"Apa yang terjadi?" Teriak tetua Chen melihat Fu Xie Lan tersungkur di lantai dengan beberapa buku berserakan di sekitarnya. Ia hanya meninggalkan perpustakaan beberapa menit dan sudah seperti ini.
Wan Lie yang melihat keadaan ibunya menjadi panik dan segera menghampirinya, menggendongnya ala bridal style tanpa memperdulikan orang-orang di sana.
"Hei apa yang kamu lakukan?" teriak Fei Lin melihat tindakan pria itu.
Tetua Bao juga ikut menghampiri Fu Xie Lan dan memeriksa kondisi gadis itu.
"Siapa yang melukainya?"
Segera semua mata tertuju pada Fei Lin.
"Memangnya kenapa? Aku hanya kesal dengannya. Kalian jangan menatapku seperti itu, kita juga sama-sama tahu dia half grip dan aku tidak menyukainya."
Tetua Bao yang mendengar itu hanya menghela napas kasar. Ini semua terjadi karenanya. Ia terlalu sibuk dengan semua hal yang terjadi baru-baru ini dan melupakan bahwa pil aroma yang ia berikan seminggu yang lalu adalah pil terakhir, sementara efek dari pil itu hanya akan bertahan satu minggu. Ia baru menyadarinya kemarin dan baru saja kembali setelah selesai menyulingnya.
Alasan mengapa mereka bisa datang bersamaan itu karena Wan Lie meminta tetua Chen membawanya pada tetua Bao untuk memberitahunya bahwa Fu Xie Lan telah sadar.
"Ekhem baiklah, karena kalian sudah mengetahuinya, aku ingin memberi tahu satu hal. Gadis kecil ini mulai sekarang akan menjadi muridku. Jika ada diantara kalian yang tidak suka, kalian bisa berhadapan denganku," ucap tetua Bao memberi pengumuman.
Mereka yang mendengar menjadi iri sekaligus heran karena tetua Bao dikenal dengan orang yang sama sekali tak pernah tertarik untuk memiliki seorang murid meskipun banyak yang menawarkan diri.
"Jika tidak ada yang ingin kalian sampaikan, bubar. Hari ini perpustakaan akan tutup sementara," himbau tetua Chen.
Semua murid keluar ruangan, sementra Fei Lin hanya bisa menahan amarahnya, mendengus kesal kemudian mengikuti murid yang lain meninggalkan ruangan.
.
.
.
"Little Xie Lan, bagaimana sekarang?" tanya tetua Bao setelah memberi pil penyembuh pada Fu Xie Lan. Saat ini mereka berada di kamar Fu Xie Lan.
"Sudah baikan, terima kasih," jawabnya
"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa sampai gadis itu menyakitimu?" Tanya Wan Lie diangguki kedua tetua.
Fu Xie Lan menceritakan semuanya tanpa menambah ataupun mengurangi.
"Sejarah Phoenyx academy?" Gumam tetua Bao.
"Mengapa kamu tertarik pada buku itu?" Tambahnya lagi.
"Aku penasaran, dan lagi aku tak bisa mengingat apapun tentang dunia ini begitupun dengan diriku. Saat mereka mengatakan aku seorang half grip aku tidak mengerti, begitu pula saat mereka mengatakan bahwa dalam tubuhku mengalir darah fairy," jawab Fu Xie Lan. Ia memang penasaran, namun bagian tidak mengingat apapun ia terpaksa berbohong. Bukannya ia tidak mengingat, hanya saja semua ingatan milik Fu Xie Lan yang sebenarnya hanya berputar pada bangsa manusia. Ingatan yang sangat mengerikan dan itu berhasil menimbulkan gejolak di matanya. Walau hanya sesaat tetapi semua itu tidak luput dari perhatian Wan Lie.
"Hmm, apa yang ingin kamu ketahui?" Tanya tetua Chen.
"Semuanya tentang dunia ini, tentang semua bangsa di dunia ini, dan tentang mereka yang mengatakan bahwa aku seorang half grip. Jika paman mengetahuinya, aku ingin penjelasan mengenai semuanya," jawab Fu Xie Lan.
"Baiklah, karena sekarang kamu baru saja terluka, sebaiknya istirahat dulu. Apapun yang ingin kamu ketahui aku akan memberitahumu besok," ucap tetua Chen.
***
"Siapa di sana?" Suara kaget terdengar dari seorang gadis yang tengah berjalan seorang diri di malam hari. Ia baru saja kembali dari suatu tempat dan menuju ke asrama murid Phoenyx Academy yang keberadaannya tidak jauh lagi dari tempatnya berada untuk beristirahat. Malam sudah sangat larut, tak ada lagi murid-murid yang lalu lalang, suasananya sangat sepi dan begitu dingin. Dingin menusuk tulang.
