"siapa yang akan percaya?" Tanya. "Kau pasti tidak percaya, kalau kau menontonnya."
"Kalau begitu anda katakan padaku aku harus bagaimana. Dan aku akan melakukannya," kataku.
"Kalau saja semuanya sudah sederhana itu." Dia mengambil sepotong kue berhiaskan bunga-bunga dan melihatnya dengan saksama."cantik. ibumu yang membuatnya?"
"Peta" untuk pertama kalinya aku mah aku tak sanggup terus memandangnya. Kurai cangkir teh ku tepi segera menaruhnya ketika aku mendengar cangkir bergetar di atas tatakannya untuk menutupi kegugupanku buru-buruku kualitas foto kue.
"bagaimana kabar cinta sejatimu itu? "
Tanyanya.
"Baik" jawabku.
"Kapan dia menyadari tepatnya kadar ketidakpedulianmu?" Tanyanya, sambil mencelupkan kue ke dalam teh.
"Aku bukannya tak peduli," sahutku.
"Tapi mungkin tidak sepenuh hati seperti anak muda itu sebagaimana yang diyakini seluruh negeri,"tukasnya.
"Siapa bilang aku tidak sepenuh hati?" Tanya aku
"Kataku," sahut sang presiden snow. "Dan aku takkan berada di sini jika aku satu-satunya orang yang punya keraguan apa kabar sepupumu yang tampan itu? "
"Aku tidak tahu.. aku tidak..." Suasana hatiku berubah total dalam percakapan ini aku tersendat ketika harus membicarakan pemeriksaanku terhadap dua orang yang paling kusayangi dengan presiden snow.
"Bicaralah, Miss everden dengan mudah dia bisa kubunuh jika pembicaraan ini tidak menghasilkan kesimpulan yang menggembirakan, "katanya." Kau juga tidak menolongnya dengan menjelang ke hutan bersamanya setiap hari Minggu. "
Kalau Presiden Snow tahu tentang ini, apa lagi yang di tahui? Dan bagaimana dia bisa tahu? Banyak orang yan bisa memberitahunya bahwa aku dan Gale menghabiskan ha inggu dengan berburu. Bukankah kami selalu pulang denga ngan penuh hasil buruan? Bukankah itu yang kami lakuka lama bertahun-tahun? Pertanyaan sesungguhnya adalah ap ng menurut Presiden Snow terjadi di hutan di luar Distri
2. Mereka tidak mungkin mengawasi kami sampai di sana tau mungkinkah? Mungkinkah kami dibuntuti? Rasanya tida ungkin. Tidak mungkin kami diikuti manusia lain. Bagaimana engan kamera? Sebelumnya, aku tidak pernah memikirkan emungkinan itu. Hutan selalu menjadi tempat yang kami nggap aman, tempat kami berada di luar jangkauan Capitol, mpat kami bebas mengatakan apa yang kami rasakan, men; di diri kami sendiri. Paling tidak sebelum Hunger Games. ika setelah Pertarungan kami diawasi, apa saja yang sudah mereka lihat? Dua orang berburu, membicarakan hal-hal ber bau pengkhianatan. Tapi bukan dua orang yang jatuh cinta, seperti yang tersirat dari kata-kata Presiden Snow. Kami aman dalam urusan itu. Kecuali... kecuali...
Hanya terjadi satu kali. Kejadiannya pun cepat dan tak terduga, tapi tetap saja terjadi.
Setelah aku dan Peeta pulang dari Hunger Games, bebera minggu kemudian aku baru bertemu Gale berduaan saja. ertama-tama ada upacara-upacara perayaan wajib. Pesta besa ntuk para pemenang yang diadakan khusus undangan orangrang yang dianggap petinggi. Hari Iibur untuk seluruh distrik engan makanan gratis dan hiburan yang dibawa langsung dari Capitol. Hari Parsel, yang pertama dari dua belas kali, ketika paket-paket makanan diantar ke semua orang di distrik. Bagian itu yang paling kusukai. Melihat anak-anak kelaparan diseam berlarian, melambai lambaikan kotak-kotak saus apel,
kaleng berisi daging, bahkan vwmen, DI rumah mereka, ma. Sih banyak barang yang terlaiu berat untuk dibawa.bawa. perti karung gandum dan kaieng minyak. Tahu bahwa sekal, dalam tiap bulan selama setahun mereka akan menenma parsel yang lain, adalah saat-saat aku merasa senang telah menangkan Hunger Games.
