下載應用程式
90% Terjebak di Dunia Albheit / Chapter 44: Gluttony Backstory Part 3

章節 44: Gluttony Backstory Part 3

By: AojinSuzaku

Rick tampak masih bertarung dengan para prajurit penjaga. Ia mulai terlihat kewalahan karena mana-nya banyak tersedot oleh Mana Boost Mode. Meski begitu, pemuda berambut kecoklatan itu terus bertarung. Namun, di tengah pertarungan, mendadak Mana Boost Mode-nya lenyap. Tubuhnya kembali dipenuhi oleh luka dan staminanya kembali habis. Dia terduduk kelelahan.

"Sial ...," gerutu Rick. "Kenapa malah modenya dinonaktifkan di saat seperti ini? Aku tidak boleh kalah sekarang!! Brave ..., juga sedang berjuang di dalam sana ...."

"Percuma saja." Sebuah suara terdengar dari arah pintu ruang takhta, membuat Rick menoleh. Seorang pria berambut putih bersih dengan iris mata kemerahan dan mengenakan kacamata sedang berjalan ke arahnya. Jenderal Amuto.

"Temanmu itu sudah mati. Dia pejuang paling berani yang pernah kulihat seumur hidupku. Sayang sekali, dia terlalu lemah dan cara penawaran tidak mempan terhadapnya. Kelihatannya nama 'Brave' miliknya bukan sekedar nama kosong," ucapnya. "Jika dia berubah pikiran dan menjadi teman kami, dia akan menjadi lebih kuat. Mungkin hidupnya juga akan menjadi lebih berguna."

"Apa?!" Rick berseru kaget. Pupil matanya membesar. "Kau pasti berbohong!!!"

"Aku bicara jujur," sahut Jenderal Amuto sambil mendorong pelan pintu di belakangnya, menampilkan jasad Brave yang masih berada dalam posisi berdiri, tak tumbang sampai detik terakhir hidupnya. "Lihatlah."

Rick terdiam seribu bahasa. Tubuhnya melemas. Dia jatuh berlutut. Wajahnya masih menampakkan keterkejutan yang sangat. Ia benar-benar shock.

"Kau pasti berbohong .... Dia tidak mungkin mati ...."

"Berterimakasihlah. Sebagai bentuk penghormatan karena bakat bertarungmu lebih baik daripada temanmu itu, kami takkan membunuhmu." Jenderal Amuto memandangi Rick. "Kami akan membuatmu menjadi lebih berguna."

"Kau akan menjadi alat kami dalam perang melawan Ratu Kioku dan pasukannya."

Kedua mata Rick membelalak sekali lagi. "Apa?!"

————————————————————————————

Rick PoV

Karena tak ada pilihan lain, aku berpura-pura menurut dan mengikuti mereka ke laboratorium, lalu mereka memberiku semacam transplantasi kekuatan. Kekuatan itu sangat besar, bahkan tubuhku nyaris hancur karena tidak kuat menanggungnya. Jika aku terus berlama-lama di pihak mereka, yang ada aku malah akan menjadi gila. Jadi, aku melarikan diri dan bersembunyi menggunakan sihir Hawkeye Tracker dari kekuatan yang mereka tanamkan ke dalam tubuhku.

Aku tidak punya tempat tinggal tetap, bahkan aku tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Hidupku hanya kugunakan untuk melarikan diri dan mengutuk takdir yang telah merenggut semuanya dariku. Sejauh ini, Imperial Arkness belum menemukanku, tapi aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bersembunyi dari mereka.

—————————————————————————

"Hahh ..., hahh ..., hahh ...."

Kusandarkan tubuhku yang dibanjiri keringat ke dinding. Gang-gang yang sempit ini tampak sepi, tapi aku tidak yakin apa aku bisa lolos dari orang-orang itu untuk jangka waktu yang lama. Aku mengangkat pergelangan tanganku untuk menyeka keringat di dahi. Kukira peristiwa paling buruk yang pernah kualami adalah menjadi pekerja tanpa digaji seperti dulu, tapi ternyata aku salah. Hidup dengan tidak tenang seperti ini lebih buruk daripada disiksa di neraka. Bahkan aku tidak pernah mendapat makanan yang layak. Setiap harinya, menu makananku hanyalah sampah yang kukais.

"Kapan ... penderitaan ini akan berakhir?" Aku menatap langit yang terlihat kelam karena ditutupi oleh awan mendung.