"Hei, siapa di sana?" Teriaknya mengulangi.
"Jangan jadi pecundang, cepat keluar!" Tambahnya lagi setelah berhasil menangkap siluet seseorang yang mengikutinya.
Sosok itu tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Kamu?" Pekiknya kaget saat melihat sosok pria yang ia lihat di perpustakaan beberapa saat yang lalu.
Dia adalah Wan Lie.
"Kamu yang menolong half grip tadi, apa maumu?" Teriaknya kesal.
Ia baru menyadari bahwa pria yang menggendong half grip tadi sangatlah tampan. Tubuhnya tinggi dengan dada lebar yang begitu kuat, pahatan wajah dengan rahang yang begitu kokoh. Gerai surai hitamnya menambah kesan sempurna pada pria itu. Ia jadi iri dan kesal. Mengapa pria setampan itu berpihak pada seorang half grip?.
"Simpan baik-baik pertanyaanmu karena sekarang aku benar-benar marah," ucap pria itu dingin. Sebuah kilatan cahaya hitam terbentuk di telapak tangannya.
"Demon? Benar kamu seorang demon. Apa yang coba kau lakukan?" teriak gadis itu merasa tidak percaya sekaligus panik. Menurut cerita satu-satunya demon yang tersisa adalah Lord yang berkuasa sekarang. Langkahnya terhuyung ke belakang. Pantas saja ia tidak bisa merasakan mana pria itu sebelumnya, itu karena kekuatan pria itu sangat berbeda jauh dengannya.
"Tungg..." ucapannya belum selesai ketika tubuhnya tiba-tiba terangkat di udara dengan asap hitam mengelilingi seluruh tubuhnya.
"Ssshh, sa...sakit," rintih gadis itu. Ia sangat kesakitan. Asap yang membungkus seluruh tubuhnya seperti mengulitinya hidup-hidup, dadanya terasa sempit dan sesak. Ia kesulitan bernapas.
"To...tol.." mencoba berteriak meminta pertolongan namun gagal.
"Mencoba meminta bantuan heh?" ucap pria itu langsung saja membungkam mulut gadis itu dengan mencekik lehernya menggunakan asap hitam. Gadis itu meronta-ronta kesakitan, kakinya terus berayun bersusah payah mencapai tanah, wajahnya memerah, pupilnya melebar dengan urat leher yang menonjol akibat saluran pernapasannya seperti di sumbat dengan paksa.
Hal itu terjadi beberapa saat sebelum tubuhnya dihempaskan ke tanah dari ketinggian. Suara tulang patah di ikuti batuk darah kembali mengisi keheningan.
"Ap...ap..pa mas...maslah..mu padaku?" tanya gadis itu dan berusaha bangun walau beberapa tulangnya patah.
"Oh, masih kuat heh?" ucap pria itu kembali memunculkan bola asap hitam di tangannya.
"Tu..tunggu. hentikan!" Teriak gadis itu kembali histeris.
"Apa ini karena half grip tadi?" tambahnya lagi dengan suara mulai serak.
"Dia hanya seorang half grip, kita sama-sama membencinya," setelah mengatakan itu, tubuhnya seketika kembali tersungkur ke tanah, tak bisa bergerak. Sejumlah hewan kecil bermunculan dari tanah dan mulai menggerogoti tubuhnya. Lipan, cacing dan hewan lainnya. Gadis itu ingin berteriak namun suaranya tertahan. Ia kesakitan sekaligus jijik melihat hewan-hewan itu mulai memenuhi sebagian tubuhnya. Ingin menggunakan mana dalam tubuhnya untuk mengusir hewan-hewan itu tapi tak bisa, seperti sesuatu memblokade mana dalam dirinya.
"Jadi bagaimana jika dia seorang half grip?" pria itu kembali bersuara.
"Aku tak suka jika ada yang melukainya," tambahnya lagi.
"Nikmati waktumu, hewan-hewan lucu itu akan menemanimu hingga pagi menjelang," ucapnya lagi tersenyum puas kemudian menghilang.
Disisi lain, dua pasang mata mengawasi dalam gelap. Mereka baru saja pulih dan sekarang sedang menuju ke wilayah perbatasan bangsa Werewolf dan Vampire untuk melakukan sesuatu. Mereka mengambil jalur di daerah bangsa Wizard karena itu adalah rute tercepat. Perjalanan mereka tiba-tiba terhenti karena mereka merasakan mana yang sangat kuat berasal dari tempat mereka sekarang berada. Mana yang tidak asing bagi mereka. Mana seorang dari bangsa Demon.
"Momo...apa yang baru saja aku lihat?" tanyanya berbisik tanpa mengalihkan perhatiannya pada gadis yang sedang kesakitan.