Download App
66.66% Colour Of Ribel World / Chapter 2: Chapter 1: Less Act

Chapter 2: Chapter 1: Less Act

Kedua mataku yang tadinya tertutup kini terbuka mendengar namaku dipanggil berulang kali. Ya, karena sekarang sudah pagi dan hari ini merupakan hari yang biasanya dianggap hari kemalasan yaitu hari senin.

Entah kenapa, banyak sekali orang yang membenci hari senin dan itu termasuk denganku. Bukannya aku benci harinya atau apanya, hanya saja ... kenapa libur sekolah bukan hari senin saja dan hari selasa baru sekolah.

Dengan begitu, apakah hari senin akan menjadi hari paling malas untuk dijalani? Tentu tidak, pasti hari selasa yang menjadi tumbal dan hari itu juga menjadi hari kemalasan layaknya hari senin.

Beranjak dari tempat tidurku dengan rasa pegal yang membebani tubuh bagian atasku. Bukannya aku malas atau apa, melainkan latihan tiap hari merupakan rutinitasku agar tidak terlalu bergantung kepada orang lain.

Ada pepatah mengatakan yang selalu aku ingat ketika Ayahku meninggalkan dunia ini. Jangan mau diberi makan terus, cari makan sendiri dengan apa yang kau miliki sekarang.

Karena itu, aku harus hidup sehat agar Ibuku tidak terlalu terbebani oleh kehidupanku ini. Aku teringat ketika jatuh sakit karena demam dan itu juga salah dari seorang pengguna Ribel.

Yang aku ingat ketika penglihatanku berkunang-kunang hanyalah wajah Ibuku yang khawatir seraya mengurusiku dengan segenap tenaganya. Pada saat itu juga, aku tidak ingin membebani Ibuku lagi.

   "Nak! Sarapan dulu!"

Ibuku memanggil namaku lagi, hanya mendengar namaku dipanggil olehnya itu pertanda Ibuku masih kuat menanggungnya. Takdir berkata lain, setelah Ayahku meninggalkan dunia ini, Ibuku mengidap sebuah penyakit.

Setiap hari senin ia harus berkunjung ke klinik yang biasa dikunjungi oleh Ibuku. Karena itu, aku tidak bisa ikut bersamanya dan aku penasaran dengan kondisi tubuhnya.

Setelah semua ruangan ini beres dan tidak lupa untuk memasukkan beberapa buku karena hari pertama masuk sekolah yang merupakan tes tidak terlalu menuntu belajar. Aku mengerahkan tangan kananku ke depan ketika bercermin, saat ini kupikir untuk menggunakan kemampuan Ribelku.

   "Tidak, aku tidak boleh bergantung pada kekuatan ini."

Aku langsung menurunkan kembali tangan kananku dan segera pergi ke lantai bawah karena sarapan di pagi hari sudah menunggu.

Ketika aku sudah di lantai dasar, terlihat seorang perempuan yang bersiap-siap pergi untuk pergi bekerja. Dia adalah Ibuku yang menjadi tulang punggung keluarga.

   "Nak, uangmu ada di tempat biasa. Ibu pergi dulu."

Sahut Ibuku seraya menggunakan kemampuan Ribelnya yang berupa telekinesis. Ia meletakkan uang yang menjadi kebutuhan sehari-hariku di atas meja makan menggunakan kekuatannya.

   "Hati-hati, jaga kondisimu bu."

Sahutku seraya menunjukkan senyuman kecilku, Ibuku menanggapinya dengan lambaian tangan lalu menutup pintu depan dengan pelan. Ketika dia pergi, aku merasa akan kehilangan sosoknya lagi yang kuingat.

Aku langsung memukul pipi sebelah kananku dengan tangan kanan agar tidak memikirkan seperti halnya tadi. Menghela napas cukup panjang lalu duduk di kursi kosong untuk menyantap sarapan yang dibuat oleh Ibuku.

Aku terdiam sebentar ketika roti lapis yang aku kunyah terasa asin, ini ulah Ibuku yang terburu-buru sampai lupa membedakan garam dengan gula pasir. Ketika aku melihat ke samping kanan, terdapat kaleng berukuran cukup besar dengan merek M*nde.