"Hei ..., Sang Pencipta ...."

"Apa aku akan hidup seperti ini selamanya?"

"Mengapa penjajahan ini harus terjadi?"

"Kenapa harus aku ... yang menanggung semuanya?"

Tidak ada satupun suara yang menjawab pertanyaanku, hanya suara dari perut kosongku yang terdengar. Tentu saja. Aku bodoh sekali, berharap ada jawaban dari langit atau ada makanan yang mendadak jatuh dari langit. Keajaiban seperti itu tidak akan terjadi. Bahkan aku tidak yakin kalau Dewa itu benar-benar ada. Jika Ia memang ada, tentu aku tak harus hidup seperti ini.

"Sial .... Masa aku harus makan dari sampah lagi, sih?"

"Apa boleh buat. Jika aku keluar dari sini, maka mereka pasti akan menemukan dan menangkapku sekalipun aku menggunakan Invisium. Meski memiliki transplantasi kekuatan, pasti aku akan kalah jika berhadapan dengan Jenderal Amuto lagi. Aku bahkan tidak tahu sampai kapan efek sihir Hawkeye Tracker ini akan bertahan."

Aku berjalan dengan langkah gontai mendekati tong sampah yang berada tak jauh dariku dan membuka tutupnya, lalu mulai mengais-ngais isi dari wadah berbentuk silinder tersebut.

"Sampai kapan ... aku akan hidup seperti ini?"

Aku terus mengais tempat sampah itu, tapi tak kutemukan sesuatu yang bisa dimakan sama sekali. Aku menghela napas berat. Hanya tersisa satu sudut yang belum kukais. Kuharap aku bisa menemukan harta karun di sudut ini. Walaupun itu hanya makanan kotor, basi, atau berjamur, aku sama sekali tidak keberatan. Di saat lapar, nafsu makan bisa mengalahkan selera.

Kugulingkan tumpukan terakhir yang belum kukais di tempat sampah tersebut dengan wajah tanpa ekspresi. Aku sudah nyaris putus asa, bahkan sampai berpikir bahwa aku tidak akan bisa makan hari ini.

"Tidak masalah. Dulu ketika masih diperbudak juga aku tidak diberi makan sama sekali." Begitulah isi hatiku.

Tapi, yang berada di balik tumpukan sampah terakhir itu malah jauh berbeda dengan perkiraanku. Aku benar-benar terkejut. Tak sia-sia aku berharap. Sebuah lunch box yang bahkan masih dilengkapi plastik pembungkusnya terlihat sedang duduk manis, seakan-akan dia berkata: 'Aku sudah menunggumu.'

"I-Ini benar-benar ...."

Aku mengucek-ucek mataku untuk memeriksa apakah yang sedang kulihat saat ini halusinasi atau bukan, tapi ternyata makanan itu memang nyata. Kuangkat lunch box tersebut dan kubersihkan dari sampah, lalu kubuka plastik pembungkusnya. Aku memakannya dengan lahap. Sudah lama sekali aku tidak memakan makanan yang layak. Tanpa kusadari, air mata mengaliri pipiku.

"E-Enak sekali ...."

"Benar-benar enak ...."

"Rasanya ..., seperti aku kembali ke masa lalu."

Kuusap air mataku, kemudian melanjutkan makan dengan lahap. Aku tidak tahu dari mana lunch box ini berasal, atau bagaimana dia bisa berakhir di tong sampah seperti ini. Mungkin ini stok yang tidak laku di toko atau semacamnya. Tapi dari mana pun makanan ini berasal, aku tidak peduli. Yang penting aku bisa makan. Akhirnya ... aku bisa memakan sesuatu yang bukan sampah ....

"Terima kasih ..., terima kasih ...."

"Terima kasih ..., Dewa ...."

Aku baru saja menyadarinya. Semenjak kekalahan itu, semangat juangku menjadi berkurang. Aku terlalu banyak menggerutu dan mengeluh tentang penderitaanku. Aku bahkan tidak menyadari kalau bisa makan saja sudah merupakan anugerah yang sangat luar biasa, walaupun makananku hanya sampah. Kurangnya rasa syukur, itulah yang membuat hidupku selalu terasa suram.

