"Hallo, Sab. Ada apaan??"tanya Sastya pada sang penelpon. Saat ini dia sedang makan siang di Djournal cafe, dekat dengan tempat kerjanya. Setelah sebelumnya berdebat dengan dua rekannya, perutnya jadi memberontak minta diisi. Lagipula ini memaang sudah waktunya jam makan siang. Dengan telpon yang masih menempel di telinganya, cewek itu memanggil pelayan kemudian memesan beberapa makanan saat pelayan itu datang. "Makasih"ucapnya pelan kepda Si pelayan. "Lo ngomong apa tadi??"tanyanya lagi kembali kepada Sabda.
"Nomor keramat gue gimana??"
"Oh,masalah itu. Udah beres kok. Lo tinggal siapin aja, tas yang gue pengenin"celoteh Sastya tenang.
"Alhamdulillah!!!"lega Sabda "Btw, lo nggak mau berubah fikiran Sas. Lo nggak pengen barang yang lain gitu??"celotehnya mulai merayu Sastya "Tas yang lo pengenin itu mahal banget, Sas. Cicilan mobil gue bisa lun..."
"Lebay banget sih lo, ya kali harga tas itu bisa lunasin cicilan mobil lo"potong Sastya mencibir.
"Ya tapi kan lumayan kalau gue gunain buat bayar cicilan"sahut Sabda manyun.
"Jadi lo nggak mau nih??? Transaksi kita batal?? Lo nggak mau kalau nomor keramat lo ini balik ke tangan lo?? Ya udah kalau gitu....."
"Eh, jangan dong"sela Sabda panik, "Ya udah iyee, nih gue pesenin nih"imbuhnya pada akhirnya menyetujui permintaan Sastya. Menukar nomor keramatnya dengan tas milik Guc**.
"Nah, gitu dong??"ucap Sastya tersenyum puas.
"Kapan gue bisa ambil nomor keramat gue?? Besok lo bisa?? Sekalian arisan"tanya Sabda.
Sastya memutar bola matanya malas,"Halah, males gue ketemu sama pria-pria kesepian kayak lo bertiga"cibirnya.
"Sembaranga aja lo, ngatain kita pria kesepian. Nah, lo ngaca neng. Lo juga belum taken tauuu..."protes Sabda tak terima, "Eh, btw geng gue ada anggota baru tau"imbuhnya semangat.
"Nggak minat!!!"ucap Sastya ketus
"Yakin??? Cakep-cakep tau, apalagi temennya si Harald. Beeuuh!!! Calon suami masa depan Sas. Bisa dah, lo gaet...."ujar Sabda menggebu-nggebu.
"Temenan sama lo, paling bentar lagi juga ikutan nggak waras kayak lo bertiga. Sorry dah, kagak doyan gue sama yang modelnya kayak lo-lo pada"celoteh Sastya menolak mentah mentah saran Sabda. "Lo ambil ke rumah gue deh, pulang kerja gitu"
"Oh ya udah, sekalian ketemu sama calon mertua ya"goda Sabda
"Sembarangan kalau ngomong, nyokap gue aja ogah punya menantu pengacara kurang tenar kayak lo. Mending menantu pengusaha..."ceriwis Sastya
"Yang bener?? Wih, gue harus banting stir nih. Modal jadi pengusaha itu berapa ya??"kekeh Sabda yang langsung dapat makian dari Sastya.
"Jangan ke rumah gue deh, sok akrab banget kalau kayak gitu. Kita ketemuan di rumah Ratu aja, sepulang kerja nanti gue bakal mampir ke sana"celoteh Sastya berubah fikiran.
"Yah, nggak jadi ketemu sama camer dong"keluh Sabda sok sedih
"Berhenti manggil orangtua gue camer, Nyet"maki Sastya untuk kesekian kalinya.
"Hahahha,iyeee....Bye Sastya cantik..."sambungan terputus.
"Makin sarap nih orang"omel Sasya kemudian.
Pesanan Sastya datang dan tak butuh waktu lama bagi cewek itu untuk melahap habis makanannya. Sambil menikmati jamuan makannya, cewek itu mengamati seluruh ruangan. Cafe yang terletak di area strategis daerah perkantoran itu selalu diramaikan oleh para eksekutif muda dengan label tampan dan kaya yang melekat layaknya perangko. Pemandangan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh jones abad ini macam Sastya, bodo amatlah kalau dia harus telat kembali ke kantor. Suantai aja....
"Sial!! Kenapa bisa ke blokir??"keluh sebuah suara yang berada di belakang meja Sastya.
Cewek itu mencuri dengar omelan kesal pemilik suara bas itu, suara yang membuat Sastya langsung jatuh hati.
Suaranya!!!
Kok gue langsung jatuh hati ya...
Eh, jangan-jangan mukanya beda 180 derajat lagi.
Duh, gue perlu mastiin nih.
Sastya bersiap akan berbalik badan, menoleh ke asal suara dibelakangnya namun bunyi aplikasi chat di ponselnya meraung raung minta dibaca.