Anita membuka matanya ia merasa tidurnya sangat nyenyak sekali. Ia bahkan tidak sadar, kalau sekarang dirinya berada di atas tempat tidur. Apalagi selimut yang ia pakai pun double. Tetapi ia merasa itu bukan mimpi, ya, Anita merasa seseorang telah memindahkan dirinya ke atas tempat tidur. Bahkan aroma selimut yang ia pakai bukan miliknya.
Tetapi Anita tidak boleh berpikir mengada-ada, kalau yang membawa ia ke tempat tidur adalah Antoni, lalu dia pasti kedinginan tanpa selimut. Suara pintu kamar mandi tetiba terbuka, muncul sosok tepat di depan matanya Anita. Seorang lelaki berpostur tubuh gagah dan atletis keluar hanya memakai handuk menggantung di pinggang lebarnya.
"Kau sudah bangun? Sepertinya kau begitu nyenyak sekali tidurmu?" tanya Andre membuka lemari pakaiannya. Anita masih belum sadar atas apa ia lihat sekarang.
Ia tidak salah lihat, Andre berada di kamarnya, dengan penampilan telanjang setengah dada memperlihatkan seluruh postur tubuh yang atletis serta otot-otot dan pasti di iringi oleh tato di bahu hingga separuh punggungnya.
"Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" Andre kembali bertanya pada Anita sekali lagi. Setelah ia selesai memakai kausnya. Lalu tanpa Andre sadar, ia buka handuk menggantung di pinggangnya. Segera Anita menarik selimut tebal menutup wajahnya hingga kepala.
Andre menarik seulas tipis di bibirnya. Kemudian ia duduk di tepi ranjang di mana Anita posisi menutup wajahnya tadi. Andre menarik selimut itu, kemudian Anita menurut. Anita terpukau dengan wajah Andre. Tidak jauh beda dengan wajah Antoni
tetapi Andre jauh lebih tampan, meskipun mempunyai bulu kecil disekitar rahangnya.
Anita seperti terhipnotis saat Andre menyentuh bibir keringnya itu. Entah kenapa wajah Andre semakin dekat, dan dekat. Pada akhirnya Andre menyentuh bibir mungil manis itu, Anita bisa merasakan sentuhan bibir yang kenyal dan dingin. Namun lama kelamaan rasa itu hangat, dan melumat sangat lembut.
Anita tidak membalas, membiarkan Andre memanggut kecup ciuman setiap sisinya. dari jauh semakin dekat dan Andre mulai meraba seluruh tubuh Anita. Sesekali ia menatap kedua mata Anita menatapnya sangat lekat. Tanpa sengaja Andre menggigit bibir bawahnya. Membuat Anita sontak kaget. Ketika Anita meringis terbuka mulutnya, langsung Andre memasukkan lidahnya begitu buas.
Anita langsung sadar, ia mencoba untuk mendorong dada bidang Andre menjauh, tetapi Andre semakin merapat tidak membiarkan lepas, jari-jarinya masih meraba mencari mengait ikatan itu. Anita berusaha menghentikan aksi bejat dari lelaki itu, dengan sekuat tenaga, Anita mendorong kasar, dan refleks ia pun menampar pipi Andre tiba-tiba.
Plak!
Anita menggebu-gebu, Andre merasa amis di sudut bibirnya. Tidak pernah sekali pun mendapat tamparan keras dari wanita ini. Anita langsung sadar, ia tidak maksud untuk menampar, ia hanya memohon untuk lepas.
"Bangsat! Kau pikir, kau itu suci, hah?!" Andre langsung bangkit dari posisinya dan menarik rambut Anita tak cuma-cuma.
"Akh!" Anita meringis kesakitan atas tindakan dari Andre.
"Ingat, ya! Kau itu sudah aku beli, dan kau itu sudah dijual oleh abangmu sendiri, PAHAM KAU!" bentak Andre membuat Anita merasa sakit bagian agar rambutnya. Tetiba ponsel milik Andre bergetar, ia pun mengempaskan sangat kasar pada Anita. Anita terkujur di tempat tidur.
"Untuk sekarang kau aman?! Untuk hari esok, kau mendapatkan lebih dari ini?!" ucap Andre lalu pergi meninggalkan kamarnya.
Anita menangis, bahkan bibir bawahnya bengkak atas gigitan dari Andre tadi. Ia merasa tidak dihargai, ia pikir Andre baik karena sikap benar-benar akan menikahinya.
****
Antoni baru saja selesai joging pagi, ia pun masuk ke apartemen. Ya, pagi-pagi ia bangun untuk joging. Setelah ia melihat Andre sudah pulang dari pekerjaannya. Saat Antoni kembali, ia langsung membuka kulkas dan membuka botol minuman itu. Setelah itu ia langsung menyapa Anita yang sudah bangun, dan sudah segar. Karena mencium aroma sabun dan juga sampo.
"Good Morning?! Bagaimana? Nyenyak, kah tidurmu?" sapa Antoni ramah, masih sama tidak ada berubah.
Anita merasa nyaman, ia tidak tahu sikap Antoni yang ramah padanya apa karena kasihan? Antoni menunggu balasan dari sapaannya. Tak lama kemudian Antoni meletakkan botol minuman di atas meja makan, dan mengangkat dagu Anita tinggi-tinggi. Anita sontak kaget atas sikap darinya.
