Keesokan harinya, Hao Ren bangun pagi-pagi . Dia berolahraga dan memasak makan pagi untuk neneknya. Kemudian dia berjalan sepanjang pantai dengan nenek di pagi yang menyenangkan ini.
"Ren, kamu kelihatannya lebih berenergi beberapa hari ini," kata Nenek dengan ramah pada Hao Ren di semilir angin laut.
"Selera makanku juga lebih besar sekarang." Hao Ren tersenyum.
"Hehe, kamu pacaran ya di universitas?" Nenek tersenyum dan bertanya.
"Tidak…."sangkal Hao Ren.
"Pasti punya. Kamu lupa Nenekmu ini tahu
"Prioritasku di universitas adalah belajar. Bagaimana aku bisa pacaran?" kata Hao Ren dengan sombong.
"Itu pendapat ayahmu. Nenek, di lain pihak, mendukung Renku berkencan. Kalau dia gadis yang baik, pertemukan Nenek dengannya." senyuman Nenek menyebarkan kehangatan bagaikan bunga matahari.
"Baik, begitu aku punya pacar, aku akan mempertemukan Nenek dengannya," Hao Ren berjanji dengan serius yang membuat senyuman nenek menjadi lebih cerah.
Selama beberapa saat keduanya menatap lautan dari atas batu karang, sebelum Hao Ren dan neneknya pelan-pelan kembali kerumah.
Dia memungut begitu banyak kulit kerang sepanjang perjalanan dan meletakkan ke dalam kantongnya.
"Dari kecil, kau telah mengumpulkan begitu banyak kulit kerang, kan?" Nenek berbalik dan bertanya.
"Sebagai suvenir." Hao Ren melempar kulit kerang tinggi ke udara dan menangkapnya.
"Hemm, Ren, sejak kamu kecil kamu begitu menyukai lautan. Karena itulah, hatimu seluas lautan." puji Nenek sambil menapaki pasir yang halus dengan sepatu kainnya. Kemudian dia berbisik kepada dirinya sendiri," Kau begitu berbakti dan baik. Kenapa tidak ada gadis yang menyukaimu? Ah! Kapan aku bisa melihat cucu buyut laki-lakiku..?"
Hao Ren tidak menyadari pemikiran licik neneknya. Ia mengira neneknya merindukan anaknya. Ia menemaninya untuk beberapa saat setelah mengantarkannya pulang. Kemudian ia mulai bersiap ke sekolah.
Nenek mengisi ranselnya dengan berbagai macam makanan kecil dan produk-produk lokal yang membuat tasnya jauh lebih menggembung dari sebelumnya.
"Bawa ke sekolah dan bagikan ke teman-teman sekelasmu. Aku menyukai Zhao Jiayi dan anak-anak muda itu," desak Neneknya, sambil mengantarkan Hao Ren ke pintu.
"Ok, aku tahu. Jaga dirimu, Nek." Ia meletakkan tas beratnya ke punggungnya dan memulai perjalanannya.
Orang-orang di sini semuanya bepergian dengan menggunakan kendaraan mereka sendiri. Karena penghuninya sedikit, di sini tidak ada pemberhentian bus. Pemberhentian bus yang terdekat terletak di dekat sebuah objek wisata. Hao Ren harus berjalan cepat selama setengah jam untuk sampai ke perhentian bis itu. Seperti latihan kardio penuh untuknya.
Hao Ren berpikir kepada dirinya sendiri di dalam bis. " Ini akhir minggu yang menyenangkan." Bis itu bergerak menuju kota diiringi hembusan angin laut yang asin.
Tentu saja, Hao Ren segera membagikan camilannya begitu dia tiba di sekolah. Akan membutuhkan waktu lebih dari dua minggu untuk menghabiskan semuanya sendiri. Alasan mengapa tiap kali nenek membawakan begitu banyak camilan untuknya adalah supaya Hao Ren bisa berbagi dengan teman-temannya.
"Nenek yang terbaik. Apa sebaiknya aku cari pacar untuk menyenangkannya?" pikir Hao Ren sambil membagikan makanan kecil itu.