"Hei, kenapa kau malah menangis seperti bayi begitu?" Sosok fantasi, gambaran diriku dan Brave di masa lalu muncul di dekatku. "Berjuanglah!! Itulah takdir kita sebagai seorang pejuang sejati. Tak usah memikirkan kekhawatiran-kekhawatiran yang tidak berujung. Cukup jalani hidupmu dan teruslah berjuang."

"Kau ingin mewujudkannya, 'kan? Mewujudkan kembali kesejahteraan di Atlantis."

"Kalian ...." Pupil mataku membesar begitu aku melihat mereka, kemudian senyum tergambar di wajahku.

"Aku ini sedang membayangkan apa, sih? Apa aku sudah gila karena kebanyakan stres?" Aku tertawa kecil, lalu menatap langit. Masih kelam dan dipenuhi oleh awan kelabu, sama seperti tadi. Namun, kali ada sesuatu yang cerah. Aku mulai sadar, kedamaian bukan berarti hidup tanpa penderitaan. Dalam hidup, mustahil kita tidak pernah menemui rasa sakit. Namun, rasa sakit itulah yang membuat kita tumbuh. Rasa sakit itu bukan rintangan besar. Selama ada semangat api, pasti kita bisa melewatinya.

"Baiklah ..., aku akan terus berjuang!!"

————————————————————————

Setelah penantianku yang panjang, akhirnya Imperial Arkness melarikan diri karena pemimpin tertinggi mereka dikalahkan dalam pertempuran melawan orang yang mereka sebut Ratu Kioku itu. Kami sangat senang, bahkan berpikir bahwa Atlantis akan bisa kembali seperti dulu lagi. Namun, ternyata kami salah besar. Yang ada kami malah semakin menderita. Mereka membangun kembali Invisium Magi Barrier sebelum pergi sehingga kami kembali terisolasi dari dunia luar. Sepertinya, mereka tidak ingin kami hidup. Mereka ingin memusnahkan Atlantis seluruhnya, agar semua yang telah mereka bangun di sini dengan cara menguras sumber daya alam kami tidak jatuh ke tangan musuh.

Atlantis sekarang sudah bukan pulau surga lagi. Tidak ada satupun tumbuhan hijau atau sumber daya alam yang tersedia. Kelaparan kembali menguasai negeri ini. Ditambah lagi, raja-raja dan tokoh-tokoh pemimpin semuanya sudah tiada akibat penjajahan itu. Kami tidak punya pemimpin, tidak punya sumber daya alam, dan tidak punya sumber daya manusia. Kami benar-benar sudah kehilangan segalanya. Dalam keadaan yang seperti itu, tentu saja keputusasaan kembali menghampiri.

————————————————————————

Keadaan Atlantis sekarang ini tidak ada bedanya dengan masa penjajahan. Jasad-jasad bergelimpangan di jalanan. Orang-orang terlihat kurus kering, seolah-olah mereka sama sekali tidak memiliki daging. Imperial Arkness telah mengambil segalanya dari kami, dan sekarang kami tidak bisa mengusahakan apa pun lagi di tanah ini. Kota-kota yang dulu berperadaban maju sekarang tinggal reruntuhan bangunan bekas pertempuran yang dikelilingi oleh hamparan tanah tandus. Anak-anak menangis kelaparan, sementara ibu-ibu mereka kebingungan. Benar-benar pemandangan yang membuat iba.

"Hei ...." Salah seorang pemuda yang duduk di sebelahku membuka pembicaraan dengan suara lemah. Pemuda itu adalah orang yang dulu pernah membantuku berjuang melawan Imperial Arkness. "Sampai kapan kita akan hidup seperti ini ...?"

"Kurasa sia-sia saja kita berjuang untuk menggulingkan Imperial Arkness dulu," ucapnya. "Setelah mereka pergi, keadaannya sama saja. Tidak ada yang bisa diubah. Neraka tetap menjadi neraka."

"Kau bilang apa, sih? Tidak ada usaha yang sia-sia. Hasilnya pasti akan kita nikmati nanti. Kita hanya perlu menunggu, pasti-"

"SAMPAI KAPAN KITA HARUS MENUNGGU?! HAH?!" Tak kuasa menahan emosi, pemuda itu pun membentak, membuatku terkejut. "DARI DULU KAU SELALU BILANG KALAU KITA SENDIRI YANG AKAN MENIKMATI HASILNYA, SEKARANG DI MANA HASIL YANG KAU BICARAKAN ITU?! APA KELAPARAN SEPERTI INI YANG KAU SEBUT SEBAGAI HASIL?! AKU SUDAH MUAK!!! AKU SUDAH LELAH HIDUP SEPERTI INI!!!"

