Hari sudah sangat larut di malam yang panas dan menyesakkan dada. Meski begitu, ada beberapa orang yang mengenakan jubah hitam sedang berjalan di jalanan secara diam-diam. Selain mereka, hanya ada beberapa pemabuk yang luntang-lantung tanpa tujuan. Namun, Lucien dan para rekannya tetap waspada. Mereka harus sangat hati-hati agar bisa menghindari para penjaga malam dari gereja. Para penjaga dari gereja itu seperti anjing yang berkeliaran di malam hari. Mereka berburu kejahatan. Sarung tangan hitam yang selalu dikenakan para penjaga itu adalah mimpi buruk bersama bagi tiap penyihir di Aalto.
Setelah 10 menit, Philosopher berhenti dan berkata pada Lucien dengan suara lirih, "Pak Professor, kita sudah sampai. Jalan tembus itu ada di dalam rumah." Rumah itu terletak di perbatasan antara kawasan Bangsawan dan Aderon. Rumahnya tampak cukup sederhana dan bahkan tua, tertutup beberapa bangunan bobrok.
Mereka semua memeriksa rumah tersebut secara terpisah untuk memastikan tak ada jebakan sihir di bangunan tersebut. Sementara itu, Lucien merapal Bat Screaming untuk mengamankan sekitar. Kemudian mereka mengikuti Philosopher dan memasuki rumah.
Dari jaring laba-laba tebal yang menggantung dari penyangga yang menyentuh dahinya, Lucien tahu tempat ini sudah lama kosong. Philosopher berkata dengan santai sambil berjalan, "Beberapa pengemis dulu tidur di sini. Tapi akhir-akhir ini, semua pengemis di Aalto itu menghilang."
Lucien dan White Honey sama-sama tak menjawab. Hanya Smile yang bertanya karena penasaran, "Semuanya menghilang? Apa yang dilakukan para pengemis itu? Kemana mereka pergi?"
"Aku juga tidak tahu, Owl," jawab Philosopher. "Beberapa orang berkata kalau ini ada hubungannya dengan makhluk jahat." Sementara itu, Lucien dan White Honey tetap diam.
Saat mereka sampai ke dalam salah satu kamar tidur, Philosopher mulai menyingkirkan beberapa peti kayu tua. Di baliknya, terdapat pintu masuk rahasia. Angin dingin keluar dari jalan tembus rahasia, tapi udaranya terasa segar. Jalan tembus rahasia ini tampaknya cukup sering digunakan.
"Bagaimana Philosopher tahu pintu masuk rahasia ini? Apa dia juga bangsawan?" Lucien agak bingung. Tapi tentunya, dia tak bisa menanyakan ini secara langsung.
Ketika mereka semua sudah masuk ke dalam pintu masuk rahasia, Philosopher menutup pintu masuk di belakang mereka dengan hati-hati. Lucien melihat ada banyak lingkaran sihir di langit-langit.
"Philosopher," Smile juga melihatnya, "Ini untuk apa?"
"Jangan khawatir. Saat keadaan darurat, jebakan sihir ini akan diaktifkan untuk menghancurkan jalan tembus ." Philosopher menjawab dengan senyum.
"Aku suka sifat hati-hatimu." Lucien berkomentar dengan suara paraunya yang dibuat-buat.
"Aku setuju. Aku merasa lebih aman sekarang." White Honey tersenyum.
...
Sepuluh menit kemudian, Philosopher, Lucien, Owl, dan White Honey keluar dari jalan tembus rahasia melalui sudut yang gelap. Di bawah bayangan pohon-pohon yang tinggi, mereka segera sampai di depan rumah tua berlantai tiga milik Baron Laurent.
Di samping gerbang besi rumah, ada penjaga yang memakai setelan armor polos yang terbuat dari kulit. Jika dibandingkan dengan kebanyakan penjaga yang memakai armor perak di tanah bangsawan lain, satu penjaga disini jelas menunjukkan kemunduran keluarga ini.
"Hanya ada satu penjaga di sini. Kita bisa langsung masuk." Smile mengusulkan.
"Serahkan ini padaku." Philosopher berjalan selangkah ke depan, "Serahkan ini pada murid penyihir dari perguruan Astrologi."
"Aku setuju. Philosopher bisa menangani ini." Lucien mengangguk di balik tudungnya.
"Aku akan membantumu, Philosopher." Smile mendekati Philosopher.
...
