Terima kasih kaka, selalu nantikan kelanjutan cerita ini ya ~
Malam ini Ajeng berbaring disamping Bhatari yang telah terlelap sejak tadi, dengkuran halus menyertai nafasnya yang berhembus pelan, Ajeng menatap Bhatari dalam, siapa sebenarnya Bhatari? Anak misterius yang tidak tau buku tapi tau membaca, anak kecil yang bisa bertahan di dunia yang kosong ini, punya rumah dan kebun pula. Ajeng yakin Bhatari tidak berasal dari Jakarta ataupun sekitaran Jawa, sangat jelas wajah orientalnya terlihat seperti memiliki darah Kalimantan. Jika benar Bhatari dari kalimantan, Ajeng tak habis pikir bagaimana bisa anak ini sampai ke Jakarta. Disimpannya rasa penasaran itu, Ajeng lalu membaringkan diri di tikar anyam bersama Bhatari. Mungkin saja tikar anyam itu juga buatan Bhatari, Ajeng tak ingin berpikir panjang lagi. Setelah sekian lama ia merasa sendirian, akhirnya ia menemukan sesorang. Saat ajeng lahir di tahun 2031, kota masih sibuk seperti sebelumnya, hanya saja ia selalu komplain mengenai masker yang harus selalu ia pakai, susah bernafas dan pengap. Tapi ibu panti selalu memberi nasehat dan ketika satu persatu teman sekawanannya yang juga malas menggunakan masker seperti dirinya meninggal Ajeng menjadi takut, selalu saja dilihatnya kabar duka di televisi, puluhan ribuan hingga ratusan orang meninggal. Para ahli bahkan kewalahan mencari cara untuk mengendalikan berkurangnya populasi manusia. Dunia selalu sibuk memberitakan kematian hingga Ajeng beranjak dewasa, hingga ia lulus sekolah menengah pertama, hampir semua teman-temannya telah tiada, ibu panti meninggal lebih dahulu karena batuk-batuk tanpa Ajeng tau jika ibu panti juga terinveksi virus, dan tersisalah Ajeng yang harus bertahan hidup sendirian, keahliannya merajut cukup untuk membeli nasi bungkus untuk seharinya. Ia lalu bergabung di rumah produksi yang ternyata juga sedang krisis ekonomi dan akhirnya dipecat, lelah akhirnya Ajeng mengabdikan diri menjadi voulenteer di salah satu komunitas, dia masih tetap penyendiri, semua dia lakukan hanya untuk makan. Komunitas itu mampu memberikan Ajeng tempat tinggal dan makanan sehari sekali cukup, tapi masih saja satu persatu kawannya meninggal, dan hanya dia yang tersisa. Lama kelamaan Ajeng mulai mengambil jalan yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya yaitu mengambil obat-obatan dan makanan dari bekas rumah sakit ataupun super market, terdengar mudah tapi Ajeng hampir beberapa kali meregang nyawa, dan ya Ajeng tak tau lagi tahun berapa saat ini, kota telah berlumut, keropos dan tampak sendirian. Awalnya Ajeng optimis akan bertemu orang lain, ia terus menerus menyimpan bahan makanan dan berkeliling, berharap bisa menemukan orang lain yang mungkin saja bisa berbagi beban, nyatanya ia tidak menemukan apapun, tak ada lagi yang bisa dia ambil untuk makan dan datanglah Bhatari di sela-sela rasa putus asanya yang hampir mengisi semua bagian dari tubuhnya. Air matanya mengalir dari sudut mata, menemukan Bhatari adalah sesuatu yang tak pernah Ajeng bayangkan sebelumnya, ia seperti menemukan air di tengah gurun pasir yang begitu luas. Tanpa sadar tangannya lalu mengepal matanya tertutup, "Tuhan terima kasih," ucapnya berbisik pelan. Ia lalu memeluk lututnya dan mulai menutup mata dan terlelap.
Fantasy · SiluetLazuardi_429
Trima kasih kaka. Nantikan kelanjutan ceritanya yaaa~
Terima kasih kaka, Terus nantikan kisah selanjutnya yaaa ~
Amiiin
Ikuti kelanjutannya terus ya 🤗
Kenapa ya? Ikuti terus episodenya biar kamu tau kelanjutan ceritanya 🤗
Terima Kasih ReA, jangan bosen nunggu kelanjutan ceritanya. Karena dijamin nggak bakal nyesel ngikutin perjalanan cerita Aimilios ~
AIMILIOS by Project Mentari
Fantasy · SiluetLazuardi_429