下載應用程式
6.89% Phosphenes / Chapter 2: Chapter 1

章節 2: Chapter 1

Suasana jelang subuh di sebuah kawasan apartemen sederhana begitu tenang seperti biasanya. Tetapi hal itu menjadi hal tidak lagi biasa bagi seorang wanita yang tinggal seorang diri di sebuah unit apartemen. Deepsikha Praya Mahaprana, seorang wanita berkulit kecokelatan dengan mata bulatnya yang bernetra cokelat terang. Wanita itu sudah beberapa bulan terakhir selalu membuat unit apartemennya sedikit berisik di pagi hari. Yang biasanya hanya ada deru pendingin ruangan atau suara jam berdetak setiap detiknya.

“Mengapa kamu menyiksa Ibu begini, Nak?” tanya Sikha pada perut besarnya setelah memuntahkan isi perutnya yang hanya air saja.

Beberapa bulan ini ia tidak begitu berselera makan, bukan karena tidak ingin, hanya saja ia selalu mual jika memasukkan makanan ke dalam perut. Ya! Ia sedang mengandung, lebih tepatnya memiliki kehidupan lain di dalam tubuhnya. Akibat malam panas yang dilaluinya beberapa bulan lalu dengan serang lelaki tidak dikenal membuatnya mengandung.

Dua bulan lalu ia masih begitu terkejut dengan kabar kehamilannya ini, masih sulit untuk menerima. Tetapi ia juga tidak mungkin untuk menggugurkan kandungannya, Sikha bukanlah manusia sekejam itu. Meski selama ini sosoknya dikenal sebagai sosok berhati dingin, atau lebih tepatnya tidak memiliki empati pada sekitar. Kecuali pada kedua sahabatnya Agni, dan juga Sonya.

Jakarta bukanlah kota yang ramah untuknya, setidaknya itulah yang ada dalam benaknya belasan tahun lalu ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota metropolitan ini. Meski ia lahir dari keluarga yang bisa dikatakan sangat berpikiran terbuka, tetap saja karakter bawaannya adalah penyendiri. Sikha lahir di Singapura, 28 tahun lalu dari ayah seorang warga negara Singapura keturunan Tamil. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita Indonesia yang kebetulan bekerja di Singapura.

Lelah terus mengeluarkan cairan dari perutnya membuat Sikha terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Ia menangis menyesali kebodohannya yang membiarkan dirinya kehilangan kendali. Seharusnya malam itu ia langsung pulang saja, tidak ikut kepala divisi di kantor tempatnya bekerja untuk melakukan pertemuan bisnis. Tetapi apa mau dikata jika semuanya telah terjadi.

Sikha mencoba untuk menjalani kehidupannya senormal mungkin, tidak ingin menunjukkan pada dunia jika sebenarnya ia menanggung beban. Ia tidak menjadikan janin dalam kandungannya sebagai beban, melainkan pertanyaan teman-teman sekantornya perihal siapa ayah janin dalam kandungannya. Bersyukur ia memiliki kedua sahabat yang sangat mengerti akan dirinya, dengan tidak ikut memberondongnya dengan pertanyaan yang sama.

Seharian ini Sikha begitu sibuk memeriksa laporan bulanan keuangan perusahaan, sebagai seorang Finance Controller di sebuah perusahaan konstruksi. Bersyukur ia memiliki atasan yang baik hati, selalu menyediakan camilan untuk menemaninya bekerja. Atau mungkin hanya karena fakta dirinya tengah mengandung saja. “Sikha, berapa usia kandungan lo?” tanya Royan, yang tidak lain adalah kepala divisi keuangan PT. Wisesa Persada, Tbk.

“Masuk bulan kelima, Pak,” jawab Sikha sambil terus mengetik beberapa rumus di layar PC-nya.

“Gue bingung sama jalan pikiran lo ini,” ucap lelaki itu sambil bertopang diri dengan kedua tangannya di atas meja kerja Sikha.

Wanita itu tidak bertanya dengan kata-kata, tetapi ekspresi wajah yang ditunjukkannya sudah cukup untuk membuat Royan paham. “Di saat wanita lain menggugurkan kandungannya, lo justru mempertahankan janin itu,” ucap lelaki itu yang membuat Sikha menghentikan gerakan jarinya di atas keyboard.

“Saya bukan mereka,” Sikha menatap tajam Royan yang bergidik ngeri melihat ekspresi wajahnya yang selalu menyeramkan jika tidak suka pada sesuatu.

Mata bulatnya sengaja dibuatnya membola sempurna, seakan sedang ingin menelan mangsa. Sikha kembali melanjutkan ketikannya, menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditunggu oleh Royan untuk pertemuan Kepala Divisi. Yang setiap bulannya akan selalu dilakukan untuk mengetahui kinerja perusahaan tempat mereka bekerja.

