PRAANGGG!!!"
Ruri terkejut ketika mangkuk yang dipegangnya jatuh begitu saja di lantai. Dia segera membungkuk untuk memungut pecahan kaca itu dan ujung dari pecahan mangkuk itu melukai ujung jarinya. Setetes darah jatuh ke lantai dan Ruri segera menghentikan darah itu dengan menutupnya dengan ujung kaosnya.
Apa yang terjadi? Ya Tuhan semoga Daiki tidak terjadi apapun.
Ruri merasakan jantungnya berdebar kencang sambil dia mengemasi pecahan mangkuk. Dia gelisah menanti kabar Daiki yang masuk ke sarang penjahat. Setelah dia membuang sampah pecahan itu, Ruri berjalan bolak balik dari dapur ke ruang televisi. Berkali-kali dia menatap jam di dinding dan membuka ponselnya.
Dia terduduk di sofa sambil mengatupkan kedua tangannya. Tiba-tiba dia teringat perkataan Sayuri. "Detektif Watanabe akan menjelaskan siapa yang mengincarmu." Ruri bangkit berdiri dan berlari ke kamarnya. Dia membongkar isi tasnya dan mengeluarkan flashdisk yang diserahkan Daiki ketika mereka berbicara di samping mobil pria itu.
Ruri menatap flashdisk itu dan dengan lambat dia menuju laptopnya. Semakin lama jantungnya berdebar saat dia mulai membuka flashdisk tersebut. Setiap folder dibukanya dan Ruri merasa ketengangan menjalari hatinya. Dia telah membaca sebuah organisasi mafia yang sangat menyeramkan. Bahkan kelompok itu adalah sebuah kelompok berbahaya bagi para pengusaha-pengusaha yang membutuhkan modal usaha. Kasus Bank Asing Saitama menjadi prioritas utama dalam perampasan itu.
Mata Ruri terbelalak ketika dia membuka sebuah folder yang bertuliskan profile. Seraut wajah yang pernah dilihatnya di antara pengunjung pusat perbelanjaan Koto menyentak ingatan Ruri. Pelan tapi pasti nama wajah pria yang menghampirinya di kios aksesoris menjadi jelas.
Ruri terus menggerakkan kursor ke arah bawah dan kali ini sebuah seruan tertahan mencelos dari celah bibir Ruri. Seorang pria yang setiap hari bersamanya dalam mengurus toko lampunya ternyata merupakan tangan kanan sang mafia. Semakin dia membuka folder lain, Ruri mendapati kenyataan bahwa kejadian pembunuhan Bank Asing Saitama sudah menjadi suatu pancingan untuk mendapatkan pemilik Bank Asing yang berada di London. Pemilik yang menjadi sasaran dendam sang mafia karena kejadian masa lalu. Kejadian yang menewaskan seorang wanita yang tidak bersalah hanya karena menyelematkan seorang pria dalam hidupnya, Kenji Fujita. Pria yang kabur dan mencuri rahasia terbesar milik mafia bernama Shinobu Kimura yang kini di ambil alih oleh anak lelakinya yang bernama Junichi Kimura. Pria yang mendekatinya di pusat perbelanjaan Koto. Pria yang mengincar hidupnya dan mengirim seorang pria muda lainnya agar dia lengah. Hozy Mori alias Mamoru sudah diatur dari awal agar menyusup dalam kehidupannya. Dan sekarang Daiki dan Hideo menyusup ke sarang pria itu.
Ruri menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merintih lirih. "Ya Tuhan..."
****
Daiki berlari sekuat tenaganya agar tidak dapat dikejar oleh Mamoru. Lengannya yang ditusuk cukup dalam oleh pisau Mamoru terasa berdenyut-denyut dan mengeluarkan darah terus-menerus. Daiki meringis ketika mendengar suara panik Hideo. Dia menekan lengannya agar pendarahannya segera berhenti namun semuanya sia-sia. Darah terus mengucur deras.
Daiki bersembunyi di balik sebuah pilar di lantai tersebut. Dia dapat melihat ceceran darah segar sepanjang lorong.
"Daiki-kun!! Kumohon jawab aku. Bagaimana posisimu sekarang? Aku mendengar suara-suara pukulan sebelum ini. Apa kau baik-baik saja?"
Daiki berusaha menyobek ujung kemejanya yang sudah nyaris dipenuhi darahnya sendiri. Dia menggigit kain sobekan kemejanya dan melingkari lengan atasnya yang terus mengucurkan darah. Kepala Daiki mulai terasa pusing.
"Daiki-kun! Jawab aku!!!"
