Fruit 24: Revka, Sang Sepupu Jauh
Di tempat lain.... Apartemen Dante.....
"Aku sudah hampir mengenai Iblis Cambion keparat itu kalau saja kacung brengseknya tidak ikut campur!" Dante membanting jaketnya ke sofa. Wajahnya tampak geram luar biasa, hingga tampak menghitam dan memerah secara bergantian saking murkanya. Tadi tembakan Zephoro-nya sudah nyaris mengenai Andrea, andai tidak ditangkis Kenzo.
Bisa dilihat betapa Dante kesal sekali pada gagalnya ia membunuh Andrea, sang Cambion, tiket bagi Dante ke Surga. Padahal dia sudah membayangkan dirinya ada di Surga, berjubah putih murni dengan mengenakan mahkota daun salam bagaikan para raja Romawi dan dewa Yunani kuno yang juga biasa dikenakan oleh para Malaikat Muda.
Dante sudah membayangkan dirinya berdiri di puncak Surga mendampingi ayahnya, Sang Malaikat Mikael yang termasuk disegani di Surga. Betapa akan bangganya dia jika mendapatkan prestis demikian? Ia juga yakin sang ayah akan bangga memiliki anak seperti dirinya.
Tapi semua itu harus buyar gara-gara Kenzo!
Gerahamnya kembali beradu keras jika mengingat kegagalannya tadi. Sepertinya dia harus gerak lebih gesit agar bisa mendapatkan kesempatan tanpa terganggu Kenzo.
Erefim memungut jaket tuannya dan menundukkan kepala tanda hormat. "Anda harus berhati-hati, Tuan. Batas Zephoro Tuan sudah hampir pada level yang dapat terdeteksi Pengawas."
"Haarrghh!! Pengawas sialan!! Akan aku bunuh mereka satu-persatu kelak kalau aku sudah punya kekuatan lebih besar," Dante gusar, menghempaskan pantatnya pada sofa.
Dante sudah tau jika tipe Pengawas adalah Penjaga yang lebih konservatif dan tegas dalam melaksanakan tugasnya. Dante mungkin masih bisa bernegosiasi dengan Penjaga, tapi jika Pengawas... itu hal mustahil bagi semua Nephilim.
"Ohohoo~ Apakah aku mendengar ada yang sedang berencana untuk membunuh Pengawas?" Tiba-tiba ada suara menginterupsi pembicaraan dua pria Nephilim berbeda status tersebut. Arahnya dari dalam kamar empu apartemen. Dante dan Erefim segera menoleh ke sumber suara.
"Haluw, brotha~" sapa sosok itu keluar dari balik dinding pembatas ruangan.
"Revka?!" Dante memiringkan kepala sambil memicingkan mata. Ia jelas sangat tau dan kenal siapa sosok yang ia sebut baru saja. Dan sosok itu masih sama seperti terakhir Dante menjumpainya di Alam Antediluvian beberapa tahun silam.
Tinggi semampai, berkulit putih mulus tanpa cela, wajah yang bisa menggoyahkan jiwa para lelaki, dan tentunya lekuk tubuh yang akan mengguncang iman setiap lawan jenis, tubuh yang akan diimpikan dan diirikan para perempuan. Itulah penampilan Revka.
Yang disebut Revka menyunggingkan senyum manisnya ke Dante. Erefim langsung menunduk hormat. Tentu saja demikian, karena status Revka di Alam Antediluvian bukan sembarangan Nephilim. Status perempuan mempesona ini nyaris sama dengan Dante. Hanya setingkat lebih rendah di banding Dante, namun tetap harus menerima penghormatan dari Erefim.
"Untuk apa kau kemari? Dan bagaimana kau bisa tau tempat ini?"
"Brotha meremehkan kekuatan pelacakku, heh?" Revka berkacak pinggang seraya memiringkan kepala. Suaranya merdu merayu membuai pendengaran siapapun. Jenis suara yang mengalun indah bagai simfoni lembut, empuk, penuh aroma eksotisme.
Gadis itu bernama Revka. Dia juga Nephilim, sama seperti Dante. Namun, beda peranakan. Bila Dante hasil perkawinan Malaikat dan manusia, Revka adalah anak dari perkawinan dua Nephilim. Katakanlah, Dante berdarah murni, sedangkan Revka ada di bawahnya.
Nephylim jenis seperti Revka suka menempeli pureblood seperti Dante. Baginya, energi hidup yang menguar dari tubuh Dante itu sungguh enak, mampu menenangkan napsu membunuh alami yang dimiliki para Nephilim.
Ya, seperti yang pernah diungkap Kenzo, kaum Nephilim bertahan hidup dengan memakan daging manusia—hidup ataupun bangkai. Dante sebagai makhluk darah murni, berusaha menekan kebutuhan dasarnya dengan meningkatkan energi hidupnya. Erefim sudah mengajari cara menyiasati agar ia tak perlu lagi berbuat rendah dengan memangsa manusia.
Dante ingin menjadi Nephylim yang bermartabat. Ia tak mau disamakan dengan makhluk rendahan seperti Iblis. Apalagi Incubus dan Succubus. Harga diri dan martabatnya begitu menjulang tinggi sehingga dia menolak untuk memangsa manusia. Bagi Dante, membasmi Iblis jauh lebih menaikkan martabat ketimbang membasmi manusia.
Mengingat salah satu ras Iblis tersebut, Dante menggertakkan gerahamnya.
