下載應用程式
56.47% JANJI / Chapter 109: Empat Langkah

章節 109: Empat Langkah

Seusai menikmati makan siang, meri dan junior menuju bangunan dengan kubah bundar berwarna emas dengan ratusan orang yang sudah berada di sekitar area untuk tujuan yang sama yaitu beribadah. Sejak umur lima tahun, meri sudah mengajarkan kepada junior pentingnya beribadah untuk mendapatkan ketenangan.

Tak ada tempat bersujud yang bukannya merendahkanmu tapi justru meninggikan derajatmu kecuali ketika kau bersujud kepada sang penguasa alam semesta. Tak ada tempat mencurahkan kegundahanmu yang lebih tepat kecuali dalam doa mu kepada sang penguasa jiwamu. Dan tak tempatmu untuk memohon yang lebih agung dari pencipta alam yang mengatur segalanya untukmu.

Junior berdiri di antara barisan pria dewasa yang dengan lembut mengatur posisi junior agar merapatkan diri. Sudah terbiasa dengan hal itu, junior merasa tidak ada masalah karena itu adalah salah satu syarat di terima atau tidak ibadahnya.

Mereka bertemu kembali di luar masjid setelah keduanya selesai. Waktu babak kedua akan segera di mulai, meri membimbing junior mengenai apa yang harus ia lakukan.

"ingat, babak kedua bukan hanya kemenanganmu yang terpenting. Catatan waktu berpikirmu juga di perhitungkan. Jadi pikirkan seperlunya dan jangan terlalu mengintimidasi. Jaga ritme bermainmu, apa junior paham maksud ibu?" tanya meri. Dia tidak mengkhawatirkan kekalahan putranya, hanya cemas dengan reaksi junior menerima kekalahan.

Sejak terjun dalam dunia persaingan, junior bahkan belum pernah kalah. Ia selalu memilih cabang lomba yang sesuai dengan kemampuannya dan menekuninya hingga tergolong mahir untuk anak seusianya. Dia tidak terlalu serakah dengan mencoba semua cabang lomba dan hanya memilih cabang lomba dengan keyakinan 99 % kemenangan di tangannya.

Sebagai ibu, meri meneliti sikap putranya dan memahami karakternya dengan sangat baik. Junior tidak serakah dan terfokus pada satu hal yang ia pilih karena kegemarannya. Dia memiliki kesulitan untuk memecah fokus pada beberapa hal sekaligus karena itu nilai akademiknya hanya menonjol di beberapa pelajaran dan terlihat biasa di pelajaran lainnya.

Berbeda dengan meri yang sejak kecil terbiasa memecah pikiran ke berbagai hal sekaligus. Kegemarannya kepada olahraga ekstrim, kecintaannya kepada dunia medis dan otak jenius di bidang sains dan matematik yang di turunkan ayahnya membuat ia mampu menguasai berbagai bidang sekaligus.

Satu kekurangan meri adalah ia tertinggal dalam hal teknologi informasi dan komputer. Dan kekurangan itu di lengkapi oleh junior yang sejak umur lima tahun sudah belajar mengenai perangkat. Junior tidak terlalu mencintai olahraga, dia juga tidak menyukai dunia medis, satu-satunya hal yang sangat ia cintai adalah rumus.

Jika hal-hal berkaitan dengan rumus entah itu matematik, sains maupun komputerisasi dengan pengkodean maka junior unggul di dalamnya.

Meri sempat bingung mencari tahu bagaimana mungkin junior begitu berbeda dalam hal itu. Dia hadir sebagai pelengkap hidup dan penutup kekurangan ibunya sejak awal. Dan meri hadir sebagai ibu sekaligus tameng untuk melindungi kelemahan junior. Mereka saling melengkapi.

Junior melangkah masuk ke tempat duduk dimana semua peserta lomba catur yang tersisa berkumpul. Meri menangkap wajah anak dokter imran di salah satu kursi peserta. Senyum simpul terlukis di wajah junior melihat saingannya di lomba tenis kini menjadi saingannya pula di lomba catur.

"aku merasa mereka berdua akan sangat cocok jika berteman" ujar meri kepada dirinya sendiri.

Di babak ke dua, junior melawan kakak kelasnya yang lebih tua dua tahun darinya. Tapi pemikiran tidak di hasilkan hanya dari usia, tapi dari pengalaman. Jika meri tidak salah menganalisa, saingan anaknya itu belum lama menggeluti dunia catur, itu terlihat dari lamanya ia berpikir dan langkah yang ia ambil terlihat acak.