Daiki menyandarkan kepalanya di dinding dan menjawab lirih. Dia melihat lorong itu sepi dan sama sekali tidak ada jendela dan hanya berderet pintu-pintu tertutup. Dia berusaha mengatur napasnya serta rasa nyeri yang semakin bertambah hebat.
"Aku tidak tahu sedang berada di bagian mana rumah sialan ini!" desis Daiki lemah.
"Apa kau terluka?"
Daiki mendengar langkah kaki berlari menuju ke arahnya. Sambil menggigit bibir, Daiki menggerakkan tubuhnya. Mamoru kembali mengejarnya mengikuti ceceran darahnya. Tengah di antara hidup dan matinya terancam tertangkap di sarang Junichi, sebuah pintu di sejurusan Daiki terlihat terbuka separuh. Daiki cepat mengeluarkan pistolnya dan siap dengan pelatuknya. Namun gerakannya berhenti saat melihat wajah Sayuri yang muncul separuh berikut seluruh tubuhnya.
Sayuri segera berlari mendekati Daiki yang sudah terlihat pucat dan sepanjang lengannya yang terbalut kain sudah penuh darah bahkan menetes ke lantai di bawah kakinya.
"Detektif Watanabe!!" Sayuri meraih lengan Daiki yang tidak terluka dan mengalungkannya di bahunya. "Kau terluka!" seru Sayuri cemas.
Dengan tubuhnya yang ramping, Sayuri menyeret Daiki menuju pintu terbuka tempat dia keluar dan ternyata adalah kamar baca Sayuri. Sayuri mendudukkan Daiki di kursi bacanya dan menatap ngeri pada luka tusukan di lengan pria itu.
"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya panik.
Daiki menyerahkan ponselnya pada Sayuri. "Hubungi nama HideoSeks di speed dial 3. Dia harus membawaku ke luar dari sini." Daiki sudah mulai menggigil.
Sayuri mengabaikan nama kontak aneh yang disebutkan Daiki dan langsung menghubungi Hideo. Tidak lama panggilan segera disambut.
"Daiki-kun..."
"Detektif Katoo!! Ini Sayuri. Anda harus segera membawa Detektif Watanabe keluar dari sini. Dia mengalami pendarahan hebat. Kumohon..." Di antara ketakutannya akan kondisi Daiki, Sayuri bergerak gelisah hingga melihat jendela lebar ruang bacanya yang menampilkan jalanan gang yang akan menembus keluar dari area Azabu. Hanya di bagian itu saja tidak terdapat penjaga Junichi.
"Bagaimana kami bisa menerobos ke dalam. Seluruh rumah sudah dijaga.." - suara Hideo.
Sayuri menatap Daiki yang sudah memejamkan matanya menahan sakit. "Anda bisa menuju tembok rumah bagian Timur. Di sana ada sebuah pintu kayu berukir menembus taman mawarku. Di atasnya ada jendela ruang bacaku. Anda bisa membawa detektif Watanabe ke luar dari sini."
****
Mamoru berlari mengikuti sepanjang tetesan darah yang berasal dari lengan Daiki yang tertusuk pisaunya. Sejenak dia menghentikan larinya saat menatap darah itu berakhir pada sebuah ruang tertutup yang sangat dikenalnya sebagai ruang baca yang menjadi tempat favorit Sayuri. Dengan keras Mamoru membuka pintu itu dan melihat Sayuri yang tengah berdiri di depan jendela terbuka yang menampakkan langit malam Tokyo. Udara malam membaur rambut Sayuri ketika wanita itu membalikkan tubuhnya menatap Mamoru yang sama berantakannya dengan Daiki hanya saja Mamoru tidak terluka.
Mamoru melihat sofa yang tertinggal bercak darah berikut suara mesin mobil yang bergerak terdengar melalui luar tembok di depan jendela Sayuri. Dengan langkah lebarnya Mamoru mendekati Sayuri.
"Onee-san! Kau melepasnya..." Kalimat Mamoru terhenti tepat di depan Sayuri. Dia merasakan sesuatu yang tajam menyentuh ujung kulit perutnya di atas kemejanya yang kusut. Mamoru menunduk dan melihat ancaman ujung pisau buah yang hanya dihalangi kain kemejanya saja. Mamoru menatap wajah Sayuri yang pucat dan sepasang matanya yang mengalir airmata.
"Jangan kejar mereka. Jika kau melakukannya, pisau ini akan menembus kulitmu, Mamoru." Sayuri menyebut nama Mamoru dengan nada pahit membuat Mamoru merasa bahwa pisau itu telah menusuknya lebih dulu.