Yang paling aneh, tidak seperti sebelumnya, dia tidak merasa lelah membawa barang-barang ini selama setengah jam. Diam-diam Hao Ren memeriksa kekuatan lengannya dan menemukan dirinya mengangkat meja beberapa senti di atas tanah hanya dengan satu tangan saja.
Ia bertanya dengan ragu, "Zhou Liren, bukannya waktu itu kamu ingin beradu panco denganku?"
Zhou Liren sedang membuka sekantung keripik dengan gembira . Dia segera berbalik. "Kenapa, kau mau adu panco denganku?"
"Ayo lakukan!" Hao Ren duduk di meja.
"Sial, bukannya waktu itu aku mengalahkanmu habis-habisan. Aku akan menggunakan setengah tenagaku untuk semua makanan ringan yang kamu bawa." Zhou Liren meletakkan keripiknya dan duduk berhadapan dengan Hao Ren.
Sebenarnya kekuatan tubuh Hao Ren tidak buruk. Kakinya sangat kuat berkat ia berjoging dengan teratur. Itulah mengapa waktu itu dia mampu menangkap gadis kecil yang jatuh itu tanpa terjatuh.
Akan tetapi dia belum pernah melatih kekuatan tubuh atasnya secara khusus, dan itulah alasannya mengapa dia selalu kalah adu panco dari Zhou Liren yang tingginya 180 sentimeter.
Mereka mengambil posisi dan menggenggam telapak tangan masing-masing. Melihat hal ini, beberapa pelajar dari kamar sebelah dan kamar-kamar asrama sekitar yang berada disini untuk makanan-makanan ringan itu, berkumpul mengelilingi mereka.
" Biar aku tunjukkan apa itu Bunuh Instan!" Zhou Liren menggulung lengan bajunya dengan yakin.
Mempertimbangkan "tato hijau" di tangannya, Hao Ren tidak menggulung lengan bajunya.
"Tiga, Dua, Satu!" Sebagai wasit, Zhao Jiayi melepaskan tangan mereka yang mencengkeram.
"Ah!" Zhou Liren berteriak sambil mengumpulkan seluruh kekuatannya.
Bum! Lengannya segera ditekan ke atas meja.
Melihat ini semua terkejut.
" Itu tidak dihitung, itu tidak dihitung. Aku belum siap!" ia melambaikan tangannya dan berkata," Kamu mulai bahkan sebelum aku duduk diam. Itu curang."
Hao Ren terlihat tenang meskipun dia merasa takjub. Hanya dia yang tahu apa yang dipikirkannya.
"Satu kali lagi!" Zhou Liren menggenggam telapak tangan Hao Ren karena dia tidak bersedia mengaku kalah.
"Tiga, Dua, Satu!" Zhao Jiayi kembali melepaskan kedua lengan mereka.
Kali ini pertandingannya berlangsung dengan ketat. Secara bertahap Zhou Liren menggunakan kekuatan penuhnya. Wajahnya berubah menjadi merah saat pembuluh-pembuluh darah biru bermunculan di lengan dan dahinya. Pelan-pelan ia mulai unggul.
Bum! Lengan Hao Ren didorong ke atas meja.
Zhou Liren melompat dan bersorak sambil menggosok lengannya yang sakit." Kekuatan lenganmu telah meningkat, teman!"
"Masih belum bisa mengalahkanmu" Hao Ren tersenyum dengan pahit. " Baik, baik, ayo kita bagi makanan ringannya."
"Makanan ringan! Makanan ringan! Kamu mengambil keripikku Gu Jiadong!" Sang pemenang Zhou Liren melompat dan memegang Gu Jiadong dalam kegembiraan.
Hao Ren memandang mereka sekilas dan berjalan ke balkon dalam diam.
"Tadi aku tidak menggunakan seluruh kekuatanku, namun aku mampu mengalahkan Zhou Liren dengan mudah. Kemudian aku sengaja mengurangi kekuatanku sehingga ia bisa memenangkan pertandingan yang ketat itu. Itu adalah sebuah peningkatan kekuatan yang mengerikan dari adu panco minggu lalu. .." Hao Ren menatap ke arah bulan dengan gelisah sampai mengusap pergelangan tangannya.