Untung saja Bia tidak mendengar percakapan mereka berdua karena sedari tadi dirinya menggunakan headset wearless yang tertutup kerudung yang dipakainya.
"Syukurlah, aku nggak kesasar" kata Bia sambil melepaskan headset yang dipakainya tadi.
Xion yang memang pemalu memutuskan masuk kedalam rumah meninggalkan Laura yang keatangan tamu.
"Masuk, Bi" kata Laura canggung.
"Wah, besar banget rumah loe. Laura" kata Bia yang berjalan memasuki rumah Laura.
"Kita kekamar gue aja ya" ajak Laura pada Bia.
"Tolong buatkan minum dan beberapa snack untuk temanku" kata Laura menyuruh salah satu pelajayan yang berdiri dipinggir tangga.
"Baik nona" jawab pelayan yang beranjak meninggalkan tangga dan mulai menyiapkan minuman, snack serta mengantarkannya kekamar Laura. Laura yang asik bercengkarah dengan Bisa hanya menyuruh pelayannya menaruh minuman dan snack itu diatas meja tamu kamarnya.
Xion yang sedari tadi diam dikamarnya kembali teringat dengan siswi yang tadi ditolongnya disekolah. Xion yang terbiasa menolong orang dengan kekuatanya merasa berbeda menolong siswi itu, bayangan siswi itu terus terlihat dipelupuk matanya. Hingga Xion merasa dirinya sudah gila, karena terus tersenyum ketika bayangan siswi itu terus membayangi dirinya. Xion yang awalnya hendak mengerjakan tugas malah memilih membaringkan tubuhnya diranjang besar miliknya dan mulai mencari tahu identitas siswi tersebut.
"Hah, ini dia. Juwita? Namanya Juwita" kata Xion yang menemukan sebuah foto diakun sosial media milik teman sekelasnya.
"Hahahahah. Cantik" sambung Xion sembari tertawa layaknya orang sedang kasmaran.
Xion terus mencari tahu identitas Juwita dengan mencari akun media sosialnya, namun sayangnya Juwita tidak memiliki akun media sosial apapun. Xion merasakan rasa galau yang baru dirasakannya selama beberapa ratus tahun hidup didunia ini. Ingin sekali dirinya bertanya dengan teman sekelasnya, namun akan sangat aneh jika tiba-tiba Xion bertanya kepada teman yang belum terlalu dekat dengannya. Karena kekhawatiran itulah yang membuat Xion berhenti mencari identitas Juwita dan memutuskan untuk kembali mengerjakan tugas sembari menunggu malam tiba.
"Laura! Xion!" seru Merafa memasuki rumah mencari kedua anaknya yang nampak sudah pulang dari sekolah karena dirinya melihat mobil yang dipakai anaknya sudah terparkir digarasi rumahnya.
"Mama. Mamah dari mana?" tanya Xion yang turun mengambil air didapur.
"Mamah sekarang membantu oma mengurus perusahaan, Laura mana?" jawab Merafa yang dilanjutkan mencari putri bungsunya.
"Di kamar sama temennya" jawab Xion berlalu meninggalkan Merafa dan kembali ke kamarnya.
Merafa segera pergi ke kamar Laura untuk memastikan kembali keberadaan putri bungsunya.
"Mamah? Mamah dari mana?" tanya Laura yang melihat Merafa membuka pintu kamarnya.
"Nanti mamah jelaskan, mamah cuma mau memastikan kalau kamu benar-benar dirumah" kata Merafa.
"Oh iya, mah. Kenalin, ini temenku, Bia. Bia, ini mamahku" kata Laura mempernalkan Merafa dan Bia.
"Bia, teman sekelasnya Laura, tante" kata Bisa memperkenalkan diri.
"Salam kenal, Bia. Semoga betah ya main disini" kata Merafa menyambut tangan Bia.
"Yaudah, mamah tinggal istirahat" kata Merafa beranjak meninggalkan Bia dan Laura dikamarnya.
"Itu beneran mamah kamu, Laura?" tanya Bia yang melihat Merafa sudah menutup pintu dengan meninggalkan mereka berdua.
"Iya, emang kenapa?" tanya Laura kembali.
"Ibu kandung? Masih muda bangeeeeet" jawab Bia tak percaya dengan ucapan Laura.
"Ya soalnya keluargaku adalah keluarga siluman" jawab Laura dengan wajah serius.
"Uuuuuh takuuuut, nanti aku dimakan. Hahahaha" jawab Bia bercanda dengan terkekeh.