Junior mengikuti instruksi ibunya untuk berpikir sejenak kemudian melangkah tanpa mengintimidasi agar lawannya tidak terlalu berpikir keras dan saingan selanjutnya tidak terlalu berhati-hati kepadanya. Meri cukup puas dengan permainan anaknya. Junior bahkan sesekali dengan sengaja mengorbankan pionnya untuk mengecoh lawannya. Ia juga melangkah dengan perlahan, kemenangan yang seharusnya dapat ia peroleh hanya dengan dua langkah ia urai menjadi empat hingga lima langkah.

Pemikiran yang di tanamkan meri benar-benar bekerja efektif. Para orang tua murid juga memperhatikan permainan junior dan sebagian dari mereka menganggap bahwa junior akan tersingkir di babak semi final karena kecerobohannya.

Kemenangan kembali menjadi miliknya dan segera menghampiri ibunya di tribun penonton.

"ibu, aku menang" ujar junior bangga.

"Mmm, putra ibu yang terbaik. Tapi kemenanganmu masih perlu di pertahankan untuk dua orang selanjutnya"

Meri membawa junior duduk di sampingnya menyaksikan permainan selanjutnya dari anak dokter imran yang juga lolos ke babak ketiga. Sesekali meri menjelaskan langkah dan strategi yang di gunakan anak dokter imran.

"dia terlihat acak-acakan" komentar junior.

"anak itu pintar seperti ayahnya. Dia mengacak langkahnya bukan tanpa tujuan seperti lawanmu tadi. Di mengacak langkah pion tapi bersiap dengan kuda serta benteng yang akan menyerang menteri lawannya. Coba perhatikan"

Junior melihat kebenaran setelah mendengar penjelasan meri. Pion itu di majukan secara acak untuk membuka jalan bagi benteng serta membuat pertahanan dengan peluncur sementara kuda bergerak acak maju dan mundur agar lawannya hanya berfokus menyerang kuda.

"apa dia akan menjadi lawanku nanti di final?" junior sedikit khawatir karena ia bahkan baru bisa mengerti strategi saingannya itu karena meri yang menjelaskannya.

"sepertinya begitu. bukan masalah, jika kau menang melawannya maka junior ibu menang telak. Namun jika anak ibu ini kalah, kalian terhitung drow karena sama-sama menang dalam satu cabang lomba. Junior menang di tenis, dan dia menang di catur" meri menenangkan junior agar ia tidak gugup dan merasa terbebani.

"ibu, aku ingin menang dalam catur" kata junior menatap mata ibunya dengan tekad di dadanya.

"kenapa? Ibu tidak masalah jika sekali-sekali junior kalah. Piala lomba tenis sudah cukup untuk ibu"

"piala catur ini untuk kakek. Aku berjanji padanya untuk menang"

"karena junior sudah janji, maka junior harus menang. Laki-laki yang di pegang ucapannya" ujar meri memberi penekanan pada kalimat terakhirnya.

"Mmm, aku akan berusaha keras"

Pertandingan catur tidak memiliki banyak penggemar di kalangan wanita, karena itu yang menjadi penonton sebagian besar adalah kalangan pria.

Setelah azan ashar dan shalat, lomba catur di lanjutkan dan junior mendapat urutan tampil kedua di babak semi final. Meri berpikir anaknya akan bersaing dengan anak dokter imran di semi final namun ternyata junior kembali melawan seniornya yang berada di kelas enam. Terlalu dewasa untuk melawan anak yang masih duduk di bangku kelas dua.

Anak dokter ilham sudah menang dan melaju ke babak final menunggu lawannya antara junior atau seniornya itu.

"dokter ana, anakmu sangat pintar tapi biar ku beritahu. Kakakku ahli dalam bidang catur dan itu di turunkan kepada anaknya. Tadi pagi anakmu menang, besok pagi keponakanku yang akan menang" ujar fuad membanggakan keponakan tersayangnya.

"aku tahu dia anak pintar dan juga tahu keponakanmu tak kalah pintar, tapi biar ku beritahu. Ayah dari anakku seorang jenius dengan predikat lulusan psikologi terbaik dari standford. Garis bawahi psikologi, tidakkah menurutmu anakku akan menjatuhkan ponakanmu dengan tekanan mental?. Sayang sekali harus ku katakan kecerdasan ayahnya membaca gestur dan ekspresi seseorang menurun ke junior, jadi pastikan mental juara masih melekat di diri keponakanmu hingga besok pagi" balas meri tak ingin kalah.

Intimidasi yang ia lakukan itu dengan sengaja dan untuk maksud tersembunyi. Jika putranya kalah dalam hal mengatur strategi, setidaknya ia bisa mengecoh mental lawan anaknya untuk memecah konsentrasinya dan menciptakan kesalahan. Junior cukup pintar melihat dan memanfaatkan peluang karena itu dia pasti akan berhasil kali ini.