"Semuanya sia-sia saja." Dia menundukkan kepalanya. Air matanya mulai mengalir keluar. "Semua usaha itu tidak ada gunanya. Julukan pulau surga sudah berakhir sekarang. Tidak ada gunanya berharap lagi."

"Aku juga punya cita-cita. Aku juga punya impian. Karena itu aku membantumu berjuang waktu itu. Tapi, sampai sekarang pun impian itu tidak terwujud. Impian hanyalah omong kosong. Setelah berjuang mati-matian, yang ada di hadapan kita sekarang bukan keajaiban, tapi kematian. Apa ini yang disebut keadilan? Dewa benar-benar kejam."

"Kita sudah berjuang sekuat tenaga, tapi bukannya memiliki segalanya, kita malah kehilangan segalanya. Apa-apaan itu? Semua impianku tidak pernah terwujud, dan aku yakin sampai kapanpun impian-impian itu takkan pernah terwujud."

"Ini tidak adil ...."

Air mata semakin deras mengaliri wajahnya.

"Aku ... belum mau mati .... Aku ingin melihat mimpiku terwujud .... Tapi, di sisi lain, sekalipun aku berusaha, hasilnya akan sia-sia saja. Semua itu tidak ada gunanya."

"Apa ... yang harus kulakukan ...?"

"Hei ..., Pejuang Rick ...."

Aku terdiam sesaat, kemudian kuangkat dan kutegakkan tubuhku. Kuarahkan pandanganku kepada pemuda itu.

"Sudah cukup. Aku akan mengakhiri situasi menyedihkan ini dengan tanganku sendiri. Aku akan menghentikan penderitaanmu. Tidak ..., aku akan menghentikan penderitaan kita semua. Aku percaya, tidak ada perjuangan yang sia-sia. Aku akan pergi ke luar Victoria dan mencari sesuatu yang bisa dimakan."

"Kau tidak mendengarkanku, ya?!" seru pemuda tersebut. "Sia-sia saja!! Atlantis ini sudah menjadi pulau mati. Kau hanya akan menghabiskan tenagamu yang berharga."

"Sudah kubilang kepadamu tadi, 'kan? Tidak ada apapun yang sia-sia," sahutku sembari membalikkan badan, lalu berjalan sambil berusaha menahan rasa lapar yang begitu menyiksa ini.

————————————————————————

Matahari yang terik mulai membakar kulitku karena tak ada lagi dedaunan di hutan yang bisa memayungiku. Hutan ini sekarang tinggal kumpulan batang dan ranting kering. Tanah yang sebelumnya dilapisi rerumputan kini tandus dan tampak retak-retak. Meski dengan langkah yang semakin lama semakin gontai, aku terus berjalan menyusuri hutan yang sudah mati ini. Aku mengedarkan pandanganku ke segala arah, berusaha mencari sesuatu yang bisa dimakan. Entah sudah berapa jauh aku berjalan, tapi aku tidak ingin berhenti sekarang.

"Sial ..., aku lapar sekali ...."

"Aku butuh makanan ...."

"Aku tidak ingin mati dalam keadaan seperti ini."

Di saat keputusasaan hampir menguasai jiwaku, pandangan mataku menangkap sebuah energi mana hitam yang beterbangan di udara. Aku mempercepat langkahku untuk menghampiri energi itu. Tangan kananku mulai bergerak, berusaha untuk menggapai. Hawa jahat yang amat kuat terpancar dari sana. Sebuah suara yang menggema terdengar di telingaku.

"Makanlah aku ..., makanlah ...."

"Makanlah aku ...."

"Dia bisa berbicara ...?!" Aku terperanjat. "Siapa kau?! Apa kau roh?!"

"Aku adalah Gluttony. Makanlah aku ..., maka akan kuberikan kepadamu rasa kenyang yang abadi. Kau dan penduduk Atlantis yang lainnya tidak akan pernah merasa lapar lagi."

"Kau berbohong, 'kan?!" semburku. "Aku adalah pejuang, mana mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam sihir jahat!!"

"Oh, jadi kau lebih memilih warga Atlantis yang kau cintai itu mati kelaparan? Kau ingin Atlantis benar-benar menjadi pulau neraka?"