Mereka berdua akhirnya tertawa bersama dan kembali mengerjakan tugas yang masih belum selesai, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB.
Keesokan harinya, Bia dan Dila menjemput Laura dirumahnya untuk berangkat sekolah bersama, sesuai janji dirinya dengan Bia kemarin sore. Mereka berangkat cukup pagi, meninggalkan Xion yang masih berkutik dengan persiapannya. Xion yang memutuskan menggunakan mobil yang biasa dipakai dirinya dan Laura untuk berangkat sekolah. Xion yang berangkat terlambat dan membuat dirinya dihukum membersihkan area sekolah. Bukannya sedih atau kesal, Xion justru menikmati hukuman yang diberikan guru. Bagaimana tidak? Rupanya inilah yang membuat Xion tertawa melihat foto pujaan hatinya diakun media sosial milik temannya. Juwita memang sering datang terlambat, entah karena apa. Namun hal ini yang membuat beberapa siswa bahkan kakak kelas yang terlambat menjadi dekat dengannya, hingga suatu ketika teman Xion yang bernama Edo datang terlambat dan asik berfoto dengan Juwita dan teman-teman lain yang terlambat masuk sekolah.
"Ini, minum" kata Xion memberikan sebotol air mineral kepada Juwita yang duduk ditangga karena kelelahan.
"Oh, makasih kak" jawab Juwita sambil menerima air mineral.
"Kamu keliatan udah biasa ya?" goda Xion yang duduk disebelah Juwita.
"Hahaha, ya mau gimana lagi kak? Resiko dateng terlambat" jawab Juwita sambil sedikit tertawa.
"Xion" kata Xion mengajak Juwita berkenalan.
"Juwita" jawab Juwita yang menjabat tangan Xion.
"Emm, aku masuk dulu ya kak" ijin Juwita yang sudah menyelesaikan hukumannya.
"Oh iya, duluan" jawab Xion memeprsilahkan Juwita lewat.
Akhirnya, apa yang diinginkan Xion sesuai dengan persepsinya. Dari sinilah Xion mulai dekat dengan Juwita, hingga hampir beberapa kali Xion berbincang engan Juwita. Rasa sayang dan cinta yang sebelumnya tidak pernah Xion rasakan. Disatu sisi, Xion takut jika Juwita akan meninggalkan dirinya jika tahu identitas Xion yang sebenarnya. Namun, gejolak asmara dihati Xion sudah tidak bisa dibendung lagi.
Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa berlari menuju parkiran untuk mengambil kendaraan mereka masing-masing. Begitu juga dengan Xion yang bergegas menghampiri mobilnya.
"Xion! Gue pulang sama temen-teman" teriak Laura dalam mobil Dila.
"Eumm" jawab Xion sambil mengangguk mengiyakan
Xion berjalan meninggalkan sekolah, ia pacu tuas mobilnya menuju rumah. Namun, ditengah perjalannya. Ia melihat Juwita yang sedang menuntun sepeda motor miliknya. Segera ia pinggirnya mobilnya dan mencari tahu apa yang terjadi.
"Bocor? Atau mogok?" tanya Xion menghampiri Juwita.
"Nggak tau ini kak, nggak bisa jalan" jawab Juwita bingung.
"Sebentar ya" kata Xion sembari menghubungi seseorang.
"Udah yuk, kamu ikut aku sekarang. Biar ini temanku yang ngurus" kata Xion menggandeng Juwita.
Juwita yang kaget karena tiba-tiba digandeng Xion akhirnya mengikuti Xion menuju mobilnya.
Beberapa hari kemudian, Xion berencana mengajak Juwita menonton pertandingan basket sekolahnya melawan sekolah swasta lainnya. Xion meminta Juwita untuk datang menonton dirinya, dengan senang hati Juwita mengiyakan permintaan Xion.Hari pertandingan basket pun tiba, Xion yang sudah siap menggunakan headband terus mencari ke sekeliling podium. Xion nampak kecewa saat menyadari Juwita yang tidak bisa datang ke pertandingan basketnya. Ia terus berpikiran positif dan melanjutkan permainan hingga beberapa kali telah memasukkan bola dalam ring, permainannya sangat memuaskan. Hingga menit-menit akhir pertandingan Xion menyisir barisan podium, berharap Juwita dapat melihatnya memasukkan bola dimenit terakhir nanti. Namun, harapan itu sirna saat alarm menit terakhir berbunyi. Tubuhnya lemas tanpa tenaga, beberapa kali dirinya berpikir bahwa Juwita tidak menyunyai dirinya dan hanya ia yang mencintai Juwita.