Rexan duduk di ruang tunggu, menunggu kabar dokter mengenai Chelsea. Laki-laki itu harap-harap cemas tentang bagaimana keadaan Chelsea di dalam.
Dari kejauhan, Aleena dan juga Gerald berlari ke arah Rexan. Ketika mereka diberi kabar oleh Rexan bahwa Chelsea pingsan dan dilarikan ke rumah sakit, Aleena dan Gerald langsung segera menyusul ke rumah sakit.
"Al, lo kan lagi hamil, jangan lari-lari gitu lah. Entar urusan Chelsea belom kelar, urusan lo lagi," ujar Rexan pada Aleena.
Aleena tidak mempedulikan perkataan Rexan barusan. "Gimana gimana, Rex?" tanyanya. "Kata dokter apa? Chelsea gapapa kan?"
"Iya iya... gimana, Rex, Chelsea?" tanya Gerald yang juga penasaran terhadap keadaan Chelsea.
Rexan menggelengkan kepalanya, "Gak tau. Dokter belom keluar ruangan dari tadi."
Semoga aja Chelsea gapapa... dan semoga— Perkataan Rexan terhenti saat dokter keluar dari dalam ruangan.
Dengan sigap Rexan langsung menghampiri dokter yang merawat Chelsea, "Dok, gimana keadaan Chelsea?" tanyanya.
"Bapak keluarga dari Chelsea? Suaminya?" tanya Dokter pada Rexan.
"Saya bu—"
Dokter itu tiba-tiba tersenyum, "Selamat ya, Pak, sebentar lagi bapak menjadi seorang Ayah," katanya.
"Ay—ayah? Maksudnya Dok?" tanya Rexan memastikan.
"Hahaha..." Dokter itu tertawa. "Istri bapak hamil, sudah memasuki minggu ke empat. Keadaan istri bapak gapapa kok, hanya kecapean dan butuh istirahat aja, wajar terjadi di tri semester kehamilan. Sebentar lagi juga istri bapak sudah kembali sadar. Oh iya pak, dijaga ya istrinya, jangan membuatnya stres karena itu akan mempengaruhi kehamilannya," jelasnya. "Ada lagi yang ingin ditanyakan pak?" tanya Dokter.
Rexan yang masih tidak percaya atas perkataan dokter, hanya menjawab pertanyaan dokter itu dengan menggelengkan kepalanya.
"Baik, kalau seperti itu, saya permisi dulu ya, Pak." Dokter tersebut kemudian pergi dari hadapan Rexan, Aleena dan juga Gerald.
Sama seperti Rexan, Aleena dan juga Gerald juga tak percaya atas apa yang dikatakan dokter bahwa sahabatnya itu sedang mengandung.
"Ger, aku gak salah denger kan?" tanya Aleena.
"Enggak. Kok Chelsea bisa hamil? Kamu tau dia sekarang dekat sama siapa?" tanya Gerald.
Aleena menggelengkan kepalanya, "Aku harus cepet cari laki-laki itu. Laki-laki yang udah ngehamilin Chelsea. Dia harus tanggung jawab!" katanya dengan penuh amarah.
"Gu—gue..." Rexan menggantungkan perkataannya. "Gue papanya anak yang dikandung Chelsea."
Gerald terkekeh mendengar pernyataan Rexan barusan. "Rex, jangan ngaco deh. Gimana bisa coba? Udah ah jangan becanda gitu," katanya.
Rexan menatap Gerald, "Gue serius. Chelsea hamil... karena gue. Gue sama dia udah ngelakuin—" katanya.
"Gila lo ya!" Aleena mendorong Rexan. "Lo kenapa rusak sahabat gue?! Rex! Sumpah ya!" katanya penuh amarah.
"Maaf..." Rexan menghela nafasnya panjang. "Ini semua salah gue. Gue gak nyangka bakalan kayak begini," katanya.
Gerald menatap Rexan kesal, "Urusan kita belom selesai ya, Rex, jangan berani-beraninya lo lari dari tanggung jawab," katanya. "Udah deh, lebih baik kita liat keadaan Chelsea dulu. Itu yang lebih penting sekarang," tambahnya lagi.
Aleena, Gerald dan juga Rexan pun akhirnya masuk ke dalam ruangan dimana Chelsea dirawat.
"Chel? Udah sadar?" kata Aleena saat mengetahui bahwa sahabatnya sudah sadarkan diri. "Gimana? Apa yang sakit?" tanyanya.
"Iya, Chel, gimana udah enakan?" tanya Gerald.
Chelsea menyerngitkan dahinya kebingungan. "Kalian kenapa sih?" tanyanya.
Rexan hanya terdiam melihat Chelsea. Ia benar-benar merasa bersalah pada Chelsea, terlebih saat sekarang sudah mengetahui bahwa gadis itu sedang mengandung anaknya.
Aleena menghela nafasnya, "Ada yang mau lo kasih tau ke kita gak?" tanyanya pada Chelsea.
