Musician Life
I. Yui's Life
Chapter 1: Halte
Cerita dimulai suatu hari ketika hujan deras, tepatnya pada hari Senin, 7 November 2016. Yui saat itu baru saja pulang dari kampusnya menuju ke tempat kerjanya. Harus kuliah dan bekerja paruh waktu, membuat hari-harinya terasa cukup melelahkan. Dipertengahan jalan, hujan turun dengan sangat deras. Ia yang saat itu tidak membawa payung, langsung berlari menuju ke halte terdekat untuk berteduh. Disana terlihat seseorang yang tidak asing baginya yang sedang berteduh juga.
"Hai!" orang itu menyapa dengan senyuman sambil sedikit mengangkat tangan kanannya. Yui membalas sapaan orang itu dengan sedikit panik dan malu-malu.
Sambil bersandar pada tiang halte dan melihat kearah langit, ia melanjutkan pembicaraannya, "Tiba-tiba aja, ya!" sedikit bingung, Yui langsung menjawabnya dengan sedikit cepat, "Apa?"
"Ya hujanlah!" Kesal dia menjawab. Tidak ingin terhenti, ia melanjutkan pertanyaannya, "Ke kafe?"
"Iya, kamu sendiri?"
"Iya, aku juga mau mampir kesana. Oh iya, kalau boleh tahu, kamu sudah berapa lama kerja disana?" ia sedikit penasaran dan ingin tahu lebih soal Yui.
Dengan sedikit gugup, Yui menjelaskan padanya bahwa ia sudah bekerja di kafe itu lebih dari dua bulan. Ia sendiri memang selalu gugup saat bicara dengan lawan jenis yang menurutnya lumayan tampan.
Sempat terdiam beberapa saat, "Hujannya semakin deras," Yui membuka obrolan yang sempat terputus.
"Dari tadi kan cuacanya memang sudah mendung, kenapa kamu tidak membawa payung?"
"I-tu... Aku baru saja pulang dari kampus, jadi tidak ada persiapan apapun. Lagi pula tadi cuacanya cerah-cerah saja," jelas Yui.
Mendengar Yui bilang baru saja pulang dari kampus, ia bertanya dimana Yui kuliah, dan Yui menyebutkan 'Senzoku Gakuen College of Music'.
"Wah, musisi dong!" Ia tersenyum dan sedikit kagum dengan pendidikan yang ditempuh oleh Yui.
"Pelayan Kafe!" tegas Yui.
Yui kemudian mengutarakan rasa penasarannya selama ini, dimana selama ia bekerja paruh waktu di kafe pada orang itu, ia melihat orang itu hampir setiap harinya berkunjung ke kafe, dan Yui ingin tahu apa yang dilakukannya.
Setelah mendengar pertanyaan Yui, bukannya menjawab, dengan rasa percaya diri ia berprasangka bahwa selama ini Yui memperhatikan dia.
"Ya enggak gitu juga," pasrah Yui.
Ingin menjawab pertanyaan Yui barusan, ia memberikan sebuah buku yang dari tadi dipegangnya kepada Yui, "Ini, lihatlah!"
Yui melihat sampul buku Light Novel dengan judul 'Blue Sky', meski sudah pernah membacanya beberapa waktu yang lalu, ia membuka lembaran-lembaran awal, melihat kembali gambar ilustrasi yang dikaguminya dari Light Novel itu. Disela waktu Yui menikmati ilustrasi katakter favoritnya itu, orang itu memperkenalkan dirinya pada Yui, "Aku Taro, salam kenal, ya!" Yui memperkenalkan dirinya juga, mereka berjabat tangan yang sama-sama terasa dingin. Mereka memang sudah saling bertemu setiap harinya di kafe, tetapi mereka baru berkenalan hari ini.
"Hm, Hiroshi-san..." pikir Yui saat menutup kembali sampul depan buku itu sambil menatap mata, bukan, lebih tepatnya wajah, yang beberapa detik yang lalu memperkenalkan dirinya itu, dengan suara dan nada bicara orang yang sedang berpikir keras, "Kamu penulis Light Novel 'Blue Sky'?"
Tidak hanya sekali, Yui menanyakan kembali pertanyaannya barusan, dan dengan tersenyum dan sedikit merasa bangga, ia menyuruh Yui untuk memanggilnya dengan nama 'Taro' saja. Taro membenarkan pernyataan dari Yui.
"A-aku membaca Novel-mu loh!"
"Wah, senangnya!" senyum lebar si Taro.
"Ah, seriusan itu kamu?"
Sedikit kesal dengan pertanyaan Yui yang begitu terkejutnya, Taro bertanya sudah berapa judul Light Novel-nya yang dibaca oleh Yui. Jawaban Yui justru membuat Taro semakin kesal, ia mengatakan bahwa sikap Yui sedikit agak berlebihan, mengingat Yui yang baru membaca satu judul dari karya Taro.
"Yang terbit kan cuma satu itu saja?" jawab Yui dengan kepolosan hatinya.
Taro membenarkan pernyataan Yui bahwa bukunya yang diterbitkan oleh penerbit, barulah satu judul itu, yaitu 'Blue Sky'. Sementara itu, Taro memberitahukan juga pada Yui bahwa judul-judul Light Novel, karyanya yang lain, yang ditolak oleh penerbit itu ia publish di blog pribadinya.
"Pasti tidak bagus, makanya ditolak penerbit, iya kan?" ejek Yui sambil mendorong halus lengan Taro.
"Justru karena bagus, makanya tidak diterbitkan." jawab Taro dengan santainya.
Yui menanggapi pernyataan Taro dan hal itu justru membuat dirinya bingung sendiri dan menjadi penasaran.
"Nanti kamu baca saja, aku jamin kamu bakal suka kok!" goda Taro.
Yui mengabaikannya dan bertanya kembali kepertanyaan tentang apa yang dilakukan Taro selama ini di kafe yang hampir setiap hari dia berkunjung kesana.
"Kamu benar-benar mengawasiku, ya? canda Taro sambil menyentuh pipi Yui yang ada didekatnya itu.
Yui hanya terdiam dengan sedikit kesal, dan batinnya berkata, "Semua orang juga melihatmu".
Melihat Yui terdiam, Taro langsung menjelaskan pada Yui bahwa ia menjadikan kafe sebagai tempatnya untuk menulis, karena di kafe ia merasa lebih tenang dan punya banyak imajinasi ketimbang berada didalam sebuah ruangan.
"I see..." singkat Yui.
Mengobrol sepanjang waktu hujan yang menahan mereka disebuah halte, segala hal mereka bahas, dari hal yang penting, hingga yang sama sekali tidak punya arti.
Hampir setengah jam berlalu, hujan yang turun begitu derasnya tadi itu sedikit mereda dan menyisakan gerimis.
◀ Mizuno ▶
— 新章節待更 — 寫檢討