"What? Berterima kasih? Bapak sakau? Yang maksa saya ikut kemari siapa?" Dhika mengedikkan bahu acuh. Mata Cia melotot.
"Oh, sekarang berdalih? Nggak ingat siapa yang mohon-mohon? Nggak usah dzolimin istri, nanti bapak kena azab!" Cia melipat tangannya ke dada yang naek turun karena emosi. Dia natap Dhika horor kali, kayak rentenir nagih utang tapi yang di tagih ngulur waktu nggak pakek rasa bersalah.
Di geprek cocok orang kayak gitu.
"Yang mohon-mohon siapa? Saya tidak mendzolimi kamu." Masih masang tampang nggak berdosa si Dhika. Dia baru pulang dari kantor bukan di sambut pelukkan intim, malah kenak omel.
"Bapak nggak ingat?" Tanya Cia polos dengan emosi siap meledak.
"Bukan tidak ingat! Tapi, memang saya tidak melakukan itu. Saya mohon agar kamu memaafkan saya, iya. Tapi, kalau untuk ikut saya, tidak ada seperti itu. Coba ingat, mungkin kamu yang salah tafsir." Dhika memijat tenguknya pelan, pegel.