"Soal?"
"Iya, apa aja. Yang sekiranya kita, terutama gue yang belom tau?" tanya Aleena.
Chelsea terdiam. Tiba-tiba ruangan tempat Chelsea dirawat menjadi sangat sunyi. Gadis itu melihat ke arah Rexan. Apa mereka udah tau soal kehamilanku? tanyanya dalam hati.
"Maaf..." hanya satu kata itu yang berhasil keluar dari mulut Chelsea. "Maaf, aku udah bikin kalian susah," ujar Chelsea.
Aleena langsung memeluk sahabatnya itu, "Kita udah tau semua, Chel. Kenapa lo gak cerita dari awal sih?" tanyanya. "Lo jangan khawatir, kita semua pasti akan selalu ada buat lo. Beneran deh. Soal anak yang ada diperut lo ini—"
"Gue bisa urus sendiri kok, Al. Kalian gak perlu khawatir ya," kata Chelsea.
"Boleh gue bicara berdua sama Chelsea dulu?" tanya Rexan.
Aleena dan Gerald menyetujui, "Awas aja lo buat sahabat gue susah. Gue bakalan buat lo nyesel," kata Aleena sebelum keluar dari ruangan Chelsea.
"Aku udah tau semuanya, Chels," ujar Rexan setelah Aleena dan Gerald keluar dari ruangan dimana Chelsea dirawat. "Kenapa kamu gak bilang aku soal ini? Aku benar-benar ngerasa bersalah sama kamu."
Chelsea tersenyum kecil, "Aku gak mau membebani kamu. Lagipula kamu gak perlu merasa bersalah, ini semua kan bukan sepenuhnya salah kamu," katanya. "Ohiya, kamu gak perlu memaksakan diri untuk bertanggung jawab soal anak ini. Aku yakin kamu juga belom siap."
"Maksud kamu?"
"Aku gak akan memaksakan kamu untuk membangun keluarga buat anak ini," kata Chelsea.
Rexan menghela nafasnya pelan, "Tapi aku mau—"
"Aku capek, Rex. Aku mau istirahat. Udah malam juga, lebih baik kamu pulang dulu," kata Chelsea.
"Oke kalo itu mau kamu. Kamu istirahat ya. Kalo ada apa-apa, please banget kabarin aku. Aku juga papa anak ini, bukan cuma kamu aja, anak ini anak kita. Ya?" kata Rexan.
Chelsea mengangguk pelan.
"Kalo gitu, aku pulang dulu," kata Rexan.
"Iya, hati-hati."
===
Mobil sport berwarna hitam sudah terparkir di halaman rumah mewah bercat putih gading. Sang pemilik mobil keluar dari dalam mobilnya dengan lemas dan masuk ke dalam rumahnya.
"Mama?" katanya saat melihat seorang wanita terduduk di sofa ruang keluarganya. "Tumben mama ke sini, ada apa?" tanyanya.
"Tumben baru pulang, abis dari mana, Rex?" tanya Diana—mama Rexan.
"Rexan abis dari..."
Diana menarik nafas panjang. "Mama udah tau semuanya... soal gadis itu dan kehamilannya," katanya. "Dan mama mau kamu bertanggung jawab."
"Maksud mama?"
"Kamu laki-laki, kan? Kalo kamu laki-laki, kamu harus bertanggung jawab atas perlakuanmu. Jangan sampai kamu kehilangan mereka, calon menantu dan cucu mama," kata Diana.
Rexan kebingungan mendengar ucapan mamanya itu. "Mama sama sekali gak marah?" tanyanya.
"Untuk apa marah? Justru mama sangat senang, akhirnya mama punya menantu, punya cucu dan akhirnya kamu bisa terlepas dari perempuan itu," kata Diana. "Oke, mama cuma mau bilang itu aja. Mama pulang dulu. Besok antar mama ketemu caon menantu mama itu, ya?"
"Iya ma."
===
Keesokan harinya Rexan dan juga mamanya berangkat ke rumah sakit untuk menemui Chelsea. Namun saat sudah sampai ke ruangan dimana Chelsea di rawat, ia tidak bisa menemukan keberadaan gadis itu.
Rexan langsung mencari suster untuk menanyakan keberadaan Chelsea. "Sus, Chelsea kemana? Kok gak ada di kamarnya?" tanyanya.
"Loh? Memangnya bapak tidak tahu kalau pasien sudah buat janji dengan dokter Yohan pagi ini?" tanya Suster itu pada Rexan.
Hah? Jangan-jangan Chelsea mau menggugurkan bayinya? Batin Rexan.
"Kasih tau saya, sus, dimana ruangannya?" tanya Rexan.
"Di lantai 3 ya, Pak, di poli kebidanan dan kandungan," jawab suster.
Setelah mendengar jawaban dari suster, Rexan langsung berlari menuju ruangan yang dimaksud.
Chels, jangan lakuin hal gila. Please jangan... batin Rexan.
Bersambung...
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!