下載應用程式
40% Cara Untuk Bahagia / Chapter 2: Run Away

章節 2: Run Away

18 Juli 2019

Hari ini aku pergi meninggalkan rumahku, tempat yang sejak aku kecil tak pernah kutinggalkan. Aku pergi pada pukul 08:00 pagi, tepat seletah 1 Jam Ayah dan Ibuku pergi untuk bekerja. Untuk kabur dari rumahku sebetulnya tidaklah semudah apa yang aku kira, Aku masih harus pergi tanpa diketahui oleh Satpamku, Asisten rumah tangga ku dan pengasuhku.

Namun karna aku sudah merencanakan hal ini sedari lama, aku telah memikirkan bagaimana caranya untuk kabur dari rumah tanpa diketahui oleh orang lain. Tentu saja hal pertama yang aku lakukan adalah mengelabuhi orang-orang rumah, agar perhatian mereka teralihkan.

Untuk itu aku melakukan sesuatu percobaan yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Aku pernah membaca sebuah buku yang berisikan bagaimana cara untuk membuat sebuah petasan dengan bahan-bahan seadanya. Maka dari itu akupun langsung mempraktikannya.

Bahan-bahan yang aku perlukan sebetulnya adalah bahan-bahan yang sangat mudah ditemukan, yaitu bola pingpong sebagai wadahnya, paku untuk melubangi bola pimpong, tali untuk dijadikan sumbunya, gunting untuk memotong tali tersebut, dan kuku pacar untuk membuat suaranya menjadi lebih bising serta serbuk mesiu sebagai daya ledaknya. Dirumahku semua barang-barang itu sudah tersedia, dan hanya serbuk mesiu saja yang aku pesan melalui online.

Dan mungkin serbuk mesiu adalah hal pertama yang aku beli dengan Uang yang sudah terkumpul sejak kecil. Aku rasa Ayah benar, akhirnya uang tersebut berguna juga untuk diriku.

Setelah selesai membuatnya akupun langsung meledakan petasan-petasan yang telah kubuat tersebut tepat di halaman belakang rumahku, Jumlahnya sekitar 10 buah. Ledakanya memang tidak terlalu besar, namun cukup untuk membuat kehebohan dirumahku yang mana itu aku gunakan sebagai kesempatan untuk aku kabur.

Dan terlebih lagi aku paham betul, Satpamku selalu meninggalkan kunci gerbang rumahku di kantor pos jaganya, maka dari itu aku bisa keluar dari rumah dengan mengambil kunci tersebut dan membukanya dengan tanganku sendiri.

Setelah aku berhasil keluar dari rumahku, akupun melarikan diri sekuat tenagaku meski nantinya hal itu akan membuatku kelelahan dan membuat penyakitku kambuh lagi. Namun meski begitu aku tak peduli, dan tetap berlari mengikuti arah angin membawaku. Aku berlari tanpa arah tujuan yang pasti, aku hanya terus bergerak lurus mengikuti arah angin membawaku seraya berharap mereka tidak mengejarku dan menemukanku.

Tanpaku sadari, aku telah berlari cukup jauh hingga aku berada diluar kompleksku. Dan didepan kompleksku banyak sekali kendaraan berlalu-lalang dikarnakan itu merupakan jalan raya.

Tiba-tiba saja ada sebuang mobil berwarna putih yang mana itu merupakan angkutan umumu, berhenti tepat dihadapanku. Aku tau bahwa itu adalah angkutan umum itu dikarnakan aku pernah melihatnya di Tv, lebih tepatnya dibeberapa acara berita. "Angkot neng ?" Tanya supir kendaraan umum tersebut menawariku untuk menggunakan Kendaraan umumnya.

Saat itu aku sebetulnya tidak ingin menaiki angutan tersebut, akan tetapi rasa khawatir akan orang rumah yang bisa saja menangkapku jika aku terus berlama-lama disini, membuatku memutuskan untuk menaiki angkutan tersebut. Akupun menaiki angkutan tersebut, yang mana itu merupakan kali pertama aku menaiki Angkutan umum, dan kali pertama untuk menaiki sebuah kendaraan sejak terakhir kalinya sewaktu aku masih kecil.

Disaat dalam perjalanan didalam angkutan umum yang bahkan aku tidak tau kemana tujuan angkutan tersebut, ada beberapa kejadian yang membuatku sedikit menyadari kenapa orang tua ku, Ayah dan Ibuku menjadikanku tahanan rumah.

Jadi ketika awal aku menaiki angkutan tersebut, kondisi angkutan tersebut masihlah kosong dan tak ada penumpang sama sekali, hanya akulah penumpang disana, dan aku duduk didepan, disamping Supir. Namun ditengah perjalanan barulah ada seseorang berpakaian rapih menaiki angkutan yang aku naiki tersebut.

Dan setelah perjalanan yang cukup jauh, orang berpakaian rapih itupun turun dari angkutan tersebut, namun ketika orang tersebut turun, ia sama sekali tidak membayar kepada Supir angkutan tersebut, dan dengan mulut yang begitu entengnya tanpa dosa dia bilang " Numpang bang... " Sahutnyanya sembari jalan keluar dari angkutan tersebut, yang bahkan tanpa melihat wajah supir angkutan tersebut.

Disini aku benar-benar merasa iba kepada Supir angkutan tersebut, terlebih sebelum orang berpakain rapih tersebut memasuki angkutan yang ku naiki, Si supir sempet bercerita kepadaku bahwa semenjak Angkutan Online mulai marak, orang-orang sudah tidak ingin lagi menaiki angkutan umum seperti ini. Dan itu jugalah alasan angkutan tersebut sepi. Ditambah ternyata sang supir merupakan seorang paruh baya yang masih harus menafkahi anak dan istrinya dirumah.

Dan itulah alasanku iba kepada sang supir, dikarnakan sudah sepi penumpang masih saja ada orang yang seperti itu, orang yang naik angkutan namun tidak membayar, dan dengan entengnya bilang numpang.

Dan parahnya lagi bukan Cuma orang itu saja, gak lama setelah orang berpakaian rapih tersebut turun, naiklah seorang pasangan remaja yang sedang merokok dengan dandanan ala preman menaiki angkutan tersebut. Merekapun juga sama, ketika turun mereka tidak membayar kepada sang supir, malahan mereka berdua hanya menyelonong turun tanpa bilang numpang sekalipun, seolah-olah naik angkutan umum itu memanglah gratis.

Ketika pasangan tersebut turun dan tidak membayar biaya angkutanya, sang supirpun kembali curhat kepada ku " Sudah 3 orang neng yang kayak begitu, udah gak ada penumpang, sekalinya ada gak bayar semua neng... " Sahut Si Supir dengan wajah tersenyum melas.

Akupun tak memberi tanggapan apapun kepada sang supir, dan hanya mentapnya dengan rasa Iba. Namun dari situ akupun sadar, bahwa diluar sana masih banyak orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, banyak orang yang melakukan hal semenan-mena kepada orang lain demi keuntungan dirinya sendiri. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa Ayah dan Ibuku melarang kerasa diriku untuk keluar rumah, karna selain kondisiku yang lemah, orang-orang diluar bisa saja mencelakakan diriku demi kepentingan mereka.

Akhirnya akupun turun ditempat pemberhentian terakhir angkutan tersebut, yaitu disebuah Stasiun. Aku turun di situ karna aku tak tau harus kemana lagi. Dan saat itu akupun harusnya membayar ongkos angkutan tersebut seharga 6 ribu rupiah. Namun karna aku Iba dengan Supir tersebut atas apa yang terjadi barusan, terlebih aku hanyalah penumpang satu-satunya yang ia bawa, akhirnya sebagai tanda terimakasih akupun memberikan uang sebesar 200 ribu rupiah kepada Supir angkutan tersebut. Meskipun pada awalnya Supirnya menolak namun aku tetap memaksa, sehingga pada akhirnya Si Supirnyapun menerima.

Jika kalian bertanya darimana uangku berasa ?. Jadi akan aku beritau kepada kalian. 1 Minggu sebelum aku melarikan diri, sebetulnya aku sudah meminta ayahku untuk mengambilkan semua uang yang ada di tabunganku dan diberikan kepadaku secara cash.

Dan tentu saja Ayahku pada awalnya kebingungan dan bertanya-tanya kepadaku. " Untuk apa uangnya. " Sahut Ayahku. Dan akupun beralasan. " Aku hanya ingin melihat berapa uang yang bisa aku kumpulkan sedari kecil sampai saat ini dalam bentuk Cash. " Jawabku sembari tersenyum kearah Ayahku. Dan tanpa bertanya-tanya lagi, keesokan harinya Ayahkupun langsung membawakan satu buah koper yang mana full berisikan uang pecahaan 100 ribu rupiah Yang mana jika ditotal berjumlah 1 Milyard rupiah.

