189
...
Terlebih ibu dan ayah.
"Rei ngerasa bukan kayak gitu. Rei tahu ini murni
salah Rei." Dia tertunduk. Gadis tersayangku mulai
terisak. Dan itu gara-gara kebodohanku.
"Hei... Jangang nangis, Rei." Aku membawanya ke
pelukanku. "Kamu gak salah. Gak ada yang salah.
Salah kamu adalah udah salah faham sama
maksud aku yang pura-pura pacaran sama Nisa. Ini
sama sekali gak ada hubungannya sama kamu"
Aku berbohong lagi. Biarlah. Demi tak menyakiti
Reina, aku rela berbohong dan berdosa
selamanya. Daripada membuatnya menangis lagi
seperti ini.
Perlahan, tangisnya mulai tak terdengar. Aku
melepas pelukanku. Dan memberinya senyum
penyemangat. Dan dia balas tersenyum padaku.
Benar begitu. Aku lebih suka Reina yang
tersenyum seperti ini.
Aku masih berkonsentrasi pada layar laptop ketika
seseorang mengetuk pelan pintu kamarku. Yang
sebenarnya kutahu pasti itu Reina. Setelah
mempersilakannya masuk, aku memintanya untuk
membuatkanku kopi tanpa mengalihkan mataku