" Bohong. Aku tahu kamu bohong, Nay. Dia itu teman kuliahku, dia hanya teman kuliah, bukan siapa-siapa," jelasnya padaku. Aku tersenyum miring tanpa melihat ke arahnya. Aku terlalu malu untuk memperlihatkan kecemburuanku.
" Please, Dhan. Mama udah menungguku," kataku sambil terus mengalihkan pandangan ke arah lain.
" Tatap mataku kalau kamu jujur, Nay," ucap Ardhan, membuatku semakin enggan untuk menolehnya saja. Aku benci jika harus menjelaskan perasaanku saat ini.
" Ardhan, please. Taksinya udah nunggu, kasian," kilahku hendak meraih gagang pintu taksi.
" Nay," Ardhan menahanku hendak menjelaskan tapi urung karena sebuah suara memanggilnya.
" Ardhaann." Lihatlah, bahkan perempuan itu menyusul Ardhan kesini. Apalagi namanya kalau bukan suka sama Ardhan.
" Karin. Ini Anaya. Dia pacarku, lebih tepatnya calon istri. Aku mau menjelaskannya tadi, tapi belum sempat," terang Ardhan pada perempuan bernama Karin itu.