Jujur saja sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan Jumlah uang tersebut, namun aku tidak mau munfik!. Jika aku ingin pergi, aku butuh uang itu, aku butuh untuk bertahan hidup. Entah uang sebesar itu bisa membuatku bertahan sampai kapan, memang itu uang yang banyak, namun seperti yang aku bilang, kematian selalu berada dihadapan kita.

Karna aku diturunkan di sebuah stasiun, dan sebuah kebetulan aku belum pernah sama sekali menaiki sebuah kereta, akhirnya tanpa pikir panjang lagi, dengan wajah sumeringah guapun langsung pergi membeli tiket kerta api.

Dan entah kenapa ketika Kasir menanyakan tujuanku akupun secara sepontan melirik kearah peta tujuan-tujuan stasin Jabodetabek yang berada percis diatas loket. Dan entah kenapa akupun kepiran untuk menyebutkan Tangerang sebagai tujuan. Mungkin saat itu aku berpikir bahwa Tanggerang adalah tempat yang paling jauh dari tempat tujuan ku, karna di peta, tanggerang berada diujung. Karna jauh jadinya aku bisa lama-lama merasakan rasanya naik kereta.

Setelah membeli tiket tersebut, sesuai arahan Satpam yang aku tanya, akupun pergi menunggu di peron 5, peron dimana tempat kereta menuju tanggerang akan berangkat. Saat itu kondisi disana tidak terlalu ramai, mungkin itu dikarnakan waktunya yang merupakan Siang hari, dimana Siang hari merupakan waktu untuk orang-orang normal beraktifitas, maka wajar saja kalau sepi.

Berbeda dengan pagi dan sore hari yang notabenya adalah waktu orang-orang pergi dan pulang kerja, jadi wajar saja jika pada waktu tersebut penuh sesak.

Berhubung diperon sama sekali tidak ada kursi, akupun menunggunya dengan duduk mengemper di jalan dan bersandar di dekat tiang. Akupun menunggu dengan perasaan senang, pensaran, dan tidak sabar karna ingin menaiki kereta. Perasaanku sama seperti perasaan anak kecil yang pertama kali menaiki kereta. Aku benar-benar bahagia saat itu.

Disaat menunggu, akupun tak jarang memperhatikan orang-orang disekitarku, karna meski saat itu hitunganya sepi, tapi masih banyak orang yang lalu-lalang di stasiun. Aku memperhatikan gerak-gerik mereka sembari berpikir tentang apa yang sedang mereka pikirkan saat itu.

Ketika aku melihat orang yang sedang bermain Handphone dan orang tersebut tersenyum sendiri, akupun bertanya-tanya kepada diriku sendiri. " Kenapa orang itu tersenyum, apa yang membuatnya bisa tersenyum. " Pikirku ketika melihat orang tersebut.

Dan ketika aku melihat orang yang berjalan menunduk dengan ekspresi wajah yang murung. Sekali lagi akupun bertanya kepada diriku sendiri. " Ada apa dengan orang itu, kenapa ia sedih... dai sehat!, dia masih bisa hidup seperti orang normal, lalu kenapa dia sedih.... "

Akupun selalu mengulanginya setiap kali aku melihat orang-orang yang mengangu pikiranku. Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri, meski itu tak akan menghasilkan jawaban apapun.

Lalu Keretakupun tiba, akupun menaiki kereta tersebut dengan tersenyum lebar bahagia, layaknya anak-anak. Dikarnakan sepi, akupun bebas memilih tempat yang ingin aku dudukki. Namun justru karna sepi, akupun memanfaatkan untuk berjalan didalam gerbong kereta yang satu menuju gerbong yang satunya lagi.

Disitu aku hanya berniat untuk mencari tau apakah ada sebuah perbedaan antara gerbong yang satu dengan yang lainya. Di kereta yang kunaiki, didalam gerbongnya banyak terdapat papan iklan dari berbagai macam brand, tidak seperti apa yang aku bayangkan dan aku lihat di Televisi.

Kereta yang ku bayangkan adalah kerta yang saling berhadap-hadapan layaknya sebuah pesawat, yang mana kita bisa bersandar dikursi tersebut sembari menatap keluar pemandangan dari balik jendela kereta. Namun kereta yang aku naiki tidak seperti yang aku bayangkan, alih-alih jendela tersebut berada disamping, ini malah justru berada membelakangi tubuh ku, sehingga sulit untuk melihat keluar jendela.

Seketika aku merasa dikecewakan dengan Ekspetasiku sendiri, aku terlalu berekspetasi tinggi terhadap menaiki sebuah kereta. Namun akupun meyakinkan diriku sendiri dan berakata. " Apa yang aku harapkan dari sebuah angkutan umum sehari-hari, terlebih lagi biaya ongkosnyapun murah. " Gumamku sembari menghelakan nafas.

Setelah merasa cukup puas berjalan digerbong, akupun memutuskan untuk duduk disamping seorang pira muda yang memakai sebuah topi yang sedang asyik memainkan Handphonenya.

Jujur, saat aku melihat orang tersebut memainkan Handphonenya seketika aku berpikir kembali. " Apa yang membuat orang-orang bisa bahagia dan sangt puas hanya dengan bermain handphone ? sedangkan aku malah bosan akan hal tersebut. " Ucapku dalam hati sembari melirik kearah pria tersebut.

Saat itu aku merasa lelah, setelah banyak hal yang kulalui. Aku rasa itu wajar, karna aku belum pernah sama sekali melalui itu semua seumur hidupku. Akupun sempat tertidur didalam perjalan.

Namun tak lama kemudian akupun terbangun. Aku terbangun karna merasa sedikit tergangung, rasanya seperti ada yang menghempitku. Ternyata kereta yang tadinya sepi, sekarang sudah menjadi penuh sesak. Bahkan tak sedikit orang-orang yang berdiri tepat dihadapanku.

Aku kaget bukan main, ketika aku terbangun sudah ada banyak orang berada tepat dihadapan ku. Belum pernah aku merasakan hal yang seperti ini. Banyak orang berada dihadapanku.

Karna begitu banyak orang disana, akupun kembali memperhatikan gerak-gerik orang-orang. Orang-orang yang berada didalam gerbong keretaku. Disana aku melihat banyak sekali orang-orang yang tidak peduli dengan aturan, karna saat aku berkeliling tadi, di setiap kursi bagian pojok aku melihat sticker pemberitahuan bahwa disana haruslah memprioritaskan orang lanjut usia, ibu menyusui, dan difabel. Yang mana kursi tersebut dinamakan kursi prioritas.

Tapi pada kenyataanya mereka tidak mempedulikan itu. Seakan itu semua hanyalah sebatas papan iklan biasa, dilihat namun tidak dimaknai tulisan didalamnya. Aku melihat banyak sekali lelaki muda yang terlihat sehat dan baik-baik saja duduk disana dengan santainya seraya mendengarkan musik melalui earphone yang mereka kenakan. Padahal dihadapanya ada beberapa orang paruh baya yang harus berdiri dan desak-desakan didalam gerbong kereta yang aku tempati tersebut.

Sekali lagi itu membuatku teringat akan apa kata Ayahku, ayahku pernah bilang kepadaku bahwa diluar sana banyak orang yang melanggar aturan-aturan tanpa merasa dosa dan terbebani akan hal tersebut, seakan-akan mereka tak melakukan kesalahan apapun. Pada awalnya aku tidak setuju dengan perkataan Ayahku, karna bagiku semua orang yang melanggar aturan pasti akan selalu merasa bersalah setelahnya, sama seperti diriku, yang jika seandainya aku melanggar sebuah aturan ayah dan ibuku bahwa sudah pasti aku akan sangat menyesal setelahnya. Termasuk apa yang aku lakukan sekarang, suatu saat nanti aku pasti akan sangat merasa bersalah kepada ayah dan juga ibuku.

Tapi pada akhirnya setelah aku melihat langsung, akupun percaya dengan apa yang Ayahku bicarakan. Ternyata orang setidak peduli itu memang benar-benar ada.

Jujur, didalam hatiku yang terdalam aku sangat ingin memberikan tempat dudukku kepada wanita paruh baya yang berada didekatku. Namun aku tidak memberikanya. Aku takut aku tidak sanggup berada diposisi itu, mengingat bahwa fisikku yang sangat lemah, aku takut tiba-tiba aku jatuh pingsan dan dibawa kerumah sakit. Dan jika sampai itu terjadi maka aku bisa-bisa kembali lagi kerumahku, dan tak akan pernah mempunyai kesempatan seperti ini lagi.

Jika dipikir-pikir kembali aku tak ada bedanya dengan mereka, dan ya... ku akui itu.


創作者的想法
Milsscar82 Milsscar82

Like it ? Add to library!

next chapter
Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C2
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