188
...
Kuletakkan telepon genggam di samping makan
siang yang kini tak lagi membuatku selera. Ingin
rasanya sekarang aku berada di posisi teman lelaki
Reina. Tapi sampai kapanpun hanya akan jadi
khayalanku semata sepertinya.
Pintu ruang kerjaku terbuka. Kulihat wajah cantik
Annisa tersenyum di sana. Asisten dan juga teman
uliahku dulu. Sahabat yang kupunya selain Tyo.
"Kusut lagi deh, mukanya," sindirnya. "Kenapa,
Van?"
Nisa-panggilan untuk Annisa- memang tak
pernah memanggilku secara formal jika hanya ada
kami berdua saja dalam ruangan. Dan itu
permintaanku.
"Enggak apa-apa, Nis," jawabku lesu.
Nisa memutar bola matanya. Tak percaya
mendengar jawabanku. Gadis ini sama saja seperti
o. Bahkan lebih peka darinya.
"Jangan bohong, deh. Kayak kita baru kenal aja.
Hampir 8 tahun, Van, kita kenal," katanya jengah.
"Gadis itu lagi?"
Tepat! Annisa juga tahu tentang gadis pemilik
hatiku. Tapi tak pernah tahu jika gadis itu