Celica terduduk di kasurnya, ia terus memijat keningnya setelah mendengar apa yang belum pernah ia dengar. Semakin terus ia pikirkan, semakin pusing kepalanya "Walaupun Aku bilang Aku akan mencoba untuk mengerti, tapi tetap saja tidak bisa ku mengerti." ucapnya lalu membaringkam tubuhnya "(Dunia lain…)" ia memejamkan matanya, ia mengerutkan keningnya, semakin keras ia berfikir, semakin terlihat jelas kerutan di keningnya itu "Ah tetap saja itu mustahil…" Celica membuka matanya dan bangun dari ranjangnya. Ia mengambil berbagai macam buku sihir dari rak bukunya. Membuka bukunya, membaca tiap halaman, mencari tahu kebenarannya "Tidak ada… Apa mereka mengerjaiku? Tidak, Kakak tidak mungkin mengerjaiku, apalagi sampai menggunakan kemampuannya. Aaaaaaah..." ia pun mengacak-acak rambutnya, Celica merapihkan kembali buku-bukunya.
Perasaannya semakin bimbang apakah ia harus percaya atau tidak, ia berjalan kesana-kemari dikamarnya "Ah mungkin Aku kembali saja." ucapnya, ia langsung berjalan keluar dari ruangannya.
Ia melangkahkan kakinya dengan cepat dan terus memikirkan Teo dan gadis itu yang katanya mereka berasal dari dunia lain. Meskipun Kakaknya menunjukan bukti, Celica tetap tidak mempercayainya, apalagi ia sudah mencari semua jenis sihir dan tidak menemukan sihir yang berkaitan dengan dimensi lain membuatnya semakin tidak bisa mempercayai mereka.
"Karena itu, aku rasa Karina bukan marah kepadamu, Nona Cattalina, tapi dia membenci gelarmu." langkahnya terhenti ketika mendengar suara Teo di dalam ruangannya.
"(Eh? Gelar? Maksudnya bangsawan? Kenapa?)" Ia pun merapatkan tubuhnya ke tembok ketika mendengar ucapannya
"Be-Begitu ya, maaf Aku tidak menyadari itu. Pasti dia sudah mengalami hari-hari yang berat sampai membuatnya trauma seperti itu." ucap Cattalina.
"Masih ada 49 orang lagi yang perlu aku temukan, aku tidak tahu apakah nasib mereka lebih buruk dari ini atau lebih baik dari ini. Aku harus segera mencari mereka, tapi…"
"(Suara mereka tidak terdengar lagi, apa yang terjadi?)" Celica yang diam-diam mendengarkan mereka berbicara, ia mendekat ke pintu agar bisa mendengar suara mereka lagi.
"Ah…" pintu terbuka karena Celica dengan tidak sengaja menyentuh pintu itu. Tatapan Cattalina dan Teo pun langsung tertuju kepadanya, Celica memalingkan wajahnya perlahan yang mulai memerah.
"Celica, menguping itu tidak baik loh." ucap Cattalina sambil tersenyum.
"A-Aku tidak menguping, hanya saja suara kalian tidak sengaja keluar… jadi aku… mendengarkannya… dari luar."
"Itu sama saja menguping, Nona Celica." balas Teo.
"Berisik! Ja-Jadi, kau benar-benar berasal dari dunia lain? Kau tidak berbohong kan?" tanya Celica dengan tatapan taham mengarah kepada Teo.
"Aku tidak berbohong, Nona Celica."
"Sungguh?"
"Tidak mungkin aku mengerjaimu disaat diriku lemah seperti ini. Aku tidak mau tersambar petir dan membuatku semakin lama mencari mereka."
Keluhannya itu membuat Celica mengepalkan tangannya dan mengeratkan giginya "Kau ini…"
"Celica, tenanglah, ya. Teo benar-benar dari dunia yang berbeda dengan kita." Cattalina tersenyum ke arahnya dan berjalan mendekatinya "Alasannya kamu juga sudah dengar kan?"
"Eh? A-Aku tidak menguping, jadi tidak tahu!" ucapnya berusaha mengelak meskipun tau itu sia-sia.