“Serem banget, sih, lo,” kesal Royan yang memilih duduk di sofa yang ada di ruangan Sikha, atau lebih tepatnya ruangan yang besebelahan dengan ruangannya.

Kedua orang itu kembali hening, atau lebih tepatnya menjadi pendengar dari suara ketikan Sikha. Royan memilih untuk memainkan ponselnya sembari menunggu Sikha menyelesaikan tugasnya. Ia hanya melihat-lihat media sosial teman-temannya, dan ada sebuah gambar yang membuatnya tertarik. Salah seorang temannya mengunggah foto tali tanda pengenal karyawan milik perusahaan tempatnya bekerja. Dan yang lebih menariknya lagi ia seperti pernah melihat tas kulit hitam di foto tersebut.

“Di mana, ya? Karyawan sini? Tapi punya siapa, ya?”

Merasa konsentrasinya terganggu membuat Sikha kembali menghentikan ketikannya dan menatap tajam ke arah Royan. Lelaki itu hanya menunjukkan cengirannya, seakan tidak merasa bersalah. “Eh, lo, kan, cewek. Dan setahu gue, lo itu pecinta tas dan sepatu, jadi pasti tahu,” ucap Royan yang bangkit dari duduknya dan menghampiri Sikha sembari membawa ponselnya.

“Saya masih kerja, Pak. Ini datanya ditunggu, kan?” tanya Sikha dengan nada sinisnya yang langsung berhasil membungkam Royan.

Wanita itu selalu saja seperti itu, ia begitu gila kerja hingga mengabaikan banyak hal, dalam hal ini adalah sosialnya. Siang tadi pun ia menolak ajakan makan siang bersama dengan Agni dan Sonya. Padahal biasanya mereka selalu makan siang bersama, tetapi tidak untuk beberapa hari terakhir. Karena pekerjaan yang ia kerjakan saat ini sudah mencapai batas akhir untuk dilaporkan.

“Nggak seru banget hidup lo, Kha,” kesal Royan yang selalu dibuat kehabisan kata-kata oleh sikap Sikha yang begitu dingin ini.

Ia jadi makin penasaran dengan siapa sosok laki-laki yang berhasil membuat wanita itu hamil. Royan yakin jika laki-laki itu sebelumnya ditolak Sikha untuk bertanggung jawab, ia yakin sekali akan hal itu. Karena siapapun tahu bagaimana karakter wanita ini, mereka bekerja bukan baru setahun atau dua tahun. Tidak sulit baginya untuk mengenal sifat asli Sikha yang terlampau cuek, bahkan pada dirinya sendiri.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya mereka pulang dan bersamaan dengan itu juga Sikha telah menyelesaikan pekerjaannya. “Saya sudah kirim laporannya ke email Bapak,” ucap Sikha terdengar begitu dingin sembari membereskan meja kerjanya.

“Sikha, gue mau nanya, nih,” ucap Royan lagi ketika melihat Sikha berjalan sembari membawa tas kulitnya yang terlihat begitu menarik di mata lelaki itu.

“Apa lagi, Pak?” tanya Sikha mulai jengkel karena Royan menghambat waktunya.

Wanita itu ingin pergi ke mall untuk membeli beberapa keperluan apartemennya, lengkap dengan susu khusus ibu hamil. Karena hanya itu yang bisa diterima oleh perutnya setiap pagi dan malam, ketika rasa mual itu begitu menyiksa. Janinnya bisa saja tidak sehat jika ia tidak makan sama sekali kalau membiarkan rasa mual muntahnya mengambil alih.

“Lo beli tas itu di mana?” tanya Royan menunjuk tas kulit Sikha dengan ponselnya yang di layar masih menampilkan foto yang sejak tadi jadi perhatiannya.

“Hadiah ulang tahun dari Didi[1] saya, Pak,” jawab Sikha yang membuat rasa penasaran Royan menjadi.

“Saya duluan, Pak. Harus ke mall untuk beli susu si baby,” ucap Sikha sembari membelai lembut perutnya yang membuncit, menghentikan pergerakan mulut Royan yang baru saja terbuka.

Royan yakin sekali jika tas yang ada di foto ini sama dengan tas yang saat ini sedang digunakan oleh Sikha. Sayangnya wanita itu terlalu tidak suka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya pribadi. Dan tidak mungkin ia menanyakan hal ini juga pada sosok yang mengunggah foto tersebut ke media sosial. “Siapa yang berani tanya hal-hal seperti itu ke Andra?” Royan bergidik sembari berjalan keluar dari ruang kerja Sikha dan kembali ke ruang kerjanya.

Sikha sedang memilih beberapa sayuran di sebuah mall, ia berusaha untuk tetap makan sayuran dan buah selama kehamilan ini. Berbelanja bahan makanan seorang diri ke mall telah menjadi kebiasaannya sejak lama. Berbeda jika berbelanja tas dan sepatu, biasa ia akan ditemani oleh kedua sahabatnya itu. “Kita makan brokoli saja, ya, Nak. Ibu akan memasak sup brokoli, dan semoga saja kamu tidak membuat Ibu memuntahkannya,” Sikha bermonolog sembari terus membelai perutnya dengan sayang.

“Itu Mbak gila kayaknya, masa dia ngomong sama brokoli.”

“Hus! Nggak boleh ngomong sembarangan, nanti orangnya dengar.”

Telinga wanita hamil itu masih bagus, masih sangat bagus untuk mendengar bisik-bisik di balik tubuhnya. Tetapi sekali lagi ia tidak ingin mempedulikan apa yang dikatakan orang-orang tentangnya. Ia kembali mendorong keranjang belanjaannya menuju rak yang berisi susu-susu. Ia telah memilih susu yang direkomendasikan oleh dokter kandungannya, dan setelahnya Sikha memilih untuk menyelesaikan acara belanjanya. Lebih cepat menuju kasir untuk membayar dan segera pulang ke apartemen untuk memasak dan istirahat.

Ia sedikit kesulitan membawa tas belanjaan dengan perutnya yang telah kian membesar ini. Beberapa kali ia menghentikan langkahnya ketika berjalan menuju lobi mall untuk memesan taksi online. Namun ketika ia berhenti untuk kelima kalinya, seorang lelaki menghampirinya mengambil tas belanjaannya.

“Eh,” ucap Sikha ketika melihat sebuah tangan besar mengangkat tas belanjanya yang lebih penuh dari tas yang lainnya.

“Biar saya bantu, dari tadi saya lihat kamu kesusahan membawa tas ini,” ucap lelaki yang kini sudah berhadapan dengan Sikha yang terdiam tanpa bisa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.

“Kamu,” ucap Sikha ketika sadar dari keterpakuan.

“Hai, kita bertemu lagi, Deepsikha,” ucap lelaki yang tidak lain adalah sosok yang membuatnya mengalami kesulitan membawa tas belanjaan ini.

“Kamu, dari mana tahu namaku?”

“Aku melihat kartu pengenal karyawanmu,” jawab Andra dengan santainya sembari mengiringi langkah Sikha yang menurutnya sangat lambat.

Sebenarnya ia di mall ini sedang menemani Shinta, gadis yang sejak dua bulan lalu resmi sebagai tunangannya. Tetapi ia tidak sengaja melihat Sikha kesulitan membawa tas belanjaannya, hal itu membuatnya terpaksa meninggalkan Shinta yang sibuk mencoba gaun.

Keduanya telah sampai di depan pintu masuk mall, dan Sikha tampak menerima telepon dari sopir taksi online yang dipesannya. Andra tidak begitu memperhatikan Sikha sejak tadi, ia hanya fokus ingin membantu wanita yang telah ia ambil malam pertamanya. Dilihatnya Sikha dari ujung rambut hingga ujung kaki, ia mengulangnya sampai beberapa kali. Hingga ia sadar ada yang berbeda dari wanita itu, begitu berbeda sejak pertama dan terakhir kali mereka bertemu. Pandangan matanya berhenti ke satu titik yang membuat kerja jantungnya jauh lebih cepat dari biasanya. Bahkan ia bisa merasakan peluh turun dari kening, padahal saat ini cuacanya mendung dan tidak panas.

“Deepsikha,” panggil Andra begitu wanita di sampingnya menyelesaikan panggilannya.

“Panggil aku Sikha,” ucap wanita itu cepat tanpa memperhatikan bagaimana wajah Andra telah berubah pias.

“Kalau begitu kamu bisa memanggilku Andra. Dan bisa kamu jawab pertanyaanku?”

“Apa?” tanya Sikha dengan acuh sembari berpaling ke arah mobil yang tidak lain adalah taksi online pesanannya.

“Kamu ha-” belum selesai Andra mengucapkan pertanyaannya, Sikha telah mengambil alih tas belanjaan yang ada dalam genggaman Andra dan segera memasukan belanjaannya ke dalam taksi online.

“Terima kasih, Andra,” ucap wanita itu ketika hendak masuk ke dalam mobil sembari memegangi bajunya di bagian perut, semakin menampakkan kehamilannya.

Andra diam membeku di tempat, ia kehabisan kata-kata ketika menyadari jika wanita yang meninggalkannya tadi tengah mengandung. Sudah cukup apa yang dilihat oleh matanya, dan sudah cukup egonya terkoyak. Dua kali Sikha meninggalkannya, seakan dia bukanlah orang yang pantas untuk wanita itu. Andra mengusap kasar wajahnya yang penuh peluh, ia berjalan cepat ke arah parkiran. Ingin segera sampai ke kediaman orang tuanya, ia memiliki sebuah pengakuan dosa besar pada orang tuanya. Melupakan Shinta yang saat ini tengah kebingungan mencari keberadaannya yang menghilang secara tiba-tiba.

[1] Didi : Kakak perempuan (Hindi).


next chapter
Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C2
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