Membuka tutup kaleng tersebut dan mendapati renginang yang dibuat oleh Ibuku. Sebetulnya renginang ini adalah makanan keseharian Ayahku, karena itu aku menggantikan Ayahku agar Ibuku selalu tersenyum dan tidak lagi menunjukkan wajah sedihnya.

Ketika aku ingin meraih ponsel pintarku yang ada di saku sebelah kanan, melirik sebentar ke samping kiri untuk melihat jam berapa sekarang ini.

   "Masih aman ... aman ndasmu!"

Aku terkejut ketika jam tersebut menunjukkan waktu masuk sekolah baruku di pelajaran pertama. Segera pergi mandi gerak cepat hanya membutuhkan waktu dua menit dan itu juga termasuk waktu untuk mengeringkan seluruh tubuhku.

Segera pergi ke kamarku yang ada di lantai dua, mengenakan seragam sekolah lalu memakai dasi seraya bercermin. Suara dering ringtone ponsel membuat perhatianku teralihkan, segera membawa tas gendongku lalu memasukkan ponsel yang aku bawa ke saku sebelah kanan.

Semua kulakukan dengan gerak cepat dan mengunci semua pintu yang terbuka agar semuanya aman. Berlari dari lantai dua apartemen ke lantai dasar karena menggunakan lift hanya menyia-nyiakan waktu.

Karena suara ponsel yang membuatku kesal, aku segera melihat sebuah pesan yang dikirimkan ke alamatku. Pesan tersebut merupakan pesan dari salah satu teman somplakku yang memiliki kemampuan unik.

   "Mblo, sudah ada guru. Mampos!"

Itulah isi pesan yang aku terima dari salah satu teman somplakku, aku berhenti berjalan sebentar karena rasa kesal sudah menghantuiku.

   "Minta ditampol nih anak."

Pikirku seraya menatap layar ponsel yang masih menunjukkan pesan yang tadi, ketika aku berniat berlari kembali. Seorang perempuan yang kukenal telah berlari mendahuluiku dengan kecepatan seorang atlit lari.

   "Lecia? Dia juga terlambat."

Lecia merupakan pengguna kemampuan Ribel menengah, dia dapat meningkatkan kemampuan fisiknya namun kemampuan itu hanya akan aktif ketika lapar sedang melanda.

Aku segera berlari meskipun aku tahu bahwa dengan kondisiku saat ini hanya akan tertinggal jauh. Aku dapat menebak kenapa Lecia sang ketua kelas dari kelasku terlambat, dia pasti kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh wali kelas kami yaitu tentang lembaran kertas pendaftaran.

Tugas milikku sudah dikerjakan oleh teman somplakku yang tadi sehingga aku akan aman saja ketika masuk terlambat dan tugas sudah selesai. Semua untuk satu, satu untuk semua.

Itulah ideologi yang dianut oleh temanku, karena ideologi keren yang dipegang teguh olehnya membuatku jijik dan terkesan. Satu untuk semua dan semua untuk satu yang berarti berbagi bersama.

Dia menyebar situs legendaris di sekolah baru ini yaitu situs kucingpoi, aku juga membuka situsnya meskipun diblok oleh pemerintah. Wajar untuk laki-laki tapi aku tidak terlalu, jangan menganggapku seorang homo hanya karena itu.

Ketika berlari menyusuri jalan raya yang menuju sekolah di dekat pusat kota. Aku mendengar suara deritan yang dihasilkan dari sepeda bobrok, yah ... aku ingin berkata kasar.

Ketika menoleh ke samping kanan yang merupakan penyeberangan jalan raya, terdapat teman somplakku yang mengirim pesan tadi padaku. Yah aku tahu, dia menipuku padahal dia sendiri yang terlambat.

Ketika kami saling berhadap-hadapan, ia hanya menunjukkan senyuman tidak berdosa layaknya menuju kegoblokan dan melampauinya. Ingin berkata kasar namun aku juga tidak tahu alasan dia terlambat pergi ke sekolah yang sama denganku.

   "Kau ingin menipuku? Aku tampol kau, ngomong-ngomong ... bukankah tes masuknya hari ini?"

   "Yah, kau benar. Tes masuk ini katanya mengumpulkan banyak poin dan kau akan ditempatkan di tempat yang layak."

