Jungkook menginjak pedal rem nya. Berhenti didepan sebuah pelataran gedung yang luas nan megah. Global Cyber University. Begitulah aku mengeja sebuah aksara yang tertempel dibagian depan gedung itu. Luas sekali, bahkan aku sampai merinding ketika melihat banyak sekali orang disana. Gedung bercat abu-abu mengkilap, dengan jajaran tangga yang tidak terlalu tinggi. Teras yang luas serta sebuah banner bertuliskan selamat datang dalam bahasa korea yang seperti sungguhan menyambutku. Aku masih berada didalam mobil, aku masih mengamati semua keadaan dari balik jendela kaca film mobil yang aku tumpaki. Aku. Aku harus tahu dulu, apakah aku sungguhan akan baik-baik saja saat keluar dari mobilku ini? atau aku akan mengalami sesuatu yang tidak kusangka-sangka.
"Noona?" suara Jungkook akhirnya membangunkanku dari pikiranku yang bergelut sendiri. Suaranya lembut menenangkan, meskipun aku masih tidak terbiasa dengan kehadirannya, tapi kurasa Jungkook lebih baik daripada yang ada diluaran sana. Mungkin.
"Ah iya." sahutku lagi-lagi terbata. Aduh, sungguhan aku sepertinya tidak bisa melakukannya hari ini. Bolehkah aku pulang saja sekarang? Bolehkah? Bisa-bisa aku mati berdiri nanti saat mulai melangkah menuju kerumunan yang terlihat menyesakkan itu.
Saat aku menoleh kearah Jungkook, saat itu wajahnya berubah menjadi iba. Oh, apakah wajahku terlihat sangat panik? atau wajahku sudah mulai memerah takut seperti kepiting rebus? Atau karena pelipisku sudah berkeringat? Ah kenapa panas sekali? Apa pendingin suhu di mobil ini mendadak mati dan tidak berfungsi sama sekali?
Aku bisa melihat sorot mata Jungkook yang mungkin sedang merasa iba denganku. Entahlah, tapi kurasa tidak terlalu sulit juga membaca sorot mata, seperti yang aku lakukan pada Jungkook sekarang. Tepat tiga detik aku menyelam kedalam manik hitam jelaganya yang seperti menawarkan luasnya galaksi didalam sana itu, seketika aku merasa jemariku tertarik dan menghangat. Ternyata Jungkook mengulurkan tangannya, menggapai jemariku dan menggenggamnya begitu erat. Lucunya, kali ini aku sama sekali tidak menolak.
"Noona jangan takut ya, aku kan ada disini." ucapnya tanpa melepaskan tatapannya dari manik mataku, pun juga dia sama sekali tidak berniat melepaskan genggamannya dari tanganku karena tanpa sadar aku ikut saja menggenggamnya. Ini lebih seperti aku menyalurkan dinginnya suhu tubuhku padanya. Memberikan intruksi lewat sorot mataku bahwa aku membutuhkan perlindungannya. Aku membutuhkannya walau aku membenci keberadaannya.
Aku tahu sekarang tanganku sudah sedingin es didalam genggaman Jungkook. Dengan pelipis yang berkeringat, aku jadi tidak mengerti apa yang sedang tubuhku alami. Tanganku dingin namun aku merasa sangat gerah. Ini panas sekali.
Jungkook terlihat mencari sesuatu. Pandangannya mengedari mengelilingi seluruh sisi bagian mobil. Sampai ia akhirnya menarik beberapa lembar tishu yang rupanya ada pintu sampingku. Aku sampai menahan nafas saat Jungkook mulai mendekat, tentu dia hanya akan mengambil tishu, namun itu saja cukup membuat jantungku hampir melompat.
'Hei ingatlah Kim Yerin, dia itu lebih muda darimu!'
Iya-iya aku sangat mengingat. Tenang saja. Aku pasti tidak bodoh dengan melupakan fakta bahwa Jungkook itu lebih muda dariku. Aku ingat! Janji!