"Iya, iya. Kalau begitu aku akan memberitahumu." ucapnya sambil mengusap-usap kepala Adiknya yang wajahnya memerah "Seseorang dari dunia ini menggunakan sihir kuno untuk berhubungan dengan dunia Teo, orang itu menculik penduduk dunia sana."
"Lalu, apa Teo salah satunya?"
"Tidak, Teo…" pandangannya pun teralih kepada Teo "Bagaimana kalau kamu saja yang memperkenalkan dirimu?"
"Baiklah, Nona Cattalina. Aku seorang prajurit, atasan ku meminta ku untuk menyelidiki orang-orang yang hilang. Lalu aku bertemu dengan orang yang mencurigakan, saat aku mengikutinya, orang itu sadar diikuti lalu menyerangku dengan mengeluarkan api dari tangannya. Saat pertama kali melihatnya, aku pikir dia seorang pesulap, tapi saat membuka portal dan masuk kedalamnya, aku rasa dia bukan orang biasa."
"Tunggu, itu sihir kan? memangnya itu aneh?" tanya Celica
Teo menghela nafasnya "Di dunia ku, sihir itu tidak ada. Mengeluarkan api dari tangannya langsung saja sudah membuatku kebingungan, sekarang anda mengerti kan bagaimana bingungnya diriku ketika disambar petir berkali-kali." ucap Teo sambil memalingkan wajahnya sedikit.
Celica mengepalkan tangannya sambil terus menggeram kepasa Teo "Bisakah kau berhenti membahas itu!?"
Teo tertawa pelan melihat reaksinya "Maaf, hanya saja menarik saja melihat Anda marah seperti itu."
Ucapannya semakin membuat Celica jengkel sampai membuatnya mengeluarkan tongkat sihirnya "Kau benar-benar tidak ada sopan-sopannya ya!"
"C-Celica tenang, ya. Teo masih tidak memiliki tenaga, bisa-bisa dia semakin parah." ucap Cattalina
"Memangnya aku peduli!" Celica menarik nafasnya, meskipun itu tidak membantu amarahnya, tetapi karena masih ada yang ingin ia tanyakan "Jadi, siapa orang itu?"
"Entahlah, Orang itu memakai penutup kepala, lebih tepatnya seperti jubah, karena tubuhnya tertutup sampai ke kakinya, aku jadi tidak tahu orang seperti apa dia." ia menghela nafasnya lagi, lalu perlahan memejamkan matanya "Aku masih tidak tahu apa-apa tentang dunia ini, bisa menemukan penduduk dunia ku saja bagiku sudah sangat beruntung." setelah berkata seperti itu, lagi-lagi Teo menghela nafasnya "Jadi, kurang lebih begitulah ceritaku dan bagaimana aku bisa sampai di dunia ini, percaya atau tidak, itu terserah Anda."
Celica terdiam setelah mendengarnya, ia hanya terus menatapnya dengan penuh rasa curiga, meskipun begitu ia tidak merasa kalau ucapannya itu bukanlah sebuah kebohongan "Jadi begitu, tapi, apa memang ada sihir seperti itu?" tanya Celica.
"Ada kok, di buku sihir kuno milik guru, ada sihir semacam itu, guru juga sudah tau kalau Teo bukan berasal dari dunia kita." ucap Cattalina.
"Sungguh? Kenapa hanya aku yang tidak tahu!?"
"A-Ah, Kakak tidak ada kesempatan untuk memberitahumu, lagipula kamu pasti marah kalau Kakak tiba-tiba cerita tentang Teo, kan?" Celica langsung memalingkan wajahnya dan tidak menjawab perkataan Kakaknya itu "Jadi, sekarang kamu sudah percaya?" tanya Cattalina
Tidak langsung menjawabnya, Celica melihat ke berbagai arah sambil menyilangkan kedua tangannya. Dari kerutan keningnya itu, Celica terlihat ingin bertanya lagi, tapi tidak bisa ia katakan "Ada apa, Celica?" tanya Cattalina.
"Tidak apa-apa, hanya saja aku masih tidak percaya kalau… Aaaaaah, kepalaku pusing lagi." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya.
"Sudah sudah, Kamu tidak perlu terlalu memikirkannya, karena itu untuk sementara Teo akan tinggal bersama kita dan menjadi pengawal keluarga kita, lalu…" lalu, pandangannya teralih kepada Teo "Dengan adanya orang lain dari duniamu, mungkin bisa sedikit mempercepat para burung untuk menemukan orang dari duniamu, tetapi Karina sudah pergi, jadi harus menunggu dia kembali, maaf ya Teo." ucap Cattalina yang terlihat sedikit menyesal tidak dapat membantunya sekarang
"Begitu ya, Tiara bilang kepada ku kalau Aku harus mengambil Karina di istana, selama aku tidak mengambilnya, dia tidak akan bisa pulang ya?"
"Hei! Jangan bilang 'mengambil', kau seperti menganggap dia barang!" tegur Celica.
"Tubuhku masih belum bisa bergerak, aku jadi tidak bisa mengambilnya. Repot juga ya."
"Hei! Sudah kubilang jangan bilang 'mengambil'! Lalu apa maksudmu repot!? Kau sebenarnya tidak serius mencari mereka ya?" tegur Celica lagi denga! suara yang lebih keras.
"Tentu saja aku serius mencari mereka… Jika tidak, tidak ada gunanya aku berada disini." ucapannya membuat Celica terdiam, menatap wajah Teo, meski perkataan sebelumnya terdengar santai, tetapi raut wajahnya terlihat murung. Celica mengerti apa yang dirasakannya, ditambah setelah mendengarkan ceritanya.
Cattalina melihat Adiknya kesal namun juga terlihat khawatir dari raut wajahnya, pandangannya bergantian menatap Teo dan Adiknya sampai ia akhirnya tersenyum jahil "Oh iya, Teo, apa kamu ingat saat kamu ingin dihukum, kamu ingin meminta hadiah kan bila kamu berhasil kembali?" Celica seketika memalingkan wajahnya, perlahan ia berjalan menjauh dari mereka "Karena Celica ada disini, kenapa Kamu tidak memintanya langsung? Celica juga mau menurutinya kok, iya kan, Celica?"
"Eh? Ah… T-Tida–."
"Eh? Bukannya waktu itu kamu setuju?"
"Uhh… Baiklah baiklah! Jadi apa permintaanmu? Jangan minta barang yang mahal! Walaupun aku punya banyak emas, tapi aku tidak akan memberimu barang mahal, ingat itu!"
Teo tersenyum mendengar peringatan dari tuannya itu "Tenang saja, Nona Celica. Aku tidak akan meminta barang." ucapnya, lalu ia tersenyum sambil melirik ke arah Tuannya.
Celica sedikit terkejut melihat senyumnya itu, senyumnya seolah menunjukan niat jahat yang luar biasa "Ja-Jangan meminta yang aneh-aneh!"
"Tenang saja, Nona Celica, permintaan ku ini bukanlah sesuatu yang aneh." ucap Teo lagi dengan senyumannya yang semakin menunjukan niatnya.
"Kalau begitu, Kakak mau membanti Tiara menyiapkan makan malam, sampai nanti."
"Tunggu, Kak–." pintu kamar Teo langsung tertutup rapat dan meninggalkan Celica dengan Teo di dalam "Kakaaaak! Tunggu–. Eh?" Celica mencoba membuka pintunya, namun ternyata pintunya dikunci dengan sihir milik Cattalina "Jangan mengunci ku bersamanyaaaaaa!"
"Kasihan sekali Tuan ku ini."
"Jangan mengasihani ku!" Celica menghela nafas dengan kasarnya "Jadi, apa yang ingin kau minta?" Celica perlahan mendekatinya dengan raut wajahnya marah.
"Kalau Anda kelihatan marah begitu mana mungkin aku bisa memintanya?"
Celica langsung menarik nafas panjang lalu menghembuskan nafasnya, meskipun ia masih menekuk bibirnya "Anda terlihat lebih baik." ucap Teo.
"Jangan memujiku, cepat katakan permintaanmu!" meski begitu ucapannya terdengar masih marah kepada Teo.
"Kalau begitu aku tarik ucapan ku." ucapan Teo langsung mendapat tatapan tajam dari tuannya meskipun Teo tidak melihatnya karena telah memalingkan pandangannya "Aku…" ia melihat ke arah tubuhnya yang masih tidak bisa di gerakan itu "Nona Celica, apakah Anda percaya dengan cerita Saya? Bagaimana menurut Anda?" tanya Teo perlahan melirik Tuannya.
Celica melihat wajahnya yang penuh beban itu lagi, karena wajahnya, suasana di ruangan itu terasa canggung untuk Celica "E-Entahlah, kedengarannya tidak masuk akal, tapi Kakak tidak pernah berbohong kepadaku, jadi Aku rasa itu bukan kebohongan."
Teo teraenyum tipis mendengarnya, ia kembali berkata "Syukurlah Anda percaya dengan cerita saya, dengan begitu saya merasa sedikit tenang." Teo terdiam bersamaan dengan nafasnya yang keluar dengan lega.
"Apa kau sama sekali tidak tahu tentang penculik itu?" Teo langsung menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Celica "Seseorang dari dunia ini… Maaf, meskipun aku berasal dari dunia ini, tapi aku tidak tahu apa-apa!" ucap Celica lagi.
"Ah, yah Saya juga tidak berniat menanyakan itu kepada Nona." ucap Teo sambil tersenyum.
"Oh begitu, kalau begitu aku tidak akan berbicara apa-apa jika aku mengetahui tentang itu, jadi apa permintaanmu?" ucapan Celica terdengar marah sampai membuat Teo sedikit menyesal
"Maaf…" ucap Teo "Permintaan ya, sebaiknya aku meminta apa ya…" Teo terdiam sesaat sambil menatap Tuannya itu "Permintaan hanya ada satu, Saya tidak mungkin menggunakannya untuk permintaan 'satu hari'."
"H-Hei! Jangan meminta hal yang aneh!"
"Tenang saja, Nona Celica, aku tidak akan meminta sesuatu yang aneh." ucap Teo sambil tersenyum jahil.
"(Dia pasti memiliki niat buruk!)" ucap Celica dalam hati.
"Nona Celica…"
"(Aku tahu, dia pasti memiliki niat buruk kepadaku!)"
"Maukah Anda…"
"(Tidak! Aku tidak mau menerima permintaan darinya! Tapi sebagai bangsawan aku harus menepati perkataan ku, bagaimana ini?!)"
"Merawatku sa–."
"Tidak!"
"Eh?"
"Eh?" Celica yang tiba-tiba memotong perkataan Teo membuat suasana ruangan hening seketika, mereka hanya saling menatap untuk beberapa saat "A-Apa yang ingin kamu katakan?"
Teo langsung menghela nafasnya "Dengarkan dulu sebelum memotong perkataan orang lain! Saya hanya ingin meminta Anda untuk merawatku sampai bisa kembali normal. Hanya itu yang ingin Saya inginkan, karena jika tanpa bantuan orang lain maka membutuhkan waktu lama. Setidaknya, Saya ingin Anda membantu Saya untuk memulihkan tubuh saya lagi. Apa Anda keberatan?"
Celica terdiam mendengar permintaanya itu, meskipun hanya merawat, Celica tetap ragu dengan pemintaanya "Kau benar-benar hanya menginginkan itu kan?"
"Ya, Aku harus segera memulihkan tubuhku…. Dengan begitu, aku bisa bergegas menemukan mereka." Akhir ucapan Teo terdengar begitu pelan, bersamaan dengan wajahnya yang sedikit murung.
Celica dapat mendengarnya, ucapannya terdengar begitu jujur dan begitu serius. Celica memalingkan wajahnya lalu berkata "Ba-Baiklah, kalau merawatmu saja… Aku rasa tidak masalah, tapi apa Tiara saja tidak cukup?"
"Sebenarnya tidak masalah kalau hanya Tiara, tapi… sesekali dilayani bangsawan tidak masalah, kan?" ucap Teo sambil tersenyum jahil kearahnya.
"Hei! Kau–."
"Nona Celica, seorang bangsawan tidak akan mengingkari perkataanya kan?" Celica tidak dapat berkata apa-apa lagi, hanya rasa kesal dan jengkel kepada Teo yang dipendamnya.
Dan Teo, melihat wajah kesal Tuannya membuat Teo ingin tertawa, namun ia tahan dengan senyuman yang ia arahkan kepada Celica.
***
Esok hari, di kediaman Blouse di Ibukota. Tidak seperti biasanya, putri kedua keluarga Blouse bangun lebih awal bersama dengan pelayannya. Meskipun dirinya masih mengantuk, namun ia terus mengaduk sup yang sedang ia buat "Nona, Biarkan saya saja yang melanjutkannya, Nona istirahatlah lagi."
"Tidak, harga diri bangsawan ku sedang di pertaruhkan, aku tidak akan kalah dengan rasa kantuk ini." ucapannya terdengar begitu sungguh-sungguh, meskipun hanya sedang membuat sup.
"Begitu ya. Kalau begitu saya tidak akan anda mengganggu Anda yang sedang mempertaruhkan harga diri Anda… (Untuk membuat sup.)"
"Hei, kenapa ucapanmu seperti terpotong?"
"Tidak, Nona. Mungkin Anda salah dengar." ucap Tiara sambil tersenyum
Kemudian, matahari perlahan mulai naik, sup yang dimasak Celica juda sudah siap, Celica pun pagi ini sarapan lebih dulu daripada Kakaknya, melihat Adiknya lebih dulu sarapan, Cattalina hanya menatapnya dari kejauhan sambil tersenyum.
Ia melihat wajah Adiknya sedikit kelelahan daripada biasanya, meski begitu ia tidak merasa kasihan dengannya, ia hanya tertawa kecil melihat Adiknya seperti itu.
Setelah selesai sarapan, Celica membawa supnya yang sudah di pisahkan menuju kamar Teo. Di kamar, Teo masih memejamkan matanya, perlahan mendekatinya, ia menaruh mangkuk berisi sup itu di atas meja kecil. Saat menaruh mangkuk itu, mata Teo terbuka, pandangan mereka bertemu, membuat suasana canggung "Pa-Pagi." ucap Celica.
Suasana canggung itu hanya berlaku untuk Celica, Teo melihatnya membawakan sup untuknya "Pagi, Nona Celica." ucap Teo sambil tersenyum.
"Apa sih? Jangan senyum-senyum begitu! Ini, sarapan untukmu." ucapnya sambil memberikan mangkuk itu kepada Teo.
"Tolong jangan marah-marah kepada orang yang Anda rawat, Nona Celica." ucap Teo sambil memalingkan wajahnya.
"Jangan banyak bicara, cepat makan!"
Teo menghela nafasnya, lalu ia pun menoleh kembali ke Tuannya itu "Nona Celica, tangan Saya masih belum bisa digerakan. Walaupun sudah bisa kurasakan, tapi Saya tidak mampu mengangkatnya. Jadi…"
Tatapan Celica pun berubah, ia seperti memandang kotoran saat menatap Teo "Uuugh… Baiklah, baiklah." Celica pun menaruh kembali mangkuk itu "Ayo bangun…" ucapnya sambil membantu Teo untuk duduk di ranjangnya.
Dengan sendok, Celica mengambil sayuran pada sup itu "Cepat buka mulutmu!" ia menarahkan sendok itu ke mulut Teo.
Teo membuka mulutnya dengan mata tertutup, namun Teo tidak merasakan sayur ataupun air sup di lidahnya, ia membuka matanya, melihat tangan Tuannya bergetar dan wajahnya sedikit memerah "Nona Celica, Anda baik-baik saja?"
"Heh!? Ah… A-Aku baik-baik saja! Hanya saja… Ini pertama kalinya… Aku menyuapi… laki-laki…" wajahnya memerah, tangannya sedikit bergetar, sesekali ia pun memalingkan pandangannya dan disaat itulah Teo tersenyum jahil.
"Ah begitu… Beruntungnya." ucapnya menimbulkan kebingungan untuk Celica.
"A-Apa sih!? Jangan terlalu percaya diri! Aku melakukan ini karena terpaksa, ingat itu!"
"Tapi itu tidak mengubah fakta kalau aku adalah laki-laki pertama yang mendapat suapan dari anda kan?" Teo terus menjahilinya. Wajah Celica semakin memerah, ia tidak dapat menyembunyikan rasa malunya sekaligus amarahnya kepada Teo, meski begitu Teo tidak peduli dengan itu. Teo membuka mulutnya sebagai tanda untuk Celica, tangannya semakin bergetar, semakin dekat dengan mulut Teo, semakin bergetar tangannya dan akhirnya sayuran yang ada di sendok pun terjatuh ke baju Teo.
Dua-duanya menunjukan ekspresi "Ah." sambil menatap sayur yang terjatuh di atas baju Teo. Helaan nafas Teo mengakhiri ekspresi mereka, Celica langsung memalingkan wajah yang memerah karena menahan rasa malunya "Nona Celica, Anda harus kesekolah kan? Lebih baik Anda cepat bersiap." ucapnya seolah tidak mau melanjutkan ini lagi.
"Ma-Maaf saja ya! La-Lagipula ini pertama kalinya aku menyuapi laki-laki! Jangan salahkan aku!"
"Iya saya mengerti, sayang sekali tidak bisa mendapatkan suapan pertama dari Nona Celica." ucap Teo dengan wajah yang sedikit kecewa, meskipun itu hanya untuk menipu Celica dan dia berhasil melakukannya.
Celica semakin malu dengan apa yang terjadi, ia pun menaruh mangkuk di meja dan pergi tanpa berkata apa-apa kepada Teo "Hati-hati di jalan, Nona Celica." ucap Teo meskipun diabaikan dan malah dibalas bantingan pintu dari Celica "Kasarnya…" keluh Teo.
Rasa malu dan emosi yang memuncak, Celica mengabaikan semua di sekitarnya, ia langsung kembali ke kamarnya dan melempar tubuhnya ke kasur dan menutupi wajahnya dengan bantal, Berguling di kasur, memukul-mukul kasur, sampai membanting-banting bantalnya ke kasur dilakukan Celica untuk melampiaskan rasa kesalnya "Awas saja kau Teo! Beraninya membuatku seperti ini!"
*Tok!Tok!*
"Celica, kamu di dalam?" suara Kakaknya memanggil dirinya. Meski Celica tidak meresponnya, Cattalina tahu dia ada di dalam dan langsung masuk kedalam kamarnya "Apa terjadi sesuatu?" Celica masih menutup dirinya, tentu itu hal yang memalungkan untuknya, di tambah ia melakukannya di depan pengawalnya, sungguh itu pengalaman paling buruk untuknya. Cattalina mengelus kepala Celica seakan ia sudah tau apa penyebabnya "Yah kamu baru pertama kali merawat orang lain, kalaupun ada kesalahan itu adalah hal yang wajar. Jangan murung begitu, ya."
"Aku tidak salah… Itu karena dia memaksaku, jadi aku tidak salah." Cattalina tertawa kecil mendengar keluh Adiknya itu, ia tidak berkata apa-apa dan hanya terus mengelus kepala Adiknya itu.
Sementara dikamar Teo, "Apa yang kamu lakukan kepada Nona Celica, Teo?" tanya Tiara sambil menyuapi Teo sebagai pengganti Celica.
"Aaaaaaaahm.... hmm.... Tidak ada, hanya saja Nona Celica memaksakan dirinya, jadi… Kurang lebih begitu. Ya walaupun aku sedikit mengerjainya sih." tawa kecil Teo tidak dapat ditahan saat mengingat itu.
Tiara menghela nafasnya setelah mendengar tawa itu dan kembali menyuapi Teo "Kamu terlalu berani, Teo."
To be continue