Jadi di antara berbagai upacara, perayaan, dan para reporter yang merekam setiap gerak-gerikku ketika aku mendampingi. berterima kasih, dan mencium Peeta di depan penonton, aku sama sekali tidak punya privasi. Setelah beberapa minggu, situasi akhirnya mulai tenang. Kru-kru kamera dan reporter mengemasi barang-barang mereka Ialu pulang. Aku dan Peeta mempertahankan hubungan yang dingin sejak itu. Keluargaku tinggal di rumah baru kami di Desa Pemenang. Kehidupan sehari-hari di Distrik 12—para pekerja pergi ke tambang, anakanak ke sekolah—berlanjut seperti biasa. Aku menunggu sampai kupikir benar-benar aman, lalu pada suatu hari Minggu, tanpa bilang pada siapa pun aku bangun beberapa jam sebelum subuh dan pergi ke hutan.
Udara masih cukup hangat sehingga aku tidak butuh jaket. Kubungkus sekantong makanan berisi makanan istimewa berupa daging ayam dingin, keju, roti buatan tukang roti, dan jeruk. Di rumah lamaku, aku memakai sepatu berburuku.
Seperti biasa, pagar tidak dialiri listrik dan mudah bagiku untuk menyelinap ke hutan Ialu mengambil busur dan anak panahku. Aku pergi ke tempat kami, tempat aku dan Gale, tempat kami berbagi sarapan pada pagi hari pemilihan yang mengirimku ke Hunger Games.
Aku menunggu sekitar dua jam lalu. Aku mulai berpikir bahwa Gale sudah menyerah menungguku selama minggu-minggu lalu. Atau dia tidak eduli lagi padaku.
hilangan dirinya, sahabat terbaikku, satu-satunya orang yang kupercayai dengan rahasia-rahasiaky. Bayangan itu terasa sangat menyakitkan sehingga aku tidak tahan. Tidak sebanding rasa sakitnya dengan segala yang sudah kualami. Aku bisa merasakan air mataku menggenang dan tenggorokanku tersekat seperti yang biasa kurasakan saat aku sedih.
Lalu aku mendongak dan mendapati dia ada di sana, tiga meter jauhnya dari tempatku duduk, hanya memandangiku. Tanpa berpikir panjang, aku melompat dan memeluknya, kemudian mengeluarkan suara aneh yang merupakan perpaduan antara tawa, tersedak, dan tangis. Dia memelukku begitu erat sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi rasanya begitu lama sebelum dia melepaskanku karena dia tidak punya banyak pilihan sebab aku kecegukan dan harus segera nunum.
Kami melakukan apa yang selalu kami lakukan. Makan sarapan. Berburu, menangkap ikan, dan memetik tanaman. Bicara tentang orang-orang di kota. Tapi tidak tentang kami, kehidupan barunya di tambang, waktu yang kuhabiskan di arena pertarungan. Apa pun selain obrolan tentang itu. Pada saat kami berada dekat lubang di pagar dekat Hob, kupikir aku sungguh-sungguh percaya bahwa semuanya bisa sama seperti dulu Iagi. Bahwa kami bisa terus melakukan apa yang biasanya kami lakukan. Kuberikan seluruh hasil buruan pada Gale untuk ditukar, karena kami punya banyak makanan sekarang. Kukatakan padanya aku tidak mampir ke Hob, meskipun aku berniat pergi ke sana, karena ibu dan adikku tidak tahu aku pergi berburu dan mereka pasti bertanya-tanya ke mana aku pergi seharian. Lalu tiba-tiba, ketika aku sedang mengusulkan gar aku yang mengurus jerat setiap hari, Gale menangkup wajahku dengan dua tangannya lalu menciumku.
Aku sama sekali tidak siap. Kau pasti berpikir setelah menghabiskanabiskan waktu berjam-jam bersama Gale—memperhatikannya icara, tertawa, dan merengut—aku pasti tahu segalanya tentang bibir Gale. Tapi aku tidak pernah membayangkan betapa hangatnya bibir itu ketika menekan bibirku. Dan bagaimana dua tangan yang bisa merangkai jerat paling rumit, bisa dengan
mudah memerangkapku. Rasanya aku mengeluarkan suara desahan atau semacamnya, dan samar-samar aku ingat jemariku yang terkepal erat, kini berada di dadanya. Kemudian Gale melepaskanku sambil berkata, "Aku harus melakukannya. Paling tidak sekali." Lalu dia pun menghilang.
