Alam Dewa,Kota Kaisar.
Di aula gelap dalam sebuah istana, seorang pria dengan jubah putih duduk bersila sambil memejamkan mata.
Dahinya kadang berkerut kadang terlihat lega, jelas dia sedang memikirkan suatu yang sulit.
Pria itu adalah Lin Tian, salah satu dari sepuluh kaisar besar di alam dewa. Dalam sebuah kesempatan, dia melihat bekas-bekas sejarah lama. Sejarah itu menggambarkan bahwa ranah kaisar dewa bukanlah akhir kultivasi.
Dengan ambisinya yang besar, Lin Tian berkeinginan untuk mencapai ranah yang lebih tinggi. Dia mengumpulkan banyak teknik kultivasi dan buku-buku kuno dari seluruh penjuru alam dewa sebagai bahan membuat teknik sendiri untuk mencapai tujuannya.
Sekarang, ini adalah saat-saat kritis dia menyelesaikan tekniknya. Seluruh istana ia kosongkan, bahkan semut pun tidak terlihat.
Lin Tian memfokuskan semuanya ke teknik sampai tidak menyadari bayangan ramping masuk ke dalam aula dari belakang.
Bayangan itu bergerak ke belakang Lin Tian terlihat sangan berhati-hati, selanjutnya dia mengeluarkan sebilah pedang dan memenggal kepala Lin Tian dengan cepat.
Ck!
Setelah berdecak kecil, bayangan itu berlari keluar kembali lewat belakang.
Lin Tian hanya merasa seluruhnya tiba-tiba menjadi gelap, dia bahkan tidak tahu apa yang terjadi.
"Sial! Apa yang terjadi!"
Lin Tian berteriak sambil melihat sekeliling dengan bingung. Ia melihat di sekelilingnya hanyalah kegelapan yang sepi dan dingin tanpa ujung, seakan dunia masih dalam kekosongan.
"Mungkinkah ... apakah aku mati? Tapi, kenapa aku mati? Sebenarnya apa yang sedang terjadi?"
Lin Tian bergumam sambil melihat tubuhnya sendiri yang tidak berwujud manusia dan hanya berupa cahaya putih samar.
"A-apa itu!?" Lin Tian tergagap dengan mata membulat melihat ke depan.
Sebuah sinar terang tiba-tiba muncul di depannya entah dari mana, itu terlihat sangat terang dalam kegelapan ini. Cahaya itu semakin terang dan terang hingga kesadarannya mulai kabur.
__-__
Benua Lingwu, kota Pedang, klan Lin.
Lin Tian hanya merasa hangat dan nyaman seperti kembali ke pelukan Ibu. Dengan susah payah dia membuka mata dan mendapati dirinya berbaring di dalam sebuah ruang dengan tembok kayu.
Dia duduk mengamati sekeliling dan memeriksa tubuhnya sambil bergumam,"Ini ... dimana ini? Dan, tubuh ini ... ini bukan tubuhku. Apakah aku bereinkarnasi?"
Saat masih bingung, sebuah kenangan yang bukan miliknya melintas dalam benak Lin Tian seperti sebuah film. Ini menyebabkannya memegang kepala sambil mengerang tidak nyaman.
Hingga beberapa saat, Lin Tian membuka mata dan bergumam,"Jadi, kamu juga bernama Lin Tian. Mungkin, mungkin semua ini takdir."
Lin Tian hanya bisa menghela napas mengetahui bagaimana tubuh ini mati. Lin Tian kecil adalah seorang anak berumur 14 tahun dengan tubuh tidak berguna dalam klan Lin, namun ayahnya, Lin Changsen adalah kepala klan. Sayangnya, sang Ayah hilang setelah Lin Tian kecil lahir, Ibunya, Gongsun Mei harus menjadi pemimpin dan menanggung beban klan.
Banyak yang iri dengan hal itu, namun karena kekuatan Ibunya mereka tidak berani melakukan serangan secara terbuka. Hingga suatu malam, Lin Tian dibunuh oleh seorang dengan baju hitam di dalam kamarnya sendiri menggunakan sebuah racun.
Saat kematiannya inilah jiwa Kaisar dewa mengambil alih tubuh Lin Tian kecil.
"Karena aku mengambil tubuhmu, aku akan membayar sebab-akibat ini dengan membalas dendamu. Jadi, kau bisa pergi dengan tenang," ucap Lin Tian sambil memejamkan mata, seakan dia sedang berbicara dengan seseorang di suatu tempat dalam tubuhnya. Setelah itu, dia merasa lebih bebas untuk mengendalikan tubuh ini. Mungkin Lin Tian kecil sudah merelakannya, itulah yang ada dalam pikirannya.
