Dengan setengah berlari, Dylan melintasi gerbang Mansion, Joy di belakangnya berlari sambil menahan napas, matanya tidak sengaja melihat seekor kuda yang dibiarkan begitu saja di halaman, tidak ada tali yang mengekang dan tubuhnya terlihat penuh dengan noda darah.
"Tuan Dylan … itu …."
Joy menunjuk ke arah kuda itu, meski terlihat liar, tapi di atas kepalanya ada tanda pengenal yang menunjukkan kalau kuda itu berasal dari kerajaan.
"Tidak mungkin, kenapa ia kemari?"
Dylan mendekati kuda dan memeriksa, ada beberapa luka di sana dan meraba tanda pengenal yang masih ada di atas kepala sang kuda.
Tidak salah lagi, tanda ini adalah milik Arthur, orang kepercayaan sang Ratu.
Bagaimana bisa ia ada di sini?
Bukankah seharusnya ia hidup dengan penuh kemewahah di Ibukota?
Dylan menarik napas, ingin marah tapi objek kemarahannya tidak ada. Kalau ia marah-marah tidak jelas akan membuat Joy ketakutan.
"Joy, kita harus pergi ke ruang bawah tanah. Orang ini pasti sudah membawa Renee ke sana." Dylan memasukkan tanda pengenal kerajaan ke dalam saku dan menarik napas. "Kita harus cepat! lebih cepat daripada yang tadi!"
"Oh, baik! Tapi Tuan Dylan … siapa orang ini?" Joy bertanya, ia mengikuti Dylan kembali menaiki anak tangga yang licin. "Apakah dia orang jahat?"
Dylan meraba tanda pengenal yang ada di sakunya, ia mendengkus pelan. Mengingat wajah Arthur yang tersenyum menyebalkan itu membuat emosinya naik lagi.
"Dia memang jahat."
Arthur yang ada di dalam ingatannya tidak pernah sedikit pun memiliki kenangan yang baik. Laki-laki berambut pirang keemasan itu memiliki senyuman palsu dan pandai mempengaruhi orang lain dengan kata-katanya yang manis.
Dylan bahkan heran mengapa Leo harus mempunyai saudara yang berbeda jauh sifatnya. Tapi Leo tetaplah Leo, ia tidak akan membenci apa pun yang dikatakan oleh Arthur, bahkan sampai ia tinggal di tempat yang jauh dari Ibukota pun, Leo tidak mendendam.
Sama seperti halnya dosa-dosa dirinya yang ditanggung Leo. Jika Dylan gagal menyelamatkan Leo kali ini, mungkin lebih baik ia mengakhiri hidupnya saja.
Mereka berlarian lagi ke pintu masuk Mansion keluarga Emmanuel, Dylan mengedarkan pandangan, mencoba mencari tahu kemana perginya Arthur dan Renee, ia pasti bisa menemukan jejak.
"Tuan, awas!"
Joy yang mengikuti di belakang berseru ketika melihat sebuah pajangan yang biasanya menaruh topi bergoyang ke arah Dylan.
BRAK!
Laki-laki itu menghindar dengan cepat, suara debum keras terdengar dan pajangan itu patah menjadi dua.
"Oke, kita harus berhati-hati mulai sekarang." Dylan bergumam, ia melirik Joy yang terlihat gesit melompati pajangan yang telah hancur. "Jangan khawatir, teriak saja kalau kau melihat sesuatu yang aneh."
"Apa orang jahat itu akan menyakiti Renee?" Joy yang masih berlarian di belakang Leo tiba-tiba bertanya, ia hanya bersama Renee dalam waktu yang singkat, membayangkan dirinya tidak bisa bertemu lagi dengan Renee, membuatnya takut. "Renee adalah orang berjiwa suci, dia pasti baik-baik saja, kan?"
"Dia tidak hanya akan menyakiti Renee," kata Dylan sambil menyingkirkan lukisan yang setengah robek di depannya, napasnya yang menderu menjadi latar belakang suara di sekitarnya saat ini. "Tapi dia juga ingin menghancurkan Leo."
Arthur tidak pernah suka berada di tempat kedua. Dylan tidak tahu apa yang salah di pikiran laki-laki itu, tapi sejak mereka kecil dan sering bermain bersama, ia selalu mendapati jika Arthur terobsesi untuk menjadi nomor satu, ia harus berada di atas Leo.
