Download App
73.05% JANJI / Chapter 141: Berkemas

Chapter 141: Berkemas

Seusai makan siang, keluarga kecil itu hanya berkumpul di ruang keluarga menonton televisi. Sementara meri memegang buku medis dan membacanya. Tepatnya hanya ayah dan anak itu yang fokus pada televisi. Bukan tayangan drama atau berita, keduanya asik bermain game yang baru saja selesai di rancang oleh junior berkat kecerdasannya dan bantuan ilham.

Keduanya seperti layaknya teman yang tergila-gila dengan dunia gaming. Hanya tuhan yang tahu kapan keduanya akan berhenti memainkan game itu. Meri yang melihat sangat bosan dan tertidur di sofa.

"dadi, ibu sepertinya kelelahan" junior melihat posisi tidur ibunya yang berbantalkan lengan sofa dengan kaki menjulur lurus dan bagian kaki bawah yang berada di pangkuan ilham.

"biarkan saja" keduanya lanjut bermain.

Baru kali ini junior merasakan keasikan yang berbeda saat bermain game. Itu karena ia memiliki rekan yang seimbang dengan kemampuan gamingnya. Ilhampun merasakan hal yang sama. Ia merasakan sesuatu yang berbeda karena kenyataan bahwa ia menemani putranya bermain dengan istrinya yang tidur di sampingnya. Tidak ada yang lebih bahagia dari itu.

Setelah makan malam, ilham membantu junior mengemas pakaian yang akan ia bawa ke Indonesia besok. Sementara meri masih berbaring di kamarnya dengan infus sehingga ia tidak bisa bebas beraktivitas.

"kau belum tidur?" ilham masuk ke kamar dan menemukan meri masih bersandar di kepala ranjang dengan kaca mata dan buku di tangannya.

"aku belum mengantuk" jawab meri tanpa melepaskan pandangannya dari buku yang ia baca. "apa pakaian junior sudah di packing?" tanya meri kemudian.

"sudah. Sekarang tinggal pakaianmu saja yang belum"

Ilham mengambil koper dan mulai mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam lemari. Meri mengarahkan pakaian mana yang akan ia bawa ke Indonesia dan ilham dengan patuh melipat dan memasukkannya ke dalam koper.

Saat tiba pada pemilihan pakaian dalam, ilham justru yang lebih banyak memberi saran.

"yang ini lebih bagus" saran ilham sambil menunjukkan sebuah bra berwarna hitam dengan tali tipis dan motif renda.

"Mmm, masukkan. Yang itu juga" meri menunjuk pada bra favoritnya yang berwarna maroon dengan tali lebar hingga saat memakainya lebih mirip tanktop dan tidak akan ada cela untuk ****dara terlihat.

"tidak bagus. Yang ini saja" tolak ilham kemudian menunjukkan bra dengan model adhesive bra berwarna hitam. Jenis bra tanpa tali itu membuat ilham tersenyum menatapnya.

"terserah. Tapi jangan lupakan bra olahragaku. Dan untuk underwear masukkan yang model seperti itu" meri menunjuk celana dalam model boy short.

"oke. Tapi ku rasa kau juga perlu membawa yang seperti ini" ilham memegang celana dalam model G-string berwarna hitam.

Meri membelalakkan matanya yang berada di balik kaca matanya melihat pilihan suaminya itu.

"ilham, apa kau sadar semua yang kau pilih itu sangat vulgar. Terlebih yang ada di tanganmu saat ini" kata meri. "dan lihat, semua pilihanmu adalah warna hitam. Ada banyak warna dengan model yang sama tapi kenapa harus hitam?"

"karena aku suka melihatmu memakai dalaman berwarna hitam. Itu saja" jawab ilham dengan nada ceria seperti perasaannya saat ini.

"kemari, biar aku saja yang memilih pakaianku sendiri. Aku yang mau memakainya jadi seharusnya itu mengikuti seleraku" protes meri mengulurkan tangannya agar ilham membawa semua pakaian dalamnya mendekat.

"tidak perlu. Aku juga bisa memilihkan untukmu. Kau diam saja di situ" ilham mulai memasukkan pakaian dalam sesuai keinginannya dan semuanya berwarna hitam.

"hei, aku yang memakainya jadi se..."

"tapi aku yang melihatnya jadi sesuaikan dengan mataku" potong ilham tak memberi ruang penolakan. "lagipula kalau kau tidak mau memakainya, mengapa pakaian dalam vulgar ini ada di lemarimu?"

"itu koleksi lamaku saat masih belum menutup diri sekarang sudah tidak ku pakai lagi" jawab meri.