Selanjutnya, Lin Tian memeriksa tubuh barunya dengan penglihatan batin.
"Sial! Tubuh macam apa ini, semua meridian tersumbat. Pantas saja tidak bisa berkultivasi," Umpatnya setelah melihat keadaan tubuh yang begitu sampah.
"Huh! Jangan pikirkan, lebih baik kucoba sendiri."
Lin Tian duduk bersila, tangannya mulai membuat mudra di atas pangkuan. Seketika itu juga energi spiritual di udara seperti di tarik ke dalam tubuh.
Namun, Lin Tian segera membuka mata dan mengutuk,"Sial, apa-apan ini! Energi spiritual terlalu tipis, pantas saja banyak meridian yang belum terbuka."
Lin Tian menemukan bahwa bukan tubuh ini yang sampah, tapi energi spiritual terlalu tipis dan tidak cukup untuk membuka sumbatan meridian.
"Sudahlah, setidaknya masih cukup untuk membersihkan racun." Lin Tian menutup mata dan memasuki keadaan meditasi lagi.
Dia membimbing energi spiritual yang masuk ke dalam tubuhnya untuk mencari semua racun dan mengumpulkannya ke satu titik.
Setelah beberapa saat, Lin Tian membuka mata dan menghembuskan napas busuk. Terlihat jelas jari telunjuk tangan kanannya berwarna hitam pucat, dia mengumpulkan semua racun di tubuhnya ke satu titik.
Lin Tian mengambil pisau kecil yang biasa di gunakan untuk memotong buah di atas meja kecil samping tempat tidur, selanjutnya dia memotong kecil ujung jarinya yang berwarna hitam. Terlihat cairan hitam kental dengan sedikit darah mulai menetes dari jari itu.
Sekitar sepuluh menit kemudian jari itu kembali normal, lalu Lin Tian menyobek seprai dan membungkus bekas potongan jarinya.
Saat sedang membungkus jari, pintu kamar tiba-tiba terbuka diikuti seorang wanita paruh baya berjalan masuk. Dia mengenakan gaun indah yang terlihat elegan serta wajah cantik membuatnya terlihat mulia . Dia berjalan ke samping tempat tidur dan melihat cairan hitam di lantai.
Dengan wajah curiga dan alis mengerut, wanita itu dengan khawatir berkata,"Tian'er, apa yang terjadi? Cairan apa itu, dan kenapa dengan tanganmu?"
"I-itu Bu, tidak apa-apa, kok. Itu cuma tinta yang tumpah." Lin Tian menggaruk kepala dengan canggung, dia tidak terbiasa memanggil ibu karena dulu ia seorang yatim piatu.
"Baiklah, kamu cepat bangun dan bersiap-siap. Hari ini klan akan kedatangan tamu seorang penatua dari sekte Pedang Badai yang akan merekrut murid," ucap Gongsun Mei sambil mengelus kepala Lin Tian dengan penuh kasih, dia tidak tahu bahwa yang di depannya bukanlah anaknya.
Lin Tian mengernyitkan dahi dengan tatapan menajam saat kepalanya di sentuh, ini pertama kalinya orang lain menyentuh kepalanya. Dulu, tidak ada yang berani menyentuh walau hanya tangannya.
"Ada apa, Tian'er?" tanya Gongsun Mei saat melihat dahi Lin Tian yang mengernyit.
"O-oh tidak-tidak, tidak ada." Lin Tian dengan cepat menggelengkan kepalanya, dia merasa terlalu protektif. Sepertinya, dia harus membiasakan diri dengan identitas barunya.
"Baiklah, ibu tunggu di aula utama. Kamu harus cepat." Setelah itu, Gongsun Mei berjalan keluar masih dengan langkah elegan.
"Apakah ini, rasanya punya Ibu?"
gumam Lin Tian, perasaannya sangat aneh, dia merasa sensasi yang berbeda saat mendengar suara dan sentuhan penuh kasih Ibu.
Lin Tian menggelengkan kepala dan bangkit dari tempat tidur, dia rasa ini bagus juga memiliki Ibu. Selanjutnya, dia pergi untuk mandi.
Sempat ada pelayan yang ingin membantunya, tapi dia menolak mentah-mentah. Bahkan di kehidupan terakhirnya saat menjadi kaisar dewa, Lin Tian tidak pernah dibantu seorang pelayan.
