"Kamu mau apa???!!", kataku sambil menangis.
"Sudah jelas aku mau kamu! Aku memenuhi standar dan kebutuhanmu! Kamu pergi ninggalin aku sama dia! Aku bisa ngelakuin apa aja buat dapatin semuanya! Tapi kenapa kamu gak bisa!", katanya sambil memegang tongkat besi.
"Hiks.. Tolong.. Lepasin.. Hiks.. Lepasin.. Hiks.. ", aku cuma bisa menangis merengek padanya dengan tangan dan kaki yang terikat.
"Kenapa aku harus lepasin!?? Kamu pergi lagi kalau kulepasin kan... Iya kan.. Haha. Kamu itu dungu! Dia itu gak cinta sama kamu! Cuma aku! Aku..!","Sayangku.. Jangan ngeluh.. Ya..?? Kamu mau makan?? Ini aku sudah siapin.. Hehehehehe..", dia mengelus pipiku dengan tangannya.
"Kamu mau apa???!!", aku mulai ketakutan lagi. "Jangan sentuh.... Hikss... Jangan.... Tolong...", kataku yang menjerit.
"Aku ga lakuin apa-apa kok... Aku.. Aku kan sayang kamu.. Aku.. Hahahahaha.", dia sekilas melihatkan wajahnya yang polos. Tapi tawanya mengerikan. Dia melemparkan tongkat besinya ke kaca.
Semenjak kejadian di Mountana, dia bukan lagi kakakku..
Mereka ke sana kemari..
Memperhatikan..
Mengawasi..
Melihat dengan mata maupun naluri..
Mimik wajahnya penasaran..
Menghantui..
Mereka terus mengikuti..
Terkadang hilang dan menampakan dirinya..
Dengan rupa yang bermacam-macam!
Hai, aku Cindy. Berkat dia, aku bisa kerja secepat mungkin!
"Thanks loh Lan. Loe sudah bantu gue gawe disini.", kataku.
"Noprob, Cindy.. Selagi gue bisa bantu loe. Gak usah nervous lah. Santai aja kali.", sahut Lana.
"Yah namanya juga dapat kerjaan secepat ini. Apalagi semenjak kejadian yang kemarin. Loe tau kan.. Jadi gue butuh kegiatan yang super extra.", kataku lagi.
"Aman.. Nanti loe temuin manager di sini. Namanya Pak Jacob.","Tuh ruangannya.", katanya sambil menunjuk arah ruangan Manager Rumah Sakit.
"Oh. Okay, Lan."
Percakapan yang kuakhiri dengan Lana mempertemukanku dengan manager pengelola rumah sakit. Jam kerja yang cukup buatku untuk melupakan masa laluku.