Oleh karena itulah Dylan tidak pernah menyukainya, hingga ia ada di Ibukota sebagai kepercayaan sang Ratu. Nyatanya tidak mampu membuatnya berpuas diri. Dylan sendiri juga heran, apa yang salah sebenarnya dengan isi otak Arthur?
Ia sepertinya tidak pernah ingin membiarkan Leo hidup dengan damai.
"Apakah dia bersama Ivana?"
Joy tidak bisa diam, bukan karena ia terlalu penasaran dengan masalah orang lain, tapi karena Dylan tidak akan bicara padanya kalau ia tidak bicara.
"Aku tidak tahu." Dylan menjawab ala kadarnya, jika pun Arthur bersama Ivana, hal itu bukanlah hal yang mengejutkan.
Mereka berlarian di lorong yang gelap, Joy beberapa kali tersandung dan mau tak mau membuat Dylan mencari lentera untuk menerangi jalan mereka. Setelah lampu menyala, cahaya langsung berpendar menerangi jalan mereka.
Dylan memegang lentera, ia hendak melangkah lagi sebelum tangan Joy menangkap tangannya.
"Marquis … pasti bisa diselamatkan."
Dylan terdiam, mendengar hal kecil seperti itu dari mulut Joy, seperti mendapatkan semangat yang aneh, ia mengangguk dan kekhawatirannya sedikit menghilang.
"Ya."
Joy kemudian mengikuti Dylan lagi, mereka melewati jalan yang menurun selama beberapa saat hingga laki-laki itu tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Apa-apaan ini ...."
Di depan mereka yang seharusnya tangga menuju ke bawah telah lenyap, tertumpuk reruntuhan atap yang jatuh dari atas.
Dylan bahkan bisa melihat jika ada patahan kayu dan potongan kaca berserak di mana-mana, seakan sengaja dihancurkan untuk membuat mereka tidak bisa masuk menyusul Renee.
Dylan tidak tahu apakah ini ulah Arthur atau ulah Ivana, dua orang itu terlalu menyebalkan untuk diingat.
"Bagaimana …." Dylan tidak bisa mengungkapkan seberapa ngerinya keadaan di ruang bawah tanah.
Runtuh, itu benar-benar runtuh, bahkan pintu masuk ke bawah saja sudah tidak terlihat lagi.
Jika pintu masuknya saja sudah tertimbun, bagaimana dengan di bawah sana?
Apakah Renee baik-baik saja?
Joy menelan ludah, ia melihat kesana kemari dan mengambil sebuah batu, menyingkirkannya. Ia kecil dan kurus, setidaknya ia harus bisa sedikit membantu.
"Tuan Dylan, kita masih bisa menyingkirkan batu untuk masuk!" seru Joy sambil mengangkat batu kecil. "Pasti bisa, singkirkan beberapa saja lagi!"
Kalau mereka berdiam diri, mereka mungkin tidak akan kemana-mana.
"Yah, ayo." Dylan mengangguk lagi, menyingkirkan batu dengan segenap kekuatannya, Renee tidak akan terluka, wanita itu punya kekuatan dan ia bisa melindungi diri. "Ayo kita lakukan!"
Hanya satu hal yang mungkin Dylan takutkan saat ini pada Renee, laki-laki itu takut kalau Renee benar-benar terpengaruh dengan apa yang dikatakan oleh Arthur, takut ia mulai goyah dan mengabaikan mereka semua.
Dylan menggertakkan gigi, menarik kayu panjang dan melemparnya ke belakang, Joy tidak banyak bicara, ia mengangkat hal-hal kecil yang ia mampu.
"Renee, aku mohon. Jangan dengarkan Arthur!" Dylan berseru nyaring, peluh menetes di pelipisnya. "Hidup semua orang di kota Dorthive kini ada di tanganmu!"
Jika Renee goyah, maka habislah sudah. Ratu mngkin harus mengucapkan selamat tinggal pada semua orang yang ada di kota Dorthive.
Joy mendengar kepanikan Dylan menggigit bibirnya, dalam hati ia teurs merapalkan doa yang sama, agar Renee tidak terpengaruh oleh orang jahat yang bernama Arthur itu.
Kalo ada yang kangen sama Ellen dan Liu, bisa baca cerita terbaru judulnya 'Be my Love' ya (◍•ᴗ•◍)❤❤️❤️❤️