下載應用程式
1.27% Bukan Pernikahan Sempurna / Chapter 3: Jadilah Iblis!

章節 3: Jadilah Iblis!

Agaknya Joo hendak membantah. Dari sorot matanya aku jelas tahu bahwa dia memang sesungguhnya enggan melangkah dari kamarku. Namun hanya sedetik saja ekpresi seperti itu karena setelahnya dia mengangkat salah satu sudut bibirnya dan berkata.

"Oke, kalau itu yang kamu mau."

Dan malam pertama yang indah bagi mereka, berakhir dengan menyedihkan untukku.

***

"Bagaimana rasanya malam pertama? Ah mama lupa, kalian sudah pernah melakukannya bukan? Lantas ini malam-"

Trang!

Kujatuhkan kembali sendok makan milikku. Lagi-lagi mama mengatakannya. Padahal saat sarapan aku sudah sengaja menghindar dari topik ini. Tapi sepertinya ini tak akan berakhir dengan mudah sekalipun aku meminta mereka untuk berhenti. Terus saja, lakukan hal ini sampai aku muak dan memutuskan merobohkan rumah!

Aku melirik Joo yang asyik makan seolah dia tak mendengar ucapan mamaku barusan. Sialan, kalau tahu akan begini aku tak akan mengatakan pada Doni untuk mengambil cuti dua hari. Hanya partner kerjaku yang aku butuhkan saat ini. Jika tak ingat sedang hamil mungkin aku lebih memilih menghabiskan segelas cocktail malam ini.

"Aku pergi," kataku sambil beranjak.

Baru dua langkah suara Joo terdengar di telingaku. "Duduk bee, jangan jadikan beban pikiran toh mama mengatakan yang sejujurnya. Anak kita butuh makan bukan keegoisan dari maminya," tuturnya penuh penekanan.

Tanganku mengepal, melihatnya yang masih tenang perlahan hatiku meradang. Bisa-bisanya dia seperti ini? Mengapa Joo memihak mamaku lagi? Dia rupanya benar-benar hanya asal mengucapkan ijab qabul kemarin pagi. Lucu sekali momen mengharukan ini.

Namun tadi dia bilang apa, ya? Ah, anak kita katanya?

Ingin ku tertawakan nasibku yang buruk ini. Sayang sekali, air mata menghalanginya. Iya berkat anak ini aku tak lagi sebebas dulu! Namun dia tak salah apa-apa bagaimana bisa aku membuatnya tiada bahkan sebelum mengenal indahnya dunia?

"Kamu aja yang makan, aku mau nyari Doni," kataku tak peduli.

Ini baru hari pertama. Namun segala tingkahnya benar-benar berubah. Lebih baik pergi ketimbang harus menahan sesak dalam dada.

Hanya karena status kami yang berbeda dia juga bersikap tak seperti biasanya. Tak hanya itu saja, sikap dinginnya membuatku membeku. Aku kesal, pada diriku sendiri. Karena tak ada gunanya kesal pada Joo. Mau dipikirkan seribu kali pun hasilnya tetap sama, hubungan di luar nikah hanya wanita yang merasakan penderitaannya.

Tetapi bagaimanapun sifatnya hatiku tetap hanya ada namanya. Maka dari itu gegas melangkah pergi saat tak kembali mendapatkan jawaban. Beginilah mungkin yang dinamakan dengan makan hati.

Brak!

Suara pintu yang ku tutup paksa. Pertahananku roboh, tubuhku merosot. Aku menyenderkan kepalaku di pintu. Memegang dada meredam rasa sakit yang kian menjadi-jadi saja. Anehnya setetes pun itu tak ada darah yang merembes, namun ini benar-benar … sakit.

Mataku memejam sesaat. Ku puaskan diri dengan menangis sejadi-jadinya selama masih bisa. Saat tak sengaja mengusap perut hatiku hancur sejadi-jadinya hingga tak lagi bisa diperbaiki saat ini.

"Makasih Joo, ini benar-benar pernikahan yang luar biasa. Entah aku atau kamu kita sama-sama nggak mengharapkan pernikahan ini tapi pada akhirnya aku jadi istrimu kan?" kataku lirih.

Sesak rasanya mengingat bagaimana cara Joo memperlakukanku. Harusnya dia tak bertanya masalah kehamilanku di depan mereka jika hanya ingin melampiaskan nafsunya saja. Sejak awal aku sudah berdosa, melakukannya terus-menerus pun tak ada salahnya. Manusia di bumi ini tak ada yang sepenuhnya suci dan sempurna.