   "Oh ... begitukah."

Setelah percakapan singkat ini, kami berdua segera pergi ke sekolah yang dituju untuk mengikuti tes masuk sekolah. Ketika sampai, hanya ada penjaga sekolah yang berjaga lalu menyuruh kami berdua untuk segera masuk ke bangunan sekolah yang amat besar ini.

Hanya melihat bangunan ini langsung terbayangkan olehku para murdi-murid yang mempunyai Ribel lebih hebat dariku. Terbayangkan olehku bahwa aku hanyalah seonggok jagung di ladang yang penuh potensi hasil yang bagus.

   "SMA Shuuen, sekolah yang isinya para pengguna kemampuan yang hebat dan lahirnya para Pahlawan kota."

   "Dasar bodoh, kita akan sekelas lagi jika bisa."

   "Kau benar."

Jawabku dengan tenang, teman somplakku ini segera meraih ponsel pintarnya lalu membuka sebuah situs yang sepertinya aku kenal.

   "Ngomong-ngomong, di kucingpoi tadi mal-"

   "Bacod!"

* * * * * *

Kami dikumpulkan di suatu tempat layakanya auditorium untuk menampung banyak orang. Untungnya, kami bertiga dapat berkumpul kembali dengan nomor peserta yang tidak beda jauh.

Temanku yang mengirim pesan tipuan tadi pagi adalah Youma Kouon, seorang pria Jomblo sepertiku yang berpegang teguh pada ideologi. Kemampuan Ribelnya cukup keren, dia bisa menghilangkan semua sinyal mau itu handphone dan kemampuan Ribel lainnya dengan Ribel miliknya.

Dia memiliki penampilan rambut medium berwarna hitam dan tinggi badannya sedikit pendek dariku dan satu temanku yang lain.

Jika dipikir-pikir lagi, kemampuannya dapat menghilangkan semua kemampuan Ribel milik orang lain dengan jarak lima meter darinya. Lalu satu orang lagi yang sedang terpaku mendengar ocehan seorang guru yang memandu tes masuk ini.

Dia seorang laki-laki yang populer dikalangan perempuan, dia sebetulnya seorang Jomblo namun dia beralasan lain karena single itu pilihan dan Jomblo itu nasib.

Namanya Tsukasa Nishizawa, seorang pria dengan penampilannya yang sederhana namun tetap keren. Dengan rambut medium dan berwarna coklat, apalagi dengan tubuh atletisnya itu sudah membuat kepopulerannya meningkat.

Untuk kemampuan Ribelnya dapat dikatakan hebat, ia dapat memanipulasi air yang ada di sekitarnya. Tingkatannya sangat tinggi karena dia bisa menggunakan segala macam trik dengan Ribelnya.

   "Baiklah, tes kali ini kalian akan menghadapi enam robot yang kami beri poin. Setiap nomor dari mulai nomor satu sampai enam akan ditentukan poinnya dengan urutan yang sama. Dan ada robot yang memiliki poin seratus jika kalian dapat mengalahkannya dan robot tersebut diberi dengan nomor nol."

Untuk Tsukasa dan Kouon mungkin tes ini mudah karena mereka ahli dalam memanfaatkan kemampuan Ribel mereka. Untukku? Ini sedikit susah karena aktifasi kemampuan Ribelku membutuhkan situasi yang memungkinkan.

   "Tes ini akan dimulai dalam lima belas menit lagi! Bersiaplah menuju tempat yang dipandu oleh para guru yang lainnya, see you!"

Seru guru pembawa acara yang menjelaskan semuanya, kemampuan Ribelnya masih belum aku ketahui karena ia memakai pakaian olahraga yang membuatnya bergerak bebas.

Kami bertiga berpisah di auditorium ini, karena apa? Kami ingin mengetes kemampuan kami bertiga apakah layak masuk ke sekolah unggulan ini yaitu SMA Shuuen yang ada di Selatan.

   "Kalian berdua harus lulus."

   "Tentu saja!"

Jawab kedua teman somplakku secara bersamaan, dengan kepercayaan yang telah kami percayakan pada setiap kata-kata yang kami keluarkan.

Akhirnya, tes masuk sekolah SMA Shuuen dimulai.

To Be Continue ....


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login