"I-Itu ...." Aku kehabisan kata-kata.

"Tak ada rasa kenyang tanpa risiko yang harus ditanggung. Pikirkanlah baik-baik, pejuang. Nama baikmu ... atau ... nyawa orang-orang yang kau cintai?"

Aku menelan ludahku sendiri. Memang benar, Gluttony dan para sins lainnya adalah sihir jahat, tapi jika aku tidak bekerjasama dengan mereka, maka kami akan tidak pernah bisa bangkit dari keterpurukan. Namun, jika aku menyanggupi tawaran ini, aku akan terkenal sebagai penjahat. Resikonya terlalu besar.

"Apa yang kau pikirkan?!" seru Gluttony. "Bukankah kau sangat mencintai pulau ini dan semua yang ada di dalamnya?! Bukankah kau ingin berjuang untuk melindungi semua itu?! Bukankah takkan membiarkan pengorbanan teman-temanmu sia-sia?! Bukankah kau ingin pulau ini kembali dijuluki pulau surga?! Bukankah kau ingin mengembalikan kejayaan negeri ini?!"

"Katakan!!! Katakan kenapa kau ragu-ragu, pejuang!!! Katakan apakah itu benar atau hanya omong kosong semata!! Itu bukan kebohongan, 'kan?! Jawablah!!! Katakan kalau itu bukan kebohongan!!!"

"Apakah kau adalah pejuang sejati yang berjuang demi senyuman orang-orang?! Atau seorang yang egois dan hanya mementingkan diri sendiri?! Cepat jawab aku!!!"

"Keputusan ada di tanganmu, pejuang. Kau sendiri yang harus menentukan nasib Atlantis."

Dia benar. Resikonya memang terlalu besar, tapi aku tak punya pilihan lain. Cuma ini satu-satunya cara agar kami bisa bangkit dan mengubah pulau ini dari neraka menjadi surga. Menjadi Black Hero atau menjadi penyebab kehancuran ..., keputusan ada di tanganku. Jika dengan begini aku bisa mengembalikan kedamaian dan kesejahteraan di Atlantis, maka pilihanku adalah ....

*krauk!!*

Tanpa basa-basi lagi, aku menggerogoti mana tersebut. Mana-mana Gluttony yang lainnya mulai berdatangan. Aku langsung memakan mereka semua. Mungkin ini bukan pilihan yang tepat, tapi penderitaanku yang panjang akhirnya sudah berakhir. Aku tak perlu merasa lapar lagi. Rupanya dia tidak berbohong. Hanya dengan memakani mereka saja, aku sudah merasa kenyang.

Senyum terukir di wajahku dan air mata haru mengaliri pipiku. Akhirnya penderitaan ini berakhir. Kelaparan yang seolah tak akan pernah bisa teratasi ini akhirnya berakhir. Aku tak pernah mengira bahwa perjuangan kami akan membuahkan hasil.

"Terima kasih ..., Tuan Gluttony ...," ucapku dengan suara lirih.

————————————————————————

Normal PoV

Sementara itu, tanpa diketahui oleh Rick, Gluttony tersenyum bengis sambil berbisik: "Sudah kuduga. Jiwa kesatrianya itu membuat dia mudah sekali dimanipulasi. Benar-benar orang yang lugu dan polos ...."

"Rencanaku berhasil."

————————————————————————

Beberapa waktu kemudian ....

Atlantis yang sekarang sudah kembali menjadi pulau surga. Peradabannya kembali maju. Mereka membangkitkan teknologi menggunakan sisa-sisa dari peradaban masa lalu dan berhasil mencari cara untuk memulihkan sumber daya alam. Julukan pulau neraka sudah berakhir. Bahkan, rakyatnya sekarang hidup dengan sejahtera dan makmur. Mereka beraktivitas dengan penuh kedamaian. Terlihat bahwa Gluttony Creature dan Gluttony Puppet hidup berdampingan dengan manusia.

Di tengah aktivitas negeri tersebut, seekor naga kerakusan terbang melintas. Terlihat jelas bahwa dia adalah Gluttony Creature. Di atasnya, tampak seorang pria berambut kecoklatan sedang duduk. Ya, dia adalah Rick Brown. Naga itu terbang melintasi kampung halaman dari Rick sendiri, yakni Victoria, dan melintasi kota-kota lain di Atlantis, lalu memasuki ibukota dari Atlantis — yakni Caellum — dan mendarat di tanah lapang dekat istana. Para penjaga istana yang mengetahui kedatangan Rick segera memberi hormat, lalu menghampirinya. Beberapa pelayan istana juga ikut menghampiri.