"kau mengenal ayahku bukan. Dia seorang profesor, pemikir yang juga jenius"

"kau beruntung memilikinya" jawab meri singkat dengan senyum licik tersembunyi di wajahnya.

Prediksi kedua penonton yang sama-sama mengunggulkan jagoan mereka itu benar. Junior lolos dan artinya akan bertanding besok di babak final melawan putra dokter imran. Sangat di sayangkan mereka selalu menjadi saingan, padahal mereka akan tampak luar biasa jika bekerja sama. Mereka seumuran dan duduk di tingkat yang sama hanya kelas berbeda.

Malam hari, junior enggan keluar kamar dan sibuk dengan membaca buku mengenai strategi dalam bermain catur. Meri bahkan harus membawakan makan malam dan cemilan langsung ke kamar junior dan menyuapinya dengan junior yang tetap membaca buku.

"junior, jangan terlalu khawatir dengan final besok. Cukup tampil dengan baik dan angkuh. Kau harus mengintimidasi lawanmu hingga kepercayaan dirinya benar-benar goyah dan manfaatkan peluangmu dari kesalahannya" meri memberi trik kepada putranya.

"ibu, tidakkah itu curang?" tanya junior.

"tidak sama sekali" meri menggelengkan kepalanya. "itu strategi kemenangan. Selama aturan main tidak di langgar, maka itu sah saja dan bukan satu bentuk kecurangan"

"baiklah. Dari sisi pandangan ibu, siapa yang lebih unggul?" junior mencoba mencari kekuatan dalam jawaban ibunya.

"dia sedikit lebih unggul mengenai membaca strategi dan menyusun strategi. Tapi ada hal yang ibu dapat dari menonton permainannya saat semi final" meri tampak semangat begitu pula junior. "dia menyusun strateginya sejak awal setelah melihat langkah pertama lawan. Jadi, usahakan besok kau yang memegang batu hitam dan biarkan dia melangkah lebih dulu"

"aku sudah tahu soal itu" jawab junior.

"bagaimana bisa anak ibu sudah tahu?"

"ibu, aku putramu kan? Hal sekecil itu tentu saja aku tahu"

"hahaha... Kau benar juga. Baiklah, selanjutnya ibu melihat dari sisi ketenangannya selama bermain. Karena dia membangun strategi di awal dengan matang, dia sedikit kacau saat lawannya bergerak tidak sesuai harapannya karena dapat mempengaruhi langkahnya selanjutnya"

"ibu, aku juga sudah tahu tentang hal itu" potong junior lagi menatap ekspresi heran di wajah meri. "aku anak seorang ahli psikologi yang bisa membaca kepribadian seseorang. Aku juga belajar mengenai hal itu dari dadi dulu. Jadi tidak sulit untuk mengetahui hal itu" lanjut junior.

"oke, dari sisi keluarganya yang teratur dan disiplin, langkahnya dalam bermain juga pasti demikian. Perhatikan strateginya dan strategimu, jika menurutmu ia berhasil membaca langkahmu maka lakukan secara acak dan simpan maksud tersembunyi dengan menggunakan kuda. Ingat, kuda"

"mengapa harus kuda?" tanya junior sedikit bingung.

"sudah ibu bilang tadi, langkahnya teratur pada garis lurus, horizontal maupun vertikal. Jadi hanya kuda yang bisa bergerak acak, tutup bukumu dan berlatih bersama ibu. Waktu ibu hanya 15 menit jadi pelajari dengan baik apa yang ibu maksud"

Meri mulai menyusun bidak catur di atas papan segi empat dengan corak hitam putih itu. Sebelum memulai, dia menelfon ayahnya dengan panggilan video. Jadilah latihan itu mereka lakukan bertiga, ayah meri menjadi seorang pengamat dan sesekali memberi koreksi pada junior.

Tak terasa lima belas menit berlalu, "sayang, ibu harus kembali ke kamar karena besok ada presentasi. Jadi berlatihlah sendiri" ujar meri.

"ibu, boleh ku pinjam ponsel ibu. Aku akan berlatih bersama kakek dan ibu bisa belajar di kamar ibu"

"baiklah"

Meri kembali ke kamarnya dan junior melanjutkan latihannya bersama kakeknya. Dia mendapat banyak pelajaran dari kakeknya.

"empat langkah mundur dan empat langkah maju. Perhatikan opsi gerakan lawanmu. Ingat empat langkah"

Itulah kalimat yang di berikan kakeknya dan begitu lekat di kepala junior.

"kakek, aku akan menang untukmu" junior begitu bersemangat kemudian memutus sambungan telfon video itu.


next chapter
Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C109
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