Luke menguap di depan gerbang besi besar sambil mengeluh soal Baron di dalam benaknya.
"Pesta, pesta, dan pesta. Baron Laurent bahkan tak punya cukup uang untuk membayar para penjaga seperti kami. Hanya 10 nar tiap bulan untuk berdiri di sini sepanjang malam? Oh ayolah ... Baron yang dulu membayar kakekku 20 nar per bulan!"
Teriakan burung hantu tiba-tiba membuyarkan pikiran Luke, karena burung itu terdengar agak aneh. "Pergi dan tangkap tikusmu! Kau hewan menjijikkan!" Luke mengumpat.
Luke tak dapat melihat apapun di kegelapan. Tapi saat dia berbalik, dia tiba-tiba melihat hantu yang memakai jubah hitam. Hantu itu berdiri beberapa meter darinya.
Sebelum Luke membuka mulut untuk berteriak, dia melihat wajah sang hantu di balik tudung. Hidung, mulut, dan kupingnya tak jelas. Hal yang terlihat hanya dua rongga mata.
Sang hantu perlahan mengangkat kepala. Hantu itu melihat Luke dengan dua rongga hitam yang di dalamnya terdapat begitu banyak bintang. Bintang-bintang itu bersinar seperti ada dalam mimpi.
"Bintang ..." Luke bergumam. Dia mendadak merasa tenang, seolah hantu ini adalah orang yang paling dia percayai.
Philosopher tahu jelas kalau Luke sudah terhipnotis. Setelah berjalan mendekati Luke, Philosopher berbisik di telinganya, "Kami ini tamu Baron Laurent. Buka gerbang dan biarkan kami masuk. Diam dan jangan biarkan orang lain tahu."
"Baik, Pak." Luke mengikuti perintah dan membuka gerbang sedikit, "Silakan, Pak."
Philosopher, Lucien, Smile, White Honey diam-diam memasuki gerbang dan menuju rumah.
Setelah mereka masuk, Luke tak menutup gerbang. Dia malah berbalik dan mulai menjaga gerbang dengan penuh semangat, seolah dadanya dipenuhi gairah! Dia tak tahu mengapa, tapi dia mau berbuat lebih untuk tuan itu
...
Pintu kayu rumah itu terkunci rapat dan tirai tebalnya juga diikat kencang. Di aula besar, sejumlah pria dan wanita telanjang atau setengah telanjang sedang bercinta. Para pria terengah-engah, sedangkan erangan para wanita terdengar. Aroma manis dan bau cairan tertentu berbaur jadi satu. Aulanya hangat dan bahkan panas.
Di sofa, karpet, dan bahkan meja panjang, pasangan pria dan wanita, pria dan pria, wanita dan wanita, sedang merintih selama persetubuhan. Mereka bersetubuh seakan mereka benar-benar gila. Beberapa gaun para wanita tersingkap sampai pinggang mereka, sementara wanita lain benar-benar telanjang. Para pria menyetubuhi mereka seperti binatang buas.
Hanya ada satu orang yang sangat berbeda di pesta seks yang tak senonoh ini. Orang itu ialah pria paruh baya yang memakai jubah perak. Dia tak bergabung dengan orang-orang ini. Dia malah mengangkat tangan dan menutup matanya, seakan dia sedang menikmati semua erangan dan mendengarkan seseorang berbicara padanya. Wajahnya tampak sangat bersemangat karena rasa gembira yang luar biasa.
Kabut hitam perlahan muncul dari orang-orang gila itu dan perlahan berkumpul di belakang si pria paruh baya. Pria itu berdiri di tengah pola tanduk argent yang digambar di altar. Dari pola tersebut, banyak garis perak muncul dan menutupi bayangan. Bayangan itu kemudian semakin gelap, bercampur dengan warna merah muda dan hitam. Bayangan itu perlahan berubah jadi bayangan besar nan tinggi dengan dua tanduk di kepalanya.
"Apa kau siap menerima kekuatanku?" Bayangan itu tiba-tiba berkata.
Baron Laurent, si pria paruh baya, menjawab dengan antusias, "Tuan Besar Argent, sang keheningan abadi, aku sudah memberikan jiwaku untukmu. Tolong, tolong beri aku kekuatanmu!"
Bayangan itu perlahan menghampiri Laurent dan mulai masuk ke dalam tubuhnya, sedikit demi sedikit.
Laurent tampak kesakitan. Jelas sekali, penyatuan tentu bukanlah proses yang menyenangkan. Namun, rasa sakit itu tertutupi oleh rasa senang yang luar biasa.
