Download App
25.92% Autumn in My Heart / Chapter 7: Friends always care

Chapter 7: Friends always care

Lelaki itu selalu terlihat memikat. Kulit putih bersih, badan tinggi tegap dan tampang yang membuat kaum wanita berdecak kagum cukup menegaskan jika dia terlalu menarik untuk diabaikan.

Senyum Tias mengembang, akhirnya yang ditunggu datang juga. Aldo berlari kecil menghampirinya. Yah, lelaki menarik itu adalah Aldo, sahabat Tias. Dia tiba-tiba meminta bertemu Tias, dan itu menimbulkan tanda tanya besar untuk Tias.

"Sorry agak telat, banyak kerjaan kantor." Suara Aldo terdengar ngos-ngosan. Penampilannya selalu menghipnotis Tias, selalu menarik disetiap kesempatan.

"Kebiasaan kamu tiap ngajak ketemuan selalu telat." Tampang cemberut menghiasi wajah Tias yang tentu saja sengaja dia buat untuk membuat Aldo merasa bersalah.

"Udah pesan minum?" Tanya Aldo cuek, tidak terpengaruh dengan mimik cemberut Tias.

"Belom, pesan gi. Aku teh manis hangat aja. Udara begitu dingin."

Tanpa basa basi, Aldo langsung berdiri memesan minuman mereka. Dia punya alasan khusus bertemu Tias sore ini. Ada begitu banyak pertanyaan yang harus di tanyakan pada Tias.

Tak selang lama minuman pesanan mereka datang dengan sepiring cemilan khas Manado. Mata Tias langsung berbinar melihat pisang goreng di depan mereka. Maklum aja, di kota besar seperti Jakarta, sulit mencari cemilan khas Manado.

Aldo terlihat langsung menyeruput kopi hitam pesanannya, Jakarta dilanda hujan sedari pagi membuat udara menjadi dingin.

Mereka terdiam tanpa kata sampai suara Aldo memecah keheningan.

"Udah lama yah kita ngak ngumpul bareng? Aku kangen kamu, Eiverd, Nilam dan Chelsea. Pengen kayak dulu lagi waktu kuliah, sering ngumpul bareng." Suara Aldo terdengar pelan, menyiratkan bahwa dia begitu kangen dengan teman-temannya.

"Iya, aku juga kangen kalian. Tapi Chelsea juga udah balik ke kampung halamannya, kita berempat ada di satu kota dengan kesibukan yang menghalang kita untuk sering ngumpul kayak dulu." Jawab Tias dengan tatapan kosong menghadap jendela cafe yang sore itu menjadi kabur karena hujan.

"Kamu masih sering ketemu Eiverd dan Milan?" Suara Aldo menyadarkan Tias dari lamunannya.

"Kadang, kalau punya urusan di kampus aja baru ketemu mereka."

"Eiverd udah punya pacar yah?"

Seperti disambar petir, mata Tias terbelalak. Untung saja dia cepat menguasai diri. Memang Zia secara khusus memintanya untuk tidak memberi tahu teman-temannya yang lain mengenai hubungannya dengan Eiverd. Dan Tias sangat mengerti akan hal itu. Setiap orang butuh privasi untuk hubungan mereka.

"Menurut kamu?" Tias balas bertanya.

Aldo terlihat ragu, dia hanya mengangkat bahunya. Untuk kesekian kalinya mereka terdiam, tidak seperti pertemuan mereka sebelum-sebelumnya yang selalu heboh.

"Punya atau ngak itu urusan dia. Kalo dia udah punya pacar dan ngak publish itu hak-nya dia. Mungkin dia butuh privasi. Kamu kan tahu sendiri perjalanan cintanya dulu, udah di publish, kenalin ke keluarganya, dan kemudian pacarnya selingkuh dan ninggalin dia. Kayaknya dia trauma." Tias mencoba memberi pengertian ke Aldo.

"Iya aku tahu. Tapi kok sepertinya sekarang dia lagi dekat sama senior kita yah? Aku heran aja lihat mereka tiba-tiba dekat sekarang." Aldo menjawab tenang. Kopi hitam di depannya yang masih setengah seperti tidak menarik lagi diminum karena sudah mulai dingin.

"Maksud kamu Zia?" Tias bertanya setenang mungkin agar Aldo tak curiga.

"Kok kamu tahu maksud aku Zia?" Aldo tampak sedikit terkejut.

"Aku juga ngak buta untuk menilai kedekatan mereka, tapi aku ngak berpikir mereka pacaran. Lagian kalau mereka jadian, pasti Zia bilang ke aku." Nada bicara Tias tampak berhati-hati. Tentu saja jika dia salah bicara, semua akan kacau. Walaupun dia tahu Aldo ngak akan bilang ke orang lain jika dia tahu, Tias hanya menghargai permintaan Zia. Dan satu hal yang menurut dia aneh, sampai sekarang saja Eiverd tidak mengakui secara langsung jika dia dan Zia berpacaran. Tias hanya mendengar dari satu pihak yaitu Zia.

"Aku ngak masalah mereka dekat, itu hak mereka selagi mereka single. Tapi seperti ada yang mengganjal aja, entah kenapa aku ngak yakin sama keseriusan Eiverd jika mereka pacaran. Walaupun aku ngak dekat sama Zia, kasihan aja jika nanti dia terluka."

"Do, kamu mikirnya kejauhan. Kamu kan tahu sendiri Eiverd orangnya gimana. Dia ngak bakalan nyakitin cewe, apalagi itu Zia. Kalau Zia bukan teman aku juga, mungkin masih ada peluang Eiverd mainin dia. Tapi menurut aku Eiverd terlalu takut untuk melakukan itu."

"Kamu benar, aku aja yang terlalu sensitif. Lagian Zia senior kita, Eiverd ngak mungkin juga macam-macam sama dia. Aku tahu dengan jelas karakter Zia yang terlihat lebih sering menyakiti daripada tersakiti." Terlihat senyum sinis dari sudut bibir Aldo.

"Jangan sembarang menilai orang, bisa saja kelihatan seperti itu padahal ngak seperti itu. Zia memang terkenal dengan watak kerasnya, namun itu bukan tolak ukur untuk menilai kepribadian seseorang." Tias berusaha menetralisir suasana, pembicaraan mereka sedikit panas karena dia tahu dengan pasti Aldo tidak terlalu suka dengan Zia.

"Kamu yang lebih kenal Zia. Kalo mereka benar pacaran, bilang sama dia jangan pernah berani nyakitin Eiverd." Mata Aldo menatap tajam ke arah Tias, dan Tias mengerti maksud perkataan sahabatnya itu.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam ketika mereka memutuskan untuk cabut. Mereka berpisah di tempat parkir karena membawah kendaraan masing-masing.

Hujan masih turun dan mereka menghilang di ujung jalan yang berbeda.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C7
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login