"Selamat siang, Paduka Raja Besar Rick Brown." Ketua dari pasukan penjaga memberi salam. "Bagaimana rapat anda? Apakah menyenangkan?"

"Ya. Kami para 7 Deadly Sins akan secepatnya mewujudkan project untuk mengumpulkan sins di seluruh dunia. Dengan begitu, kita tak perlu khawatir akan kelaparan lagi," sahut Rick yang ternyata sudah dinobatkan sebagai Raja Besar (King of The Kings) alias pemimpin dari negeri Atlantis.

"Itu berita bagus." Senyum tergambar di wajah sang pemimpin penjaga. "Anda pasti lelah. Masuklah. Arius, tolong antar Paduka Raja Besar ke kamar beliau." Ia menoleh ke arah Gluttony Puppet yang berada di dekatnya.

Puppet tersebut menganggukkan kepala, lalu segera memosisikan tubuhnya di sebelah Rick. Keduanya pun melangkah menyusuri lorong istana. Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk tiba di kamar. Rick pun memasuki kamarnya dan menutup pintu, sementara Arius meninggalkan ruangan setelah dia membungkuk sebagai tanda hormat sebelumnya.

Rick pun memasuki kamarnya, lalu menuju ruang rahasia di mana dia melakukan penelitian yang selama ini dia sembunyikan dari semua orang. Penelitian yang bertujuan menggabungkan ingatan seseorang dengan Gluttony Puppet dengan menggunakan sel otak dari orang tersebut.

"Kuharap ini bekerja," ucap Rick sambil menekan tombol untuk mengalirkan ingatan ke dalam Gluttony Puppet yang mirip dengan Brave. Perlahan, puppet tersebut mulai bergerak dan bangkit berdiri, lalu memandangi sekujur tubuhnya.

"Di mana? Di mana Jenderal Amuto?! Heh? Apa ini? Kenapa tubuhku jadi seperti ini? Tunggu, aku tidak mati?"

"Bodoh ...," ucap Rick sambil berusaha menahan air mata. "Kau kembali lagi setelah sekian lama ... dan malah kata-kata konyol yang kau ucapkan."

"Ah, Rick," ucap Puppet Brave. "Apa yang terjadi? Di mana Imperial Arkness?"

"Mereka sudah pergi. Kita berhasil. Kita menang."

"Benarkah?" ucap Puppet Brave. "Horee!!!" serunya sembari meninju udara.

"Kita ... sudah terbebas dari mereka .... Kita akhirnya bebas .... Atlantis telah kembali menjadi pulau surga .... Dan ..., sekarang aku bisa mengembalikanmu ke dunia ini lagi, walau hanya dalam wujud puppet ...."

"Tapi, meskipun begitu, kau tetaplah dirimu .... Tak peduli apa pun yang terjadi, dan apa pun wujudmu, kau tetap sahabatku ...." Rick tak kuasa lagi menahan air mata.

Melihat itu, Puppet Brave meraba bahu Rick.

"Aku pulang, sobat."

"Ya ..., selamat datang kembali ...,"

"... pahlawan ...."

"Ngomong-ngomong, kau masih ingat janji kita sebelum pertempuran terakhirmu, 'kan?"

"Ah, tentu saja. Daging panggang di kedai biasa, 'kan?"

"Ya. Kita berangkat sekarang?"

"Tentu saja. Punyaku porsi besar, 'kan?"

"Hei, jangan rakus."

"Kau yang traktir, ya?"

"Enak saja."

"Hei, apa ini?! Kenapa orang-orang semuanya menjual dan memakan mana berwarna hitam?!"

"Gluttony adalah makanan pokok di era ini, kawan. Daging panggang dan yang lainnya hanya makanan pelengkap saja."

"Eeehh?!"

Selama itu, pedang milik Rick yang pernah menjadi saksi bisu kekejaman era penjajahan tersandar di dinding. Duduk diam, disinari cahaya mentari yang menembus kaca jendela. Seolah-olah sedang tersenyum menonton adegan persahabatan tersebut.

"Akhirnya ...."

"Tidak ada lagi yang harus menderita."


next chapter
Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C44
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