Sewaktu bersama andre, meri memang mengoleksi berbagai jenis dalaman untuk kebutuhan busananya. Seperti bra tanpa tali, ia membelinya hanya untuk digunakan saat ia menggunakan gaun tanpa tali atau gaun dengan tali satu. G-string ia beli untuk menghindari bentuk mengecap pada saat ia menggunakan dress mini dengan kain melekat sempurna di bagian bokongnya.

"kalau begitu ini kesempatanmu memakainya lagi. Gunakan di depanku" balas ilham. "dan ini, aku suka kau memakai ini saat tidur dari pada piyama"

"lingerie itu masih termasuk pakaian dalam. Bukan pakaian tidur" protes meri saat melihat lingerie hitam yang ia gunakan saat malam pertamanya di tangan ilham.

"aku tidak keberatan kau memakai ini saat tidur. Aku suka jadi belilah beberapa lembar lagi yang seperti ini" senyum menggoda tergambar di wajahnya saat mengatakan hal itu.

"terserah kau saja" malas berdebat, meri melemparkan bukunya ke sisi kasur yang lain kemudian melepas kacamatanya dan tidur membelakangi ilham yang masih sibuk memasukkan pakaian meri ke dalam koper.

Melihat sikap meri yang mulai kesal dengan pilihannya. Ilham mengganti pilihannya dengan pilihan istrinya itu dan hanya memasukkan dua lembar bra pilihannya sementara lima lembar bra pilihan meri. Kemudian mengeluarkan G-string yang tadinya ada lima sekarang hanya tersisa dua sedang lima lainnya adalah boy short. Untuk lingerie ia tetap memasukkannya.

Setelah selesai, ia memeriksa infus yang sudah hampir habis. Tak ingin membuang-buang cairan itu, ilham menunggu sampai benar-benar habis kemudian menarik tangan meri dengan lembut untuk melepaskan jarum infus di tangannya.

Ia tahu tidak nyaman tidur dengan pergerakan terbatas akibat selang infus jadi dia membukanya. Sudah 12 jam meri memakainya dan sudah habis tiga botol, ilham merasa itu sudah cukup dan tak ingin membuat tangan istrinya bengkak karena terlalu banyak menelan cairan.

Cukup lama menekan bekas abocath di punggung tangan meri, ia mulai merasa ngantuk dan menyusul meri di kasur. Istrinya itu masih membelakanginya, tapi itu bukan masalah besar baginya. Selama tangannya masih bisa memeluk tubuhnya maka tidak ada yang perlu ia pikirkan.

Saat tangan ilham melingkar di pinggang meri, mata indah wanita itu terbuka. Ia berbalik menatap suaminya dengan rasa penyesalan.

"aku minta maaf" ujar meri.

"tidak perlu. Aku yang keterlaluan tadi"

"tetap saja aku salah. Aku minta maaf" meri mengulangi kalimat permintaan maafnya. Dia merasa sesalah-salahnya suaminya, ia tetap harus menghargainya bukan malas bersikap kasar dengan meninggalkannya.

"aku maafkan" jawab ilham kemudian menarik istrinya mendekat dan mencium bibirnya dengan sedikit menekan, bukan romantis. Ciuman itu ungkapan rasa gemasnya pada wanita yang selalu bisa membuat suasana hatinya berubah cerah dengan cepat. "istriku ini sangat menggemaskan"

"uch,, sakit" keluah meri memegangi bibirnya.

"haha.. Tidurlah. Besok kita akan berangkat pagi"

Keduanya tidur saling berpulukan dengan meri yang membenamkan wajahnya di leher ilham. Pasangan yang sudah melewati waktu sebelas tahun lika liku hingga bisa bahagia seperti saat ini.

Patah hati, berdarah-darah karena tak di restui hingga harus terpisah dua tahun. Bertemu karena takdir yang kembali mengikat setelah sekian lama menyakiti hati sendiri, bertahan agar tak kembali. Bersama namun dalam ikatan ipar, menjaga wanita yang berstatus istri orang. Saat terpuruk dan kembali terlupakan tanpa ada kenangan yang tersisa. Bertemu, menikah dan kemballi terpisah enam tahun karena sesuatu yang sebenarnya sudah terlupakan.

Dan kini, dua tubuh itu kembali bersatu berbagi rasa sedih dan bahagia. Berbagi kasih sayang tanpa ingin di pisahkan. Dua jiwa yang terlalu lama menghabiskan waktu terpisah namun takdir mengatakan bahwa mereka harus tetap bersama.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C141
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login