiklah, giliranku tidur. Bangunkan aku kalau terjadi sesuatu."
"Baik."
Dia mengangguk saat dia menggigit daging tersebut.
Aku senang bahwa dia lebih bahagia daripada dia yang biasanya, tapi dia jadi agak gemuk.
***
Kami bertukar giliran tidur, dan nggak lama setelahnya pagi menjelang.
Saat siang, ada masalah baru.
Kami sedang berburu Usapil.
"Ah...."
Pisau yang kuberikan pada Raphtalia retak.
"Ini, pakailah."
Aku emang nggak punya pilihan, jadi aku mengulurkan pisauku pada dia. Dia mengambilnya dan membunuh Usapil yang menggigitku.
"Aku sungguh minta maaf."
"Nggak ada barang yang nggak bisa rusak. Pisau itu patah. Itu bukan masalah besar."
Itu adalah barang murah, dan kami bahkan nggak pernah mengasahnya.
"Ayo balik ke kota."
"Baik."
Kami sudah memperoleh cukup banyak barang. Setelah membagi barang bawaan, kami berjalan menuju kota.
Dan juga, sekarang aku dan Raphtalia sudah level 11.
Dalam perjalan kami kembali ke kota, kami bertemu beberapa monster, tapi Raphtalia bisa menghabisi mereka menggunakan pisau kecil itu.
Sesampainya di kota, kami menjual semua barang jarahan dan obat-obatan kami dan berhasil memperoleh 70 keping silver.
"Aku penasaran apa yang terjadi?"
"Pisaunya maksudnya?"
Aku dan Raphtalia makan di warung.
Kayaknya kami menghasilkan uang yang cukup untuk bertahan hidup. Kalau aku bisa memasak daging Usapil, kami bisa makan gratis. Itu bisa mengurasi sedikit tekanan.
Aku nggak tau harus kemana, tapi aku tau kami butuh equipment yang bagus dan terus leveling.
"Ayo pergi ke toko senjata."
"Ya."
Kriuuuk....
Aku mendengar suara perut kerongongan dibelakangku.
"Aku lapar?"
"Bukankah kamu baru saja makan?"
Apa ini pubertas?! Berapa kali dia butuh makan dalam sehari?
"Ha...."
Koefesiennya nyaris anjlok. Kalau kami nggak pergi berburu, aku akan bangkrut.
"Kali ini yang bisa kukatakan adalah: beri kami equipment terbaik dengan harga 65 silver. Dan sebuah pisau juga."
Si pemilik toko senjata menepok jidatnya.
"Kurasa aku juga salah, memberimu senjata yang murah kayak gitu... tapi kau masih harus merawat senjatamu."
"Maaf. Aku menggunakannya seolah senjata itu memiliki lapisan Blood Clean. Tindakan yang buruk, huh?"
Betul itu, balloon, jamur, dan Eggug pada dasarnya bukanlah mahluk hidup. Yah memang, Eggug punya cairan didalamnya yang perlu kau waspadai. Tapi Usapil berdarah, dan itu pasti punya pengaruh pada pisau. Diatas semua itu, kami nggak pernah membersihkan ataupun mempertajam pisaunya, jadi membuat pisaunya semakin cepat rusak.
"Tapi kau tau, baru tiga hari sejak terakhir aku melihat kalian. Kalian terlihat jauh lebih sehat."
"Begitu kah?"
Raphtalia tersenyum. Apa yang mau dikatakan si pemilik toko senjata itu?
"Hm? Dan kau kelihatan sangat senang juga."
"Memang!"
Ini adalah tempat yang pas untuk tawar-menawar.
"Hei, carikan senjata yang seharga 65 silver."
"Gimana denganmu?"
"Aku sih nggak masalah."
"Sungguh?"
Raphtalia menatapku kebingungan.
"Apa aku kelihatan aku butuh sesuatu? Astaga..."
Dalam pertarungan yang sudah kami lakukan sampai sejauh ini, aku belum pernah terluka sekalipun. Tapi para Pahlawan yang lain telah memperingatkan aku. Pengguna perisai memang kuat dipermulaan, tapi akan tertinggal seiring berjalannnya game.
Jadi aku nggak akan membuang-buang sumber daya pada diriku sendiri sampai kami cukup jauh hingga serangan musuh mulai melukai aku.
"Hmm..."
Raphtalia bertindak seperti dia nggak paham maksudnya. Dia memeluk bola yang kuberikan pada dia.
"Yah ini adalah nasib, kan? Aku akan memeberimu tawaran."
"Beri saja kami diskon."
"Aku sudah memberimu harga terendah yang bisa kuberikan. Kalau aku nggak melakukannya, kau akan mengancamku pakai balloon-balloon sialan punyamu kan?"
Jadi orang-orang betul-betul membicarakan tentang aku. Itu nggak menggangguku sih-paling tidak gosip ini bagus buatku.
"Aku hanya membalas kekonyolan dengan kebaikan."