"Tak ada yang bisa menghentikanku sekarang. Tak ada yang akan menghentikanku memperoleh kejayaan keluargaku." Selain rasa senang yang luar biasa, ada juga air mata di matanya.
...
Di luar rumah, Lucien dan tiga murid penyihir lain tak mengganggu ritual jahat itu. Pertama-tama, mereka harus memastikan tak ada lingkaran atau jebakan sihir di sekitar sini.
"Pak Professor, butuh waktu setidaknya setengah jam untuk menghilangkan semua jebakan sihir di sini." Philosopher berkata pada Lucien.
"Tidak bisa." White Honey terdengar gugup. "Kita sudah cukup telat. Aku sudah bisa merasakan iblis itu. Kita hanya punya waktu sekitar 10 menit. Sepuluh menit lagi, iblis itu akan mencapai bentuk sempurnanya. Setelah itu, kita sudah benar-benar terlambat.'
"Jika kita langsung menuju aula itu, kita juga akan kehilangan banyak kekuatan spiritual karena berurusan dengan semua jebakan sihir itu." Smile menoleh ke Lucien, "Professor, kau pasti punya beberapa mantra kuat yang bisa langsung menghilangkan semua jebakan sihir sekaligus."
Semua murid penyihir lain memandang si penyihir misterius itu. Mereka memikirkan hal yang sama. Meskipun mereka semua tahu penyihir ini sangat pintar, tak ada yang pernah melihat secara langsung seberapa kuat si penyihir misterius.
"Apa Pak Professor penyihir yang kuat sungguhan?
"Seberapa kuat dia?"
"Apa dia bahkan lebih kuat dari guru White Honey?"
Lucien tahu jelas apa yang sedang mereka pikirkan. Dia sudah siap. Diiringi tatapan mereka, dia menjawab dengan percaya diri, "Tak masalah, Smile. Aku bisa menangani ini."
Lucien mendekati dinding rumah tersebut dan menekan kedua tangannya ke dinding. Bibirnya diam-diam bergerak dan Lucien mulai merapal mantra.
Gelombang yang tak terlihat keluar dari tangan Lucien. Gelombangnya langsung mengenai dinding dan memantul. Karena itu, gelombang-gelombang sesudahnya jadi berbeda
Di mata Philosopher, Owl, dan White Honey, mereka tak melihat apa-apa. Mereka saling memandang dengan khawatir dan bingung, tapi mereka tak mengatakan apapun.
Tiba-tiba, White Honey merasa tanahnya bergetar.
"Kau gemetar?" Philosopher bertanya di saat yang bersamaan.
"Bukan aku." Dia menjawab dengan terkejut.
"Lihat!" Smile menunjuk bangungan di depan mereka, "Lihat! Rumahnya bergetar!"
White Honey dan Philosopher langsung melihat ke arah rumah. Rumah tua berlantai tiga itu bergoncang ke depan dan belakang. Gerakannya jadi semakin dahsyat. Mereka bisa mendengar kaca-kacanya pecah.
"Gempa bumi?!" White Honey bertanya-tanya.
"Bukan, getarannya berasal dari rumah itu!" jawab Owl.
"Pak Professor?" Philosopher menatap Lucien. Dia terkejut.
Tangan Lucien masih menempel di dinding rumah. Tubuhnya ikut bergetar bersama bangunan itu. Mulutnya pun masih bergerak.
"Rumahnya akan runtuh!" White Honey mundur selangkah.
Philosopher tak bisa mempercayai apa yang dia lihat, "Bahkan mantra tingkat lingkaran ketiga, Fireball, tak bisa benar-benar menghancurkan seluruh bangunan sekaligus! Mantra apa ini?!"
"Apa ... ini!" Doro, si burung hantu, yang sedang berada di pundak Smile, berteriak.
Tak ada yang sadar kapan gagak itu menyusul mereka. Sang gagak hampir terjatuh lagi dari pohon untuk yang kedua kalinya karena getaran yang mendadak.
"Mantra tingkat lingkaran keberapa ini?!" Gagak ikut berteriak.
Hanya Lucien yang tahu kalau ini cuma mantra murid, yaitu Professor's Oscillation Hand. Mantra ini dapat mendeteksi frekuensi getaran suatu bangunan dan menghasilkan resonansi untuk menghancurkan bangunan tersebut. Mantra ini paling ampuh digunakan pada jembatan!