Walaupun kenyataannya matahari mulai terbenam dan keluargaku pasti kuatir, aku malahan duduk di bawah pohon dekat pagar. Aku berusaha memutuskan bagaimana perasaanku tentang ciuman itu, apakah aku menyukainya atau membencinya, tapi yang bisa kuingat hanyalah tekanan bibir Gale dan aroma jeruk yang masih melekat di tubuhnya. Tidak ada gunanya membandingkan ciuman Gale dengan ciuman-cium— anku dengan Peeta. Aku sendiri masih belum paham apakah semua ciumanku dengan Peeta juga diperhitungkan. Akhirnya aku pulang.
Sepanjang minggu itu aku mengurusi hasil tangkapan dari jerat dan membawakan dagingnya untuk Hazelle. Tapi akU baru bertemu Gale lagi hari Minggu. Aku sudah menyiapkan pidato panjang, tentang bagai mana aku tidak mau punya pacar dan tidak punya rencana untuk menikah, tapi aku akhitnya tidak jadi memberikan penjelasan pada Gale. Dia bersikaP seakan-akan ciuman itu tidak pernah terjadi. Mungkin dia me nungguku mengatakan sesuatu. Atau balas menciumnya. Akan tetapi aku juga berpura-pura ciuman itu tidak pernah teriadi• Tapi ciuman itu terjadi. Gale telah menghancurkan semacam penghalang tak kasatmata di antara kami, dan bersama itu di'* juga menghancurkan harapanku agar kami bisa melanjutkan persahabatan kami yang dulu tanpa kerumitan apa pun. Apa pun yang kulakukan untuk berpura-pura, aku takkan pernah bisa memandang bibirnya dengan cara yang sama lagi.
Semua adegan itu serta-merta terlintas dalam kepalaku ketika mata Presiden Snow memandangku tajam ketika dia melancarkan ancaman untuk membunuh Gale. Betapa bodohnya aku yang berpikir bahwa Capitol akan tidak memedulikanku setelah aku pulang? Mungkin aku tidak tahu tentang kemungkinan pemberontakan. Tapi aku tahu mereka marah padaku. Bukannya bersikap waspada sebagaimana yang harus kulakukan dalam keadaan ini, aku malah bertindak sembrono. Dari sudut pandang Presiden, aku sudah mengabaikan Peeta dan memamerkan pada penduduk distrikku bahwa aku lebih suka bersama Gale. Sesungguhnya, aku sedang mengejek Capitol. Sekarang aku menempatkan nyawa Gale dan ke— luarganya, keluargaku, dan keluarga Peeta juga dalam bahaya karena kecerobohanku.
"Tolong jangan sakiti Gale," aku berbisik. "Dia cuma temanku. Dia sudah jadi temanku selama bertahun-tahun. Hubungan kami cuma sebatas itu. Lagi pula, semua orang menganggap kami saudara sepupu sekarang."
"Aku hanya tertarik pada bagaimana hubunganmu itu memengaruhi keadaanmu dengan Peeta, yang pada akhirnya akan memengaruhi perasaan distrik-distrik lainnya," jawab Presiden Snow.
"Aku akan bersikap sama dalam tur. Aku akan mencintai Peeta seperti sebelumnya," kataku.
"Seperti sekarang kau mencintainya," Presiden Snow mengoreksi kalimatku.
"Seperti sekarang aku mencintainya," aku menegaskan pernyataannya.
"Tapi kau harus melakukannya dengan lebih baik jika mau
menghindari terjadinya pemberontakan," katanya. "Tur ini akan jadi satu-satunya kesempatanmu untuk memutar balik keadaan."
"Aku tahu. Aku akan melakukannya. Aku akan meyakinkan semua orang di distrik-distrik bahwa aku tidak melawan Capitol, bahwa aku jatuh Cinta setengah mati," kataku.
Presiden Snow berdiri dan mengelap bibirnya yang bengkak dengan serbet. "Pasang target yang lebih tinggi untuk berjaga jaga seandainya kau gagal."
"Apa maksud Anda? Bagaimana aku bisa memasang targe yang lebih tinggi?" tanyaku.
"Yakinkan aku," jawabnya. Dia menaruh serbet dan meng ambil bukunya. Aku tidak memandangi kepergiannya ketik dia hendak berjalan keluar pintu, jadi aku menjengit ketik dia berbisik di telingaku. "Omong-omong, aku tahu tentan ciuman itu." Lalu pintu terdengar menutup di belakangnya.