"....Aku nggak peduli dengan itu, meskipun aku yakin kau memikirkan cara lain untuk mendapatkan apa yang kau mau."
"Kayaknya kau sangat memahamiku."
"Aku bisa paham hanya dengan melihatmu. Kau jauh lebih berjiwa bisnis daripa para Pahlawan yang lain."
"Aku anggap itu sebagai sebuah pujian."
"Nah sekarang...."
Pria tua itu mengelus dagunya saat dia menatap Raphtalia.
"Mungkin sudah saatnya kau move on dari pisau. Apa menurutmu kau sudah siap memakai pedang?"
"Apa menurutmu aku bisa menggunakannya?"
"Kayaknya kau cocok menggunakannya! Mungkin harus dimulai dengan sebuah pedang pendek."
Dia pergi ke sudut toko dan mulai menggeledah disebuah kotak.
"Huh."
"Aku akan memakai pedang?"
"Kurasa begitu."
"Aku akan melihat instruksi tentang bagaimana menggunakannya."
Si pria tua itu kembali, dan dia membawa sebuah pelindung dada kulit.
"Ini sebuah pedang besi pendek, dan sebuah pelindung dada terbuat dari kulit."
Dia menyerahkan pedang tersebut pada Raphtalia dan memasangkan pelindung dada pada pakaian Raphtalia.
Disaat yang sama, suara gemuruh keras terdengar dari perut Raphtalia.
"Lagi!!"
"Gimanapun juga dia adalah seorang demi-human kan? Dia masih anak-anak, dan kau harusnya sudah mengetahui hal ini saat dia naik level."
Apa maksudnya itu? Aku nggak betul-betul-betul paham, tapi kayaknya para demi-human menjalani kehidupan dengan aturan yang berbeda.
"Huh, betul kah? Yah kalau gitu kamu tetaplah disini dan dengarkan penjelasannya. Aku akan pergi cari makanan, ngerti?"
"Baik!"
Si pria tua itu tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan kami.
"Baiklah, pergi sana. Aku akan mengajari dia dasar-dasarnya saat kau pergi."
Aku meninggalkan toko senjata dan pergi ke pasar.
Apa dia mengatakan bahwa para demi-human harus membayar level mereka dengan memakan lebih banyak makanan? Sungguh tipe mahluk yang aneh.
Tapi statistik miliknya menjadi lebih tinggi, dan dia menjadi lebih kuat. Itu bagus.
Tetap saja, aku nggak bisa menghabiskan semua uangku pada makanan.
Aku membeli beberapa makanan dan kembali ke toko senjata. Si pemilik toko sedang mengajari Raphtalia bagaimana menggunakan pedang baru miliknya.
"Ngerti?"
"Makasih!"
Raphtalia terus menjejalkan makanan kedalam mulutnya, dan si pemilik toko terus berbicara tentang bagaimana mengayunkan pedang, dan bagaimana caranya menghindari serangan.
Kayaknya mereka sudah membuat kemajuan.
"Kau mau mempelajari ini juga?"
"Nggak makasih. Aku nonton aja."
"Ya, defense punyamu sangat tinggi jadi itu nggak masalah. Tapi kalau kau kehilangan keseimbanganmu, kau akan berada dalam masalah yang serius."
....Kata si pemilik toko, dan dia menyelesaikan pengajarannya. Kami menyerahkan bayarannya. Lalu pria itu menyerahkan sebongkah batu putih padaku.
"Apa ini?"
"Ini batu asahungkal. Pedang baru ini nggak dilapisi Blood Clean. Kalau kau nggak melakukan perawatan secara teratue, pedang ini akan rusak kayak pisau itu."
"Jangan bilang...."
Perisaiku mulai bereaksi, jadi aku membiarkan perisaiku menyerap batu iyu.
"W...Woi!"
Sharpening Shield: persyaratan terpenuhi
Huh? Itu nama yang aneh.
Meski begitu kurasa itu tetaplah sebuah perisai.
Ada begitu banyak bijih besi yang berbeda... tapi kurasa permasalahannya bukan untuk membedakannya namun untuk menggunakannya dalam kombinasi dengan Sky Egg Shield dan Usa Meat Shield dalam penggabungan.
Kurasa karena kau butuh sebuah pisau tajam untuk memasak. Level pertahanannya nggak bisa dibedakan dengan Egg Shield. Kayaknya membiarkan perisai ini menyerap Usapil yang mati sebelum dicincang akan menghasilkan sebuah Usapil Shield, yang mana memiliki tingkat pertahanan yang lebih tinggi.
Sharpening Shield:
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: pengasahan level 1
Efek Khusus:
Pengasahan secara otomatis (8 jam): konsumsi (besar)
Efek khusus?
Aku memeriksanya di layar bantuan.
Efek Khusus:
Efek khusus adalah efek yang mindik hanya ketika senjata tertentu dipakai untuk pertama kalinya. Tidak seperti efek-efek pemakaian, efek ini tidak bisa dipelajari untuk digunakan seterusnya, jadi berhati-hatilah dan hanya gunakan efek ini saat kau yakin bahwa efek ini akan berguna.
