"Sakit? Hari ini dua kali kamu terbentur." Dia mengelusnya dengan sayang.
"Untung nggak saya pecahkan," jawab Cia dengan rasa malu. Kok bisa-bisanya dia kejedot dua kali kayak gini, di depan Dhika lagi.
Malunya sampe tulang sum-sum.
Dengan isyarat matanya, Dhika meminta Cia masuk kedalam pelukkannya, tanpa menolak Cia mau aja. Dalam pelukkan Dhika itu enak banget, mantap jiwa.
Dhika masih mengelus bagian belakang Cia dengan tangannya, "kamu sudah bicara pada papa. Besok menjadi hari yang berat untuk saya."
"Dua bulan udah saya hindari. Saya butuh papa di saat merasa bingung. Besok biar saya yang bicara dengan papa."
"Kalau kamu yang bicara, artinya saya pecundang. Saya akan jelaskan, kamu memang membutuhkan papa di saat seperti ini, saya setuju kamu bicara padanya."
Cia melingkarkan kakinya ke pinggang Dhika, rasanya enak banget kalo guling suami sendiri. Jangan suami orang ya.