Revka, gadis Nephilim yang cantik mempesona, seperti sudah dikatakan sebelumnya. Rambutnya putih keperakan bagai rembulan. Bibirnya mungil namun terlihat kenyal menggairahkan. Belum lagi tubuh sintalnya yang pasti mampu membuat makhluk apapun melirik terpesona, bahkan para Iblis sekalipun.
Tapi... seperti yang banyak terdapat pada cerita-cerita romans pada umumnya, justru orang yang ingin dijerat, malahan tidak bergeming dengan respon yang diharapkan.
Revka menyukai Dante. Sayangnya lelaki itu tak menganggap Revka lebih dari seorang adik saja. Mereka teman sejak kecil, sekaligus sepupu jauh. Dan sepertinya karena sudah mengetahui seluk-beluk Revka luar dalam, telah menguapkan rasa penasaran Dante.
Meski gadis itu telanjang di hadapan Dante sekalipun, pria itu takkan tergetar.
Apa Dante homo?
Sudahlah, jangan berasumsi macam-macam. Belum ada bukti. Tapi bila kalian ingin berimajinasi, itu sih hak kalian.
"Brotha, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Dan sepertinya kau banyak melamun. Humm?" Gadis itu henyakkan pantat di sebelah Dante. Satu kakinya ditopangkan pada paha Dante, sengaja membiarkan paha putih mulusnya terekspos bebas.
Dante melirik ke paha itu, lalu lirikan naik ke wajah si empu paha. "Kenapa kau bersikap ala Succubus menjijikkan, heh?"
"Brotha! Jangan samakan aku dengan Iblis rendahan!" jerit Revka tak sudi. Mata jernih besarnya membelalak dengan gaya yang menarik.
"Lalu... apa maksudmu menaruh paha di kakiku?" Dante bertanya blak-blakan.
Revka mendecih. "Aku hanya kecapekan." Wajah cantiknya berubah cemberut, namun kakinya masih bertengger di paha Dante. Toh, dia sudah biasa bersikap begini pada Dante sejak mereka tumbuh remaja dan Revka mulai menyukai Dante.
"Capek?" ulang Dante menggunakan nada tanya disertai picingan mata.
"Tentu saja! Aku kan harus main kucing-kucingan dengan Pengawas! Mereka terus mengejarku, menguber, sampai aku harus bersembunyi di lubang goa bawah tanah terlebih dahulu. Itu menyebalkan, kau harus tau itu, Brotha~" sungut Revka. Bibirnya mengerucut menggemaskan, wajar jika para pria pasti bernapsu untuk lekas menyesap bilah kenyal berwarna merah muda alami itu.
Anehnya, Dante tidak tertarik.
"Salahmu sendiri, kan?" ketus Dante seolah tak peduli penderitaan teman masa kecil sekaligus sepupu jauhnya. Sebenarnya status sebagai sepupu itu juga sesuatu yang meragukan banyak Nephilim. Namun, Revka bersikeras pada siapapun bahwa Dante memang sepupunya meski jauh. Dan karena orang tua Revka termasuk Nephilim berpengaruh di Alam Antediluvian, maka mereka menerima klaim Revka tersebut.
Sedangkan Dante? Tidak menggubris apakah itu benar atau tidak.
"Ini karena aku ingin menemuimu!" pekik Revka mulai kesal. "Sejak kapan kau jadi menyebalkan begini, sih?" gerutunya sembari memainkan rambut perak halus yang teruntai di depan dadanya.
"Kalau begitu kau bisa pergi, kembali ke Antediluvian. Toh aku juga tak mengharap kau di sini," tukas Dante, dingin, seperti biasa. Semenjak Dante fokus mengejar Surga dengan menargetkan para keturunan Iblis di dunia manusia, kepribadiannya mulai berubah dingin melebihi dulunya.
"Dante! Urghh!" Revka berseru kesal. "Erefim! Tuanmu ini sungguh menyebalkan!" Karena tak mendapatkan perhatian dari Dante, maka Revka merajuk ke tangan kanan Dante, Erefim.
Pria berseragam ala Butler itu hanya membungkuk hormat tanpa mengucap satu kecap pun. Dante menyeringai menang.
Revka pun bangkit, hentakkan kaki dan selanjutnya terbang keluar dari kediaman Dante.
Sepeninggal gadis itu, Dante menghela nafas. Mungkin nafas lega. "Aku tak mau misiku pada Andrea ini diketahui Nephilim siapapun, termasuk Revka. Aku tak mau memiliki rival. Andrea sudah tentu harus kudapatkan agar jalanku ke Surga lebih mudah. Jadi, Erefim... kau tak kuperkenankan membocorkan ini pada siapapun. Mengerti?"
"Ya, Tuan." Erefim menundukkan punggung secara hormat.
Persaingan para Nephilim dalam hal membasmi keturunan Iblis di dunia manusia memang tergolong sengit. Mereka ingin secepatnya memenuhi target, yaitu 100 nyawa keturunan Iblis. Jika keturunan biasa, memang dihargai 1 poin. Namun, jika seperti Andrea yang merupakan anak dari salah satu Raja Iblis, maka itu bisa mendapatkan 2 poin.
Dante berencana untuk membunuh Andrea mendekati gadis itu berumur 17. Namun, jika terlampau jauh sebelum umur 17, maka takkan berguna karena yang dihargai poinnya hanyalah yang mendekati usia 17.
Itulah sebabnya, Dante masih menunggu. Tapi, sekarang sudah sangat mendekati tanggal yang dinanti. Dia harus berhasil membunuh Andrea beberapa hari sebelum Andrea genap berumur 17, atau kekuatan Andrea akan bangkit dan akan lebih sulit bagi Dante.