"Kenapa dengan bibirmu?" Antoni bertanya, padahal semalam baik-baik saja.
"Tidak ada apa-apa, hanya terjatuh," jawabnya berbohong.
"Benarkah? Aku rasa itu bukan jatuh? Seperti seseorang melukai dirimu ... apa itu dari bos Andre? Soalnya saat aku kembali dari joging, aku lihat sudut bibirnya juga sobek. Apa kau melukainya?" tebak Antoni, mudah-mudahan tebakannya benar.
Anita langsung menjauhkan jari Antoni dari dagunya. "Tidak ada, aku sudah katakan ini hanya jatuh?!" ketusnya lalu menyeduh teh manis di cangkir.
"Benarkah? Jujur saja, apa dia yang melukaimu? Tidak apa-apa, aku tidak akan bocor. Aku tahu kau pasti menampar dia, kan? Sudah aku bilang, dia tidak akan pernah menganggap kau itu ada. Dia hanya anggap kau itu sebatas pemuasan nafsu, aku sarankan sangat sampai buat amarahnya keluar, jika kau tidak membuat dirinya kesal!" ucap Antoni panjang kemudian menarik Anita duduk di ruang TV. Membuat dirinya kaget, lalu Antoni mengambil kotak P3K selalu ia sediakan di apartemen tersebut.
Setelah itu ia pun menaruh obat betadine ke kapas bertangkai itu. Ia pun mulai mengobati luka memar di bibir bawah Anita. Anita meringis kesakitan, hingga ia menjauhkan tangan Antoni dari bibirnya.
"Ssshh ...." terdengar suara desahan manja, membuat Antoni menahan hasratnya.
Tetap dengan pendiriannya, Antoni melanjutkan mengobati luka itu, masih sama Anita terus menjauhkan tangan darinya. Tetapi bukan mereda, mau tak mau Antoni pun menahan tangan Anita dari pekerjaannya untuk mengobati bibirnya yang Anita tahan karena perih.
Anita mencoba melepas tangan dari tangan Antoni. Tetapi Antoni semakin kuat menahan dan menggenggam tangan yang mungil dan kecil itu. Anita diam sambil menutup matanya untuk menahan betapa pedihnya itu obat. Tak lama kemudian, Anita langsung buka kedua matanya lebar-lebar. Ya, Antoni berani mencium bibir Anita tanpa perantara apapun. Antoni menatap mata Anita sangat lekat, posisi ciuman tanpa gerak. Hanya ada embusan napas antara duanya.
"Sori," Antoni menjauh wajahnya, setelah ia sadar apa yang ia lakukan tadi.
Anita mematung, ia tidak tahu ada apa dengannya. Detak jantungnya semakin berdebar-debar. Antoni pun beranjak dari duduknya dan mengembalikan kotak P3K tempat semula. Anita langsung menyentuh bibirnya itu. Rasa kecupan tadi sangat terasa, beda jauh dari ciuman Andre padanya.
Meskipun itu bukan ciuman pertamanya, namun tetap saja kecupan antara dua lelaki itu sangat berbeda. Antoni menarik seulas bibirnya, ia berhasil mendapatkan ciuman dari wanita itu. Meskipun itu adalah bekas dari Andre. Baginya cukup puas, ia tidak akan memaksa wanita itu melakukan lebih dari itu. Ia akan sabar, agar wanita itu setuju atas ucapannya semalam.
****
Hari telah jelang siang, Antoni berbaring sambil menonton TV sepak bola, suasana di apartemen terlihat canggung. Apalagi Anita duduk sambil mengamati aplikasi literasi, bahkan penjualan royalti ebook-nya. Sampai saat ini ia belum mendapatkan kartu pengganti untuk ponselnya.
Antoni pun mematikan TV tersebut dan menuju ke ke kulkas, di sana ia memperhatikan Anita sedang mengetik sesuatu di layar ponselnya, sambil curi-curi baca. Mata Antoni masih bagus, sangat jelas. Kalau saat ini Anita sedang mengetik sebuah cerita.
Dengan gampangnya Antoni langsung menarik ponsel milik Anita. Sehingga Anita terkejut, ia pun langsung mendongak, dan menoleh melihat Antoni sedang membaca sangat serius. Dengan cepat Anita pun mencoba merebut kembali ponsel miliknya dari tangan Antoni.
"Kembali, kan?!" sanggah Anita, melompat kecil, posisi tinggi Anita pasti kalah, karena tinggi Antoni mencapai 170cm. sedangkan Anita 159cm.
Antoni belum puas membaca meskipun bukan ahlinya di bidang baca cerita cinta-cintaan. Tetapi adakalanya ia membaca sambil senyum-senyum sendiri. Antoni menjauhkan ponsel itu walau Anita berusaha menarik kaus Antoni. Hingga menginjak kaki Antoni untuk sederajat tingginya. Anita tanpa sadar posisinya sekarang menindih tubuh Antoni. Walau posisinya berdiri, tetap saja Antoni merasakan sensasi gesekan dari tubuh kecil milik Anita.
****