Dengan jubah biru indah, Lin Tian berjalan melewati halaman klan menuju aula utama.
Di sepanjang jalan, para pelayan dan pengawal sering melirik Tuan Muda mereka itu. Mereka merasa Tuan Muda sampah ini sedikit berbeda, namun tidak jelas apa yang membuat berbeda.
Lin Tian tidak terlalu peduli dengan semua itu, dia terus berjalan tanpa memikirkan hal lain.
Saat memasuki aula, banyak mata dengan tekanan aura tertuju padanya. Sayangnya, semua itu tidak berguna, tekanan seperti apa yang belum Lin Tian rasakan saat menjadi kaisar dewa? bahkan sesama kaisar tidak mampu memberikan tekanan, apalagi hanya makhluk kelas bawah seperti ini.
Gongsun Mei yang duduk di kursi utama mengernyitkan dahi melihat banyak yang mengeluarkan tekanan untuk putranya. Dia mendengus dan mengeluarkan tekanan sendiri untuk mengimbangi tekanan banyak orang.
Lin Tian melihat sekeliling dan melihat sudah banyak orang, mereka duduk melingkar dengan dua kursi bagian yang lebih tinggi. Seorang wanita elegan yang juga ibunya terlihat duduk di salah satu kursi utama.
Dari banyaknya orang yang ia lihat, Lin Tian lebih memperhatikan wajah salah satu pria. Pria itu adalah penatua ke 4, dengan wajah muram dan mata bingung yang sedang mengamatinya. Lin Tian curiga bahwa penatua ke 4 adalah dalang di balik keracunan nya.
"Tian-ge!"
Seorang gadis kecil yang merupakan sepupunya, Lin Qianqian melambai kepada Lin Tian sambil berteriak memanggil. Lin Tian pun mengalihkan perhatiannya dari penatua ke 4 dan berjalan tanpa beban ke tempat duduk kosong di samping gadis itu. Hal ini membuat banyak mata menjadi heran.
Bagaimana anak sampah ini bisa tahan?
Itulah pikiran banyak orang yang mengeluarkan tekanan. Bahkan pemimpin klan yang merupakan Ibunya juga bingung, dia tahu betul bagaimana anaknya. Tapi, dia tidak terlalu memikirkannya, yang penting putranya tidak terluka.
Selanjutnya, aula mulai sunyi untuk beberapa saat, namun terganggu oleh suara sarkasme.
"Lin Tian, apakah kamu juga berharap masuk ke sekte Pedang Badai?"
Seorang remaja tampan bertanya keras dengan wajah mengejek.
Banyak orang terlihat memalingkan wajah dan menahan tawa saat mendengar pertanyaan itu.
Sekali lagi, Gongsun Mei mengernyit dan ingin berkata. Namun, melihat Lin Tian berkedip kearahnya, dia pun mengurungkan niat dan ingin melihat bagaimana anaknya mengatasi ini.
Lin Tian menoleh ke arah pemuda yang duduk di samping penatua pertama dan dengan tenang berkata,"Lin Cheng, kan. Apakah ada hubungannya denganmu aku ingin bergabung atau tidak?"
"Hehe, pasti ada hubungannya, setiap klan hanya memiliki dua tempat. Dan, itu pasti akan menjadi miliku dan sister Qianqian. Jadi, kamu, anak sampah hanya menganggu acara," sarkasme Lin Cheng semakin menjadi-jadi.
Gongsun Mei sangat marah, dia merasa ingin mencekik Lin Cheng. Lagi pula, ibu mana yang tidak marah anaknya di bilang sampah. Namun, dia menahan emosinya saat melihat Lin Tian melambai ke arahnya.
"Lagi pula aku tidak peduli dengan sekte Pedang Badai atau apalah itu, aku datang hanya demi kesopanan," jawab Lin Tian dengan nada malas.
"Wah ... jadi kau meremehkan sekte Pedang Badai, nak!?"
Tiba-tiba sebuah suara tua terdengar keras dari luar aula dan diikuti dua orang melangkah ringan memasuki aula. Satu adalah pria tua dengan rambut dan jenggot putih panjang mengenakan jubah kuning, dan yang lain adalah seorang wanita muda mengenakan gaun biru dengan cadar menutupi wajah, dan hanya menyisakan dahi dan mata. Namun, terlihat dari matanya yang indah, wanita itu pastilah sangat cantik.
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius