"Lalu apa yang membuat kamu bahagia? Apakah kamu bahagia hidup menjadi orang miskin? Apakah kamu bahagia hidup di rumah kumuh dan harus bekerja keras untuk sekedar mendapatkan sesuap nasi?"
"Yah, aku bahagia dengan itu semua. Aku bahagia hidup menjadi orang miskin. Di dunia ini, bukanlah harta yang menjamin kebahagiaan manusia. Aku bahagia dulu saat hidup bersama kakek. Lalu kamu datang mengambil kebahagiaanku!"
Hilman duduk di samping Laila. Ia memegang tangan istrinya dengan tangan bergetar. Jika bahagia bukan soal harta, ia tidak bisa membayangkan bagaimana Laila hidup selama ini. Bagi Hilman, harta itu sangat penting untuk menunjang kebahagian.
"Ada apa? Kamu mau mengambil harta yang papa kamu berikan untukku? Kamu boleh ambil semua setelah kamu menceraikan aku. Karena aku tidak mau hidup bergelimang harta tapi tidak ada kebahagiaan di dalamnya."