Sama seperti game-game lain beserta efek-efek mereka.
Jadi, seperti jika itu adalah tipe naga, kau bisa mengharapkan sebuah efek yang betul-betul spektakuler saat dipakai. Kurasa itu pasti sesuatu yang kayak gitu.
Aku bergegas mengubah perisaiku.
"Woah! Apa itu?"
Sharpening Shield sedikit lebih besar daripada Small Shield. Perisai ini terdiri dari batu putih besar.
Perisai ini tertutupi alur ukiran, ada yang kecil dan ada yang besar. Beberapa diantaranya terlihat seperti kau bisa menyelipkan kertas pada ukiran tersebut.
"Woi bocah idiot! Dengarkan aku!"
Terserahlah... "pengasahan otomatis (8 jam): konsumsi (besar)" aku penasaran apa maksudnya?
Kalau sama kayak yang dikatakan namanya, kurasa itu artinya bahwa kemampuan itu akan selama waktu tertentu.
"Woi..."
"Apaan sih pak tua?"
"Apa-apaan perisai itu?"
"Kau sudah melihatnya sebelumnya! Ini Perisai Legendaris itu."
"Aku belum pernah mendengarnya, dan aku belum pernah melihatnya."
"Kau sudah pernah melihatnya. Ini adalah Small Shield yang dulu."
"Terus kenapa jadi batu asah raksasa sekarang?"
"Karena aku membiarkan perisai ini menyerap batu asah yang kau berikan padaku. Ayolah pak tua."
"....."
Dia menatapku seolah aku aneh, seperti dia nggak bisa memahami apa yang kukatakan.
"Aku mendengar bahwa Senjata Legendaris memang diimbuhi dengan suatu kekuatan misterius. Apa ini yang mereka maksudkan?"
"Apa para pahlawan yang lain nggak memberitahumu?"
"Aku belum bertemu mereka belakangan ini. Dan kau adalah satu-satunya yang kulihat melakukan sesuatu kayak gitu."
Kami mungkin harus mengatakan semua ini diawal, tapi siapa yang punya waktu luang buat membicarakannya ketika suatu nasib mengerikan menunggu kami kurang dari dua minggu? Kayaknya para pahlawan lain berencana terus merahasiakan hal ini untuk mendapat keuntungan sendiri.
Yah, mereka memang nggak bisa dipercaya.
...Tapi untuk pertahanan mereka, betul-betul nggak perlu memamerkan kemampuanmu. Kurasa mereka lebih efesien.
"Apa yang kau kuatirkan?"
"Yah, dikatakan bisa mengasah secara otomatis selama 8 jam, dengan konsumsi yang besar. Itu terdengar seperti akan secara otomatis menjaga pedangmu tetap tajam. Meski aku nggak tau apa yang akan di konsumsi."
"Hmmm..."
Si pemilik toko mengambil sebilah pedang tua yang karatan dari belakang konter dan menusukkannya pada salah satu pola yang ada di perisaiku.
"Akan kuberikan beberapa equipment punyaku yang gak bisa dijual. Kau bisa mencobanya pada equipment itu."
"Makasih."
Sebuah ikon muncul di bidang pandangku. Disebutkan disana, "sedang mengasah."
Aku merasa berat, dan pundakku terasa pegal.
Aku melihat di layar statusku, dan disana ada tingkat SP yang terlihat disana. Memang masih belum berubah, tapi sekarang tingkat SPnya menurun perlahan-lahan.
Aku menyadarinya itu mungkin berkaitan dengan skill poin, tapi aku terkejut bahwa SP itu terpakai pada aktifitas seperti ini.
"Baiklah, ayo pergi."
"Sudah mau pergi?"
"Ya."
Aku menepuk kepala Raphtalia dan berjalan ke pintu.
Kami harus fokus pada leveling, dan kemudian mengamankan cukup makanan untuk menenangkan perut Raphtalia.
"Hei, pak tua."
"Apa? Kau lupa sesuatu?"
Dia bersandar di konter seolah dia nggak mau direpotkan oleh pertanyaan lagi.
"Ada sebuah dungeon di kota di sisi lain hutan. Apa kau tau suatu tempat yang dihuni monster dengan kekuatan yang setara dengan dungeon itu?"
Aku menggelar peta punyaku dan menunjuk dungeon yang dikatakan oleh cewek sialan padaku.
Aku merasa lebih baik menanyakannya. Meski aku nggak harus percaya apa yang dikatakan oleh pria tua itu.
"Kota itu sendiri, dan jalan menuju kesana dihuni oleh monster yang serupa dengan dungeon tersebut nggak kayak yang ada dihutan."
"Oke, bagus. Aku akan ke sana."
Kami harus fokus leveling, dan menghasilkan uang, sebelum hari yang diramalkan tiba.
***
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT