"Benar juga." Dhika berpikir sejenak lalu berkata lagi, "izinkan saya memperjuangkanmu seperti apa yang saya katakan sedari awal. Tapi jika perasaan saya berubah maka semua selesai. Bagaimana?"
"Deal." Cia menjulurkan tangan yang di sambut Dhika. Hal ini mungkin aneh, tapi ini jalan terbaik tidak ada yang mengedepankan ego untuk mencapai kesepakatan.
Udah di bilangkan jika bicara dengan Cia memakai logika maka semua akan di diskusikan dengan baik. Karena dia anak yang logis.
Cia kembali menghambur kedalam pelukan suaminya, dia nyaman dalam pelukan pria ini dan sudah terbiasa tidur dalam pelukan Dhika sejak mereka memutuskan untuk satu kamar.
"Bapak setia kan?" Tanyanya tiba-tiba. Dia pun nggak paham kok tiba-tiba nanyak kayak gitu.
"Kamu ragu? Saya tidak akan melangkah sejauh ini jika tidak setia." Dhika menarik Cia agar duduk di atas pangkuannya.
Bahu gadis itu bergetar, "kenapa menangis? Kamu bukan gadis cengeng."