Raksa Mahawira kecil ingin menjadi orang besar dimasa depan. Menjadi santri adalah yang terpikir dibenaknya. Namun hal itu pula yang menjauhkan Aksa dari orang-orang terdekat--khususnya kedua orang tuanya. Ia tidak masalah dengan itu begitupun kedua orang tuanya. Bertahun-tahun ia menjadi santri, menyadari secara perlahan ada yang berbeda dari kedua orang tuanya. Ia benar-benar merasakan kejanggalan. Aksa menjalani hari-hari dengan gelisah semakin menumpuk kian hari. Apakah ia bisa menyadari apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Aksa mampu mengendalikan pikirannya sementara hatinya benar-benar risau?