"Noona kuantar saja ya. Mungkin nanti akan sedikit tak nyaman karena hari pertama biasanya sedikit sibuk." ucap Jungkook sembari tangan kanannya sibuk mengelap keringat yang membasahi kening hingga pelipisku. Sedangkan tangan kirinya masih senantiasa aku genggam tanpa berniat melepasnya barang sedetik pun.
Ini aneh, sedari awal aku tidak ingin membuat diriku ketergantungan seperti ini, tapi ketakutan akan traumaku masih memimpin sebagai sang dewa dalam isi kepala dan benak terdalamku. Seperti aku benar-benar gadis lemah yang membutuhkan perisai seperti Jungkook.
Tidak ada yang kulakukan selain mengangguk. Aku lebih memilih menunduk saat Jungkook mulai membuatku salah tingkah karena terus-terusan menatap mataku. Sudah kubilang aku benci kontak mata, namun dibeberapa detik pertama, entah kenapa aku merasa bahwa tatapan Jungkook itu selalu memberi efek kenyamanan. Seperti sungguhan dia adalah dewa yang dikirim Tuhan untuk membuatku keluar dari cangkangku.
"Mari noona, ini sudah jam 8. Kita harus segera sampai dikelas."
Mendadak atmosfer yang menyelimutiku kembali berubah menjadi mengerikan. Mendengar Jungkook mengatakan 'kelas', itu saja sudah cukup membuatku menjadi tegang sendiri. Ini seperti aku benar-benar akan berperang setelah memutuskan untuk keluar dari dalam mobil sempit ini.
Bukannya langsung bergegas membuka pintu saat Jungkook sudah beringsut membalik dan hendak menarik pintu, tanganku malah reflek menahannya, menahan telapak tangannya agar membatalkan saja semua ini. Ini terlalu mengerikan.
Perkara tanganku yang semakin gencar meremat jemarinya, Jungkook menjadi berbalik lagi padaku. Dia kembali mempertemukan irisnya dengan manik hazelku yang sekarang malah menyukai tatapan ini. Setiap kali manik jelaganya menyapaku, aku selalu seperti mendapat sedikit keyakinan dari sana. Tapi kali ini, ini jelas terlalu buru-buru.
"Jung..." Suaraku melemah, sungguhan aku hanya ingin kembali kerumah nenek. Sedikit banyak aku telah merutuki diriku sendiri. Menyesali betapa aku bodoh menyetujui keputusan nenek yang terasa semakin berat ditiap detiknya.
Jungkook mendadak menjuruskan tangannya dan mendarat tepat dipipi kananku. Lembut, halus dan menenangkan. Itulah pertama kalinya dia membuat skinship yang tak pernah kuduga. Aku tak memejam sedikit pun. Tapi aku hampir saja menangis.
Memalukan! Kata pertama yang terjurus untukku dan dari diriku sendiri. Menangis bukanlah hal yang baik saat sedang berada bersama seorang pria. Tapi itu tidak berlaku lagi sekarang. Air mataku nyatanya telah lolos tanpa pemberitahuan. Aku sungguhan takut dan ini tidaklah main-main.
"Hanya sebentar, noona. Aku janji." ucap Jungkook kemudian. Jemarinya masih mengusap pipiku, sementara ibu jarinya dia gunakan untuk mengusap air mataku. Dan dibawah sana ibu jarinya juga berperan penting mengusap-usap punggung tanganku. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Jungkook, jangan pergi yaa...
Jungkook pun keluar dari mobil, berjalan memutar melewati bagian depan mobil setelah dia menutup pintunya. Aku hanya menyaksikannya dari dalam, bagaimana cara berjalannya begitu tegas dan berwibawa. Dan sampai dia membukakan pintuku dan disaat itulah aku kembali merasa menegang.
"Noona, ayo..."
Jungkook mengulurkan tangan kanannya dihadapanku, tentu saja ini membuatku menoleh menangkap wajahnya yang penuh keyakinan itu. Awalnya aku menggeleng mantap, namun semakin lama Jungkook memperlihatkan keyakinannya dalam sorot matanya, aku akhirnya mengangguk dan mengambil uluran tangannya. Dan alhasil disinilah aku berdiri sekarang. Bersisihan dengan Jungkook didepan gedung yang menjulang tinggi nan luas ini. Yang dimataku sudab layaknya rumah perayaan halloween.
Aku menatap mantap kedepan, namun lain dengan jemariku yang semakin mengerat meremas jemari Jungkook hingga membuat sang empu disampingku ini menoleh kearahku. Aku pun langsung bisa menyadari bahwa Jungkook menoleh, sehingga aku pun ikut menengadah hingga untuk ke sekian kalinya kami bertatapan seperti ini. Bukan tatapan romantisme, namun ini lebih kepada tatapan yang menyalurkan segala keyakinan agar aku mampu menapaki lantai marmer kampus dengan baik-baik saja tanpa menangis.
Jungkook mengeratkan jemarinya. Dan selalu saja setiap kalimat Jungkook yang merasuk kedalam runguku adalah sebuah dorongan. Aku harus bisa.
"Noona pasti bisa." gumam Jungkook lirih, hampir tidak terdengar tapi aku bisa mendengarnya dengan begitu jelas.
Aku mulai berjalan melewati semua kerumun yang ada disana. Dan tentu saja beberapa orang mulai menyadari presensiku. Ini seperti intimidasi dan aku tidak suka seperti ini. Selama aku berjalan, aku sama sekali tidak melepaskan tautan jemariku pada Jungkook. Mungkin dia risih karena setiap aku melewati beberapa orang, selalu saja ada ujaran yang membuatku geram sekaligus takut.
Basemant yang ramai sekali, terlihat beberapa mahasiswa baru yang datang bersama keluarga mereka, ada juga yang hanya dengan ibunya. Pun ada yang datang tersama kedua orang tua mereka sembari tersenyum begitu bangga. Ah, aku yakin mereka sangat bangga memiliki anak sepertinya. Gumamku dalam hati.
Sekali lagi aku tak sengaja mengeratkan jemariku, dan disaat yang sama itu pula Jungkook menyadarinya. Dia langsung menoleh kearahku dan menanyakan kondisiku. Aku baik-baik saja tentunya, tapi mungkinkah dia tahu bahwa kedua kakiku gemetar bukan main. Andai saja aku mengenakan celana pendek, pasti ini sangat memalukan. Kaki yang bergetar bukanlah pertanda baik, masih untung aku tidak bodoh dalam memadupadankan fashion.
"Noona."
Suara itu lagi. Suara yang kembali menyapaku saat aku tak sadar sedang melamun. Tidak, kurasa sedari tadi aku tidak melamun, hanya saja aku sedang asik mengingat betapa aku bahagia saat berlibur ke Busan. Berlibur ke rumah nenek dari ibuku. Menyenangkan sekali, walaupun hanya sehari, aku sangat menikmati waktuku. Dan ternyata waktu yang menyenangkan itulah, liburan terakhirku bersama dua orang yang sangat aku cintai. Dua hari setelahnya, aku kehilangan semuanya.
Sekarang bukan hanya jemariku yang menaut pada jemari Jungkook. Namun aku benar-benar mengapit lengannya begitu erat. Seketika bayangan pesawat jatuh itu pun langsung mengisi semua sisi kepalaku. Hendak mengerang tapi aku nenahannya. Aku memilih untuk meredamnya dengan terus menggigit bibir bawahku sendiri sembari terus meremas jaket dilengan Jungkook. Aku masih memejam. Memejam begitu keras hanya demi aku ingin menghilangkan memori itu segera. Aku tak mau mengingatnya. Ini mengerikan. Gambaran saat dimana aku berdiri dibalik jendela kemudian mendengar ledakan besar yang seperti menggoncang pijakanku. Pesawat itu meluncur ke bawah dan aku tak tahu bahwa itu adalah akhir dari segalanya. Aku hanya ingin semuanya menghilang dari memoriku! Aku tidak bisa terus seperti ini!
Seketika lututku melemas begitu saja, tubuhku limbung dan untung saja Jungkook segera menarikku karena lenganku masih sempat merematnya kuat. Terakhir yang kudengar adalah Jungkook yang terus memanggilku, "Noona... Noonaa..." Setelah itu, semuanya menggelap.
~~~