"Oke, kalau itu mau kamu!"

Ucapannya semalam masih benar-benar teringat dengan jelas dalam benak.

Kami benar-benar pisah rumah padahal sudah menikah. Dia seperti tak ada niatan untuk mencoba membujukku agar kami tinggal bersama. Senyum manisnya hanya siasat sesaat, menyesatkan tentunya.

Aku diam, mengusap air mata dengan gerakan kasar. Ada bayiku, aku harus baik-baik saja setidaknya jangan sampai membuatnya mati. Dia harus bertahan hidup dengan baik tak seperti diriku ini.

Gawai yang ada di atas meja nampak berdering namun aku mengabaikannya. Masa bodoh lah, toh apapun itu tak akan ada yang penting. Doni tak akan menghubungiku malam-malam begini sekali pun adalah hal yang mendesak. Dia pria paling bertanggung jawab yang pernah aku kenal selama ini.

Kata mereka saat wanita sudah memiliki segalanya maka pria tak akan ada ada keinginan mereka. Lantas kenapa diriku masih mengharapkan pernikahan ini atas dasar cinta? Apa karena seluruh asset milikku masih di bawah kendali mama dan papa? Sepertinya … benar begitu.

Tok ... tok!

Gedoran kaca jendela membuatku membeku. Hendri, satu nama yang terlintas dalam benakku. Hanya dia satu-satunya orang yang berani melakukan hal nekat seperti ini. Tapi bisakah dia tak bersikap sebaik ini? Tolong jadilah iblis saja!

Meski enggan aku tetap melangkahkan kakiku menuju ke arah jendela. Memantapkan hati bahwa diriku harus mengusirnya saat ini, segera dan agar segalanya bisa baik-baik saja karena aku pun juga tak mau dia dipermalukan.

"Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanyanya dengan nafas yang terengah-engah. Peluh keringat menetes di pelipisnya.

Mengapa kamu harus sampai bertingkah seperti ini jikalau melupakan diriku jauh lebih mudah Hendri?

"Pergi, Hen!" ketusku.

Dia terlalu baik untuk aku yang hina ini. Bahkan pernikahan kami batal juga karena ulahku, tak mau aku di anggap tak tahu malu hanya karena ingin menumpahkan sedihku padanya. Meski aku juga ingin didengarkan namun jika member sedikit harapan pasti masalah akan silih berganti mendatangi.

"Ta, aku bisa lihat kalau dia emang nggak ngerawat kamu dengan baik. Kita bisa diam-diam, 'kan? Joo nggak akan peduli jadi jangan abaikan aku, bersama-sama nggak selamanya tentang arti pernikahan bukan? Aku sayang kamu dan itu alasan yang lebih dari cukup untuk membina hubungan baru."

Seperti ada sesuatu yang menikam jantungku. Hendri itu bodoh sekali, ya? Bisa-bisanya dia menawarkan diri saat sudah tahu segila apa Joo itu. Dia tak mau miliknya dekat dengan yang lainnya. Jika kami masih sahabat aku akan dengan senang hati mengatakan 'ya ayo lakukan!' kata itu. namun sekarang diriku istri orang.

Walaupun hubungan antara aku dan Joo hanya sebatas pernikahan di atas kertas namun membawa Hendri masuk hanya akan menambah masalah saja.

"Selagi aku masih baik pergi," tuturku dengan nada rendah.

Sakit rasanya melihat Hendri yang sudah susah payah demi diriku. Entah dulu, maupun sekarang. Saat Joo mengabaikanku maka aku datang pada laki-laki ini. Dia tak pernah menolak, mengulurkan tangan seakan aku benar-benar akan menyukainya tetapi kenyataan tak demikian. Karena aku hanya datang ….

… lantas pergi, semauku.

Selalu begitu hingga aku pun muak pada diriku sendiri saat ini.

-Bersambung ....


next chapter
Load failed, please RETRY

禮物

禮品 -- 收到的禮物

    每周推薦票狀態

    Rank -- 推薦票 榜單
    Stone -- 推薦票

    批量訂閱

    目錄

    顯示選項

    背景

    EoMt的

    大小

    章評

    寫檢討 閱讀狀態: C3
    無法發佈。請再試一次
    • 寫作品質
    • 更新的穩定性
    • 故事發展
    • 人物形象設計
    • 世界背景

    總分 0.0

    評論發佈成功! 閱讀更多評論
    用推薦票投票
    Rank NO.-- 推薦票榜
    Stone -- 推薦票
    舉報不當內容
    錯誤提示

    舉報暴力